Ada serpihan-serpihan peristiwa penting terkait dengan H.P. Berlage, C. Citroen dan Balai Kota Surabaya yang harus disusun sehingga membentuk satu narasi yang lebih bermakna dan utuh.
Selama ini, arsitek terkenal Berlage memiliki satu cerita yang terpisah dari arsitek Citroen. Pun dengan bangunan Balai Kota. Apakah tiga unsur (Berlage, Citroen dan Balai Kota Surabaya) ini terpisah atau pada akhirnya terkait menjadi satu irama yang ritmis.
Berikut serpihan peristiwa itu yang bersumber dari Berlage’s Indische Reis (2022), A Study of Architec Cosman Citroen (1881-1935) and His Works in Surabaya, Universiteit Leiden (2010) dan Pemberita Makassar (15 Juni 1923):
- Mei 1923 Berlage di Surabaya dalam rangkaian kunjungan di Hindia Belanda.
- Pemberita Makassar (15 Juni 1923) yang mengutip Soerabiasche Handelsblad, menulis Berlage memberi ceramah di Dewan Kota terkait dengan pembangunan Jembatan Gubeng (1923)
- Di tahun 1922 adalah masa ketika proses design Balai Kota Surabaya melalui sayembara masih berlangsung.
- Sejak 1916 sudah ada arsitek C. Citroen yang telah ditunjuk oleh walikota Surabaya pertama A. Meijroos (1916-1920) untuk mendesign Kantor Balai Kota.
- Ada dua anggota dewan Kota: A. van Gennep dan J.M. Eschbach, yang tidak setuju dengan langkah walikota Meijroos dengan penunjukan langsung kepada C. Citroen dalam mendesign Balai Kota. Menurut mereka perlu diadakan sayembara seperti Kota Rotterdam dalam membangun Balai Kota nya. Tujuannya memberi kesempatan pada arsitek lainnya.
- Sayembara ini berjalan lama, yang terhitung mulai 1916 hingga masa masa akan dibangunnya Balai Kota 1925. Setidaknya hampir 10 tahun. Menurutnya, kala itu ketika ia masih menjabat sebagai walikota atau sebelum 1920, di Hindia Belanda tidak ada arsitek yang memiliki kompetensi menjadi juri untuk menilai karya karya peserta sayembara. Yang jelas ada peserta C. Citroen yang sudah mendaftar sejak 1916.
- Tambahan karya design baru pada 1922 ketika walikota Surabaya sudah beralih ke Dykerman, walikota kedua (1920-1926).
Sayembara Design
Dari data peristiwa di atas, terkait dengan pembangunan Balai Kota Surabaya pada 1925-1927, diduga ada kaitan Berlage dengan konsep perancangan atau design Balai Kota.
Berlage adalah bapak arsitektur modern di Belanda dan Eropa. Karyanya sudah menghiasi Surabaya pada 1901 dengan pembangunan gedung De Almemeene Maaatchappij van Levensverzekering en Lijfrente te Amsterdam, yang peletakan batu pertama dilakukan oleh Jan Von Hemert pada 21 Juli 1901. Karya ini membuka lembar karya karyanya di abad 20, yang tidak hanya di Hindia Belanda, tapi juga di dunia.
Namun Berlage baru datang langsung ke Hindia Belanda pada Februari – Juni 1923 atas undangan Pemerintah Hindia Belanda untuk memberikan ceramah kepada para arsitek muda, utamanya di Batavia dalam perancangan Kota Batavia.
Dalam kunjungan itu, Berlage juga datang ke Surabaya. Hasilnya adalah sketsa Kampung Ampel dan Pecinan Surabaya sebagai saksi mata terhadap wajah Surabaya.
Menurut harian Pemberita Makassar (1923), yang mengutip Soerabaishe Handelsblad, Berlage berbicara di Dewan Kota. Dalam momen itulah di tahun 1923, Berlage diduga bertemu para arsitek yang mengikuti sayembara mendesain Balai Kota, termasuk C. Citroen yang men-design Jembatan Gubeng.
Karena kedatangan Berlage bersifat resmi karena ada undangan dari pemerintah Hindia Belanda, maka bukan tidak mungkin ketika dia berbicara di Dewan Kota, di sana ia bertemu ada anggota dewan dan Wali Kota Dykerman, termasuk Citroen.
Dalam ceramahnya di Dewan Kota, Berlage memberikan pandangan bagaimana men-design bangunan yang harus adaptif terhadap lingkungan. Ini langsung terkait rencana pembangunan Jembatan Gubeng. Bahwa Jembatan Gubeng tidak hanya dibangun untuk menghubungkan dua kawasan yang ramai (Gubeng dan Simpang), tapi harus menghadirkan estestika Kota (Pemberita Makassar, 15 Juni 1923)
Dalam ceramah itu, bukan tidak mungkin, Berlage dimintai pendapat dan pandangan terkait dengan sayembara design Balai Kota yang tengah berlangsung karena pada tahun 1923 sudah ada karya-karya yang masuk, salah satunya karya Citroen.
Ini sangat beralasan dan masuk akal karena kehadiran Berlage di Hindia Belanda (1923) adalah atas undangan pemerintah Hindia Belanda untuk memberi wawasan kepada para arsitek muda di Hindia Belanda (Berlage’s Indische Reis, 2022).
Kehadiran Berlage di Surabaya pada 1923 sekigus menjawab kekuatiran Wali Kota Meijroos (1916) ketika mempertahankan argumentasinya di hadapan Dewan Kota terkait dengan penunjukan langsung proyek design Balai Kota kepada C. Citroen.
Dia mengatakan bahwa Citroen adalah arsitek berkompeten dan tidak ada jury yang mumpuni untuk menilai karya karya arsitektur jika diadakan sayembara.
Apalagi, saat itu, Meijroos berargumen bahwa belum tentu arsitek dari Belanda mengetahui kondisi alam di Hindia Belanda. Jadi mereka tidak bisa melihat dan menilai suatu bangunan yang didirikan di alam Hindia Belanda yang beriklim tropik, bukan beriklim seperti di Belanda. Ternyata Berlage justru memikirkan elemen elemen lokal yang estetik dalam perancangan bangunan.
Berlage di Dewan Kota, menyampaikan bahwa design harus mempertimbangan kondisi lokal: nature dan culture.
Kiranya atas ceramah Berlage di Dewan Kota pada Mei 1923 (karena Berlage di Surabaya pada kurun waktu 11-22 Mei 1923), dia telah turut andil memberikan gambaran bagaimana design Balai Kota Surabaya.
Ternyata dari beberapa design yang diterima panitia sayembara, karya Citroen menjadi juara. Ini bisa dilihat karena karena Citroen diwujudkan menjadi Kantor Balai Kota. Maka apa yang dapat dilihat dari gedung Balai Kota Surabaya adalah karya Citroen, yang mana gedungnya adaptif terhadap iklim tropis. Salah satunya adalah adanya koridor di lantai satu dan atas agar kalau hujan airnya tidak langsung masuk ruangan dan sinar matahari juga tidak langsung masuk.
Bagaimana pendapat Anda? (nanang purwono)