Penelitian Ilmiah, Siswa Al Hikmah dan Lab School Unesa Kunjungi Lodji Besar

Sejumlah pelajar SMA mendatangi Lodji Besar, Jalan Makam Peneleh 46, Surabaya, Sabtu (28/1/2023) sore. Kehadiran mereka terkait penelitian dengan mewawancarai pentolan Perkumpulan Begandring Soerabaia.

Para siswa yang melakukan penelitian tersebut berasal dari SMA Al Hikmah Surabaya dan Lab School Unesa Surabaya. Siswa Al Hikmah meneliti Begandring Soerabaia sebagai entitas perkumpulan. Sedangkan siswa Lab School Unesa meneliti Manten Pegon sebagai tradisi mantenan khas Surabaya.

Para siswi SMA Al Hikmah tersebut adalah Azalia Azzahrah, Azahra Aulia Putri dan Maulida Istianah. Mereka meneliti peran Begandring Soerabaia dalam kaitannya dengan Pelajaran Karya Ilmiah Remaja (KIR) di bidang edukasi sosial humaniora.

Di markas Begandring Soerabaia itu mereka ditemui pengurus Begandring, yakni Nanang Purwono (ketua), Kuncarsono (pendiri), Yatim S. Bakti (penasihat) dan Fathurrozi (publikasi).

Begandring Soerabaia dinilai hits karena intens melakukan penelitian di bidang sejarah dan budaya. Juga melahirkan karya-karya kolaboratif dengan berbagai pihak, diantaranya dengan Pemerintah Kota Surabaya.

“Karena itu kami ingin tahu bagaimana Begandring bisa melakukan kegiatan yang inspiratif dan bermanfaat bagi Surabaya,” tutur Azalia.

Azalia dan temannya menanyakan berbagai hal, mulai dari terbentuknya Begandring Soerabaia, siapa saja orang orang yang duduk dalam kepengurusan, kegiatan, dengan pihak mana saja Begandring berkolaborasi, apa saja yang menjadi objek penelitian dan apa harapan dan tujuan dalam berorganisasi.

Nanang Purwono menyatakan salut atas pertanyaan-pertanyaan yang sangat berbobot bagi siswa kelas 11 SMA.

“Meski masih SMA, pertanyaan pertanyaan mereka sudah setingkat mahasiswa. Pertanyaannya sangat analistis,” ungkap pria yang juga jurnalis senior itu.

Sambil ngobrol santai di atas panggung kecil di teras Lodji Besar, diskusi ilmiah pun berjalan santai tapi serius ala anak muda. Mereka merekam audio setiap pembicaraan.

Baca Juga  Abdi Dalem Kedhaton Ngayogyakarta Kunjungi Sumur Jobong.

Dari kegiatan wawancara itu terlihat formasi kerja kelompok yang apik, karena ketiga anggota kelompok itu bergantian melontarkan pertanyaan yang terstruktur.

Begitu sebaliknya, mereka juga ditanya oleh Nanang dengan tujuan untuk menambah pemantapan akan penelitian yang mereka lakukan.

“Dengan menjawab pertanyaan, mereka semakin lebih mengenal mengapa mereka melakukan penelitian,” jelas Nanang.

Misalnya, ketika ditanya, menurut pendapat mereka mengapa Begandring melakukan upaya pelestarian sejarah, budaya dan cagar budaya kota Surabaya?

Lalu dijawab bahwa ada banyak tempat di Surabaya yang menyimpan nilai sejarah, tapi ada yang kurang dipedulikan.

“Nah, kami menemukan bahwa komunitas Begandring mempunyai program yang berhubungan dengan pelestarian sejarah dan kami ingin mengetahui lebih jauh tentang peran Komunitas Begandring dalam melestarikan sejarah lokal surabaya,” jawab Azalia.

Mereka pun yakin bahwa dari hasil penelitian ini secara khusus akan memberikan manfaat bagi mereka bertiga.

“Iya, tentu saja penelitian ini akan bermakna. Selain kami bisa mengetahui tentang Komunitas Begandring, tanpa disadari kami juga jadi lebih mengenal tentang sejarah Surabaya,” ujar Azalia yang diamini dua temannya.

Dengan adanya penelitian ini, imbuh dia, diharapkan juga begandring semakin dikenal publik. “Untuk ke depannya, kami akan lebih memedulikan sejarah lokal Surabaya dan mengajak teman-teman kami agar lebih peduli pula,” kata Azalia.

Mereka juga sempat melihat seisi Lodji Besar yang dibangun pada 1907. Mereka sudah terbawa masuk pada nuansa proses pelajaran sejarah kota Surabaya. Menurutnya tempat ini mendukung proses berkegiatan Begandring Soerabaia.

“Dari yang saya amati, tempat ini memiliki nuansa yang unik seperti zaman dulu dan cocok digunakan untuk bercengkrama ataupun berdiskusi,” tegas Azalia.

“Dari arsitektur bangunan, hiasan yang dipilih mulai dari foto iklan jaman dahulu, lagu yang diputar, lampu – lampu  warna kuning, serta perabotan dan menu makanan yang dijual (apalagi yang namanya indische tadi, saya sangat tertarik). Markas Begandring memberikan nuansa tahun 1900-an, dan bisa membuat saya membayangkan suasana ketika dulu,” timpal Azahra Aulia Putri.

Baca Juga  Jika Hujunggaluh Ada di Surabaya, Itu Perlu Dipertanyakan!

Sementara Maulida Istianah mengaku mengati amati dari kunjungan ke kafe Lodji Besar. Di mana ada interaksi anggota Begandring satu sama lain yang dekat dan santai namun profesional.

“Hal ini bermakna bagi saya bahwa dengan interaksi yang santai seperti pertemanan, suatu komunitas dapat terbentuk kuat dan saling melengkapi. Yang menakjubkan adalah walaupun santai, Komunitas Begandring tetap dapat bekerja secara profesional.

Penelitian Ilmiah, Siswa Al Hikmah dan Lab School Unesa Kunjungi Lodji Besar
Yatim S. Bakti (kiri), narasumber penelitian Manten Pegon. foto: fathurrozi

Manten Pegon

Hal yang menarik juga terlihat saat beberapa siswa Lab School Unesa Surabaya mewawancarai Yatim S. Bakti. Pegiat sejarah senior itu diberondong pertanyaan seputar tradisi Manten Pegon.

Yatim juga menjadi narasumber dalam penulisan dan penyusunan buku Ensiklopedia Kearifan Lokal Kota Surabaya yang diterbitkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya.

Yatim menceritakan kesaksian dia melihat upacara tradisi khas Suroboyo itu. Apalagi dirinya pernah menggunakan tradisi Manten Pegon saat menikahkan anaknya.

“Tradisi ini merupakan percampuran adat, ada Jawa, Belanda, dan Arab. Menurut sebuah literasi, Manten Pegon ini sudah ada di tahun 1880-an,” jelas Yatim.

Ketika itu, Yatim mengaku menyewa perias pengantin yang usianya sudah 70 tahun, tinggal di Kampung Peneleh, Surabaya. Perias pengantin tersebut pernah dinobatkan sebagai Juara 2 Festival Manten Pegon 2003 di Balai Pemuda.

“Kami juga menyewa komponen pendukung Manten Pegon lainnya, di antaranya grup gamelan, penari, pesilat, dan MC yang terampil berbahasa Jawa,” jelasnya.

Keunikan inilah yang menarik perhatian siswi Lab School Unesa Surabaya. empiris pernah menikahkan anaknya dengan gaya Manten Pegon.

Kristania Ika Lestari dan Grecia Hamashia Allow yang melakukan penelitian, mengungkapkan jika pihaknya tidak hanya melahirkan sebatas laporan tekstual, tapi mereka akan menunjukkan pakaian pasangan Manten Pegon dalam bentuk peragaan busana.

Baca Juga  Surabaya sebagai Sajadah Sejarah Kota

“Busana Manten Pegon ini terbilang langka. Dari penelitian ini hasilnya akan diperagaan oleh siswi Lab School,” ungkap Kristiana.

Untuk diketahui, Manten Pegon adalah salah satu contoh objek dalam ritus yang menjadi salah satu dari 10 objek Pemajuan Kebudayaan. Ritus adalah tata cara pelaksanaan upacara atau kegiatan yang didasarkan pada nilai tertentu dan dilakukan oleh kelompok masyarakat secara terus menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya, antara lain, berbagai perayaan, peringatan kelahiran, upacara perkawinan, upacara kematian, dan ritual kepercayaan beserta perlengkapannya.

Selama ini, tidak hanya sekolah-sekolah yang menjadikan Begandring Soerabaia sebagai sumber penelitian. Masih ada lembaga lainnya yang njujug Begandring Soerabaia sebagai mitra dalam berbagai penelitian. Selain datang dari entitas dalam negeri, Begandring juga mitra dari lembaga –  lembaga luar negeri. (tim)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *