Kebon Dalem Dilihat dari Linguistik dan Sintaksis

Kebon Dalem dan Dalem Kebon sekilas sama, tapi berbeda dalam makna. Keduanya disebut frasa. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan.

Namun, kata-kata tersebut tidak membentuk subjek-predikat yang bermakna penuh. Secara harafiah Kebon artinya kebun dan Dalem adalah kediaman atau rumah.

Dalam ilmu bahasa (linguistik), prinsip dan peraturan untuk membuat susunan dua atau tiga kata (frasa) yang tidak membentuk makna dan susunan kata kata yang membentuk makna penuh (kalimat) disebut sintaksis.

Sedangkan dalam aturan tata bahasa Indonesia, kita kenal dengan hukum D-M yang merupakan singkatan “Diterangkan-Menerangkan”.

Berbeda dari bahasa Inggris, yang dikenal dengan hukum M-D yang merupakan singkatan dari ” Menerangkan-Diterangkan” seperti “good book”, bukan “book good” untuk mengatakan buku baik.

Dalam struktur tata bahasa Indonesia, segala sesuatu yang menerangkan terletak di belakang yang diterangkan. Lantas bagaimana dengan struktur dalam frasa “Kebon Dalem” dan “Dalem Kebon”, jika “Kebon” berarti kebun dan “Dalem” berarti kediaman.

Maka sesuai dengan hukum D-M untuk frasa “Kebon Dalem” bahwa kata “Dalem” menerangkan “Kebon”, yang artinya ada sebuah Kebon (kebun) di area tempat tinggal. Ini menggambarkan betapa luas dan besar sebuah tempat tinggal itu sehingga di dalam area tempat tinggal terdapat sebuah Kebon atau taman.

Berbeda dengan “Dalem Kebon” yang berarti di dalam area Kebon (kebun) terdapat sesuatu, bisa tempat tinggal. Misal di sebuah area perkebunan kopi, di sana terdapat sebuah rumah. Di dalam kebon ada sebuah rumah.

Masih dari tinjauan linguistik dan sintaksis, jika kata “dalem” dalam frasa “Kebon Dalem” adalah possesive (kata sifat yang mengandung makna kepemilikan), maka “kebon dalem” artinya “Kebon milik nDalem atau rumah di mana pembesar tinggal”.

Baca Juga  Trowulan Beraksara Kawi Kembali

Seperti halnya jalan Kebon Rojo yang dapat diartikan “Kebon miliknya raja”. Dalam arti possesive atau kepemilikan bahwa kebon itu (kebon dalem atau kebon rojo) adalah miliknya Dalem atau Raja.

Di Surabaya ada nama sebuah kampung yang bernama “Kebon Dalem”. Kampung ini berada di Timur kali Pegirian, persis di seberang Kampung Ampel (Denta).

Di lingkungan perkampungan Kebon Dalem ini terdapat kompleks Makam Sentono Agung Boto Putih, yang merupakan kompleks pemakaman para bupati Surabaya. Komplek makam ini sudah ada sejak era Majapahit. Disana ada Makam Kiai Ageng Brondong yang menurunkan para bupati Surabaya.

Menurut sumber buku “Silsilah Pangeran Lanang Dangiran, Kyai Ageng Brondong” bahwa sebelum meninggal, Pangeran Lanang Dangiran bermukim di Pedukuhan setempat. Yaitu, di Kebon Dalem atau Boto Putih.

Dari toponimi “Kebon Dalem” ini diduga bahwa dulu pernah ada kebon (kebun) yang berada di dalam area permukiman atau perkampungan atau pedukuhan. Bisa dibayangkan betapa luasnya area pedukuhan itu sehingga di dalamnya terdapat fasilitas kebun.

Kebon Dalem Dilihat dari Linguistik dan Sintaksis
Sebuah makam kuno dengan inskripsi yang masih nampak. foto: begandring

 

Kebon Dalem dan Citraland

Luasan pedukuhan dengan taman, kebun atau pekarangan di dalamnya sebagai bentuk utilitas atau infrastruktur pedukuhan bagai keberadaan permukiman luas dan elite di kawasan Surabaya Barat seperti Citraland, yang di dalamnya terdapat fasilitas kebun atau taman.

Maka, bisa dibayangkan pedukuhan Kebon Dalem di Surabaya yang sekarang menjadi perkampungan Kebon Dalem padat penduduk yang terdiri dari beberapa Gang.

Pedukuhan Kebon Dalem di lingkungan Pegirian ini tidak jauh dari Pedukuhan Ampel Denta. Keberadaan kedua pedukuhan itu hanya dipisahkan oleh Kali Pegirian.

Bisa jadi Pedukuhan Kebon Dalem adalah kawasan permukiman elite, yang ditata di luar batas sungai dimana pedukuhan Ampel Denta berada. Pedukuhan Ampel Denta secara geografis berada di antara Kalimas (batas barat) dan Kali Pegirian (batas Timur). Adalah tidak mungkin mengembangan permukiman di lahan di antara batas sungai itu.

Baca Juga  Duh, Eks Rumah Sakit Kelamin Surabaya Dibongkar

Maka, logikanya, perkembangan wilayah mengambil lahan yang masih memungkinkan untuk berkembang. Yaitu di luar batas sungai. Maka dibuatlah permukiman di Timur sungai Pegirian. Hingga sekarang nama Kebon Dalem menjadi nama nama perkampungan di sana.

Bisa dianalogikan bahwa permukiman Kebon Dalem di masanya bagai permukiman elit di kawasan Surabaya Barat sekarang.

Di Surabaya nama tempat yang menyandang nama “Kebon” ada dua. Yaitu Kebon Rojo dan Kebon Dalem. Dulu, menurut GH Von Faber dalam. Bukunya Er Werd Een Stad Geboren (1953), pernah ada nama pedukuhan di antara dua sungai: Kalimas dan Kali Pegirian. Yaitu, Kebon Urang atau tambak udang, yang sekarang menjadi Bunguran.

Menurut peta peta lama Surabaya, kawasan itu ditulis Javasche Wonning yang berarti permukiman Jawa atau pribumi. Pertanyaannya adalah siapakah yang menghuni lahan yang disebut Kebon Dalem itu? (nanang purwono)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *