Begandring.com – Rumah Lahir Bung Karno (RLBK) di Pandean IV/40 Surabaya telah resmi menjadi museum dan menjadi salah satu spot bersejarah penting di lingkungan Peneleh.
Rumah ini diakuisisi oleh Pemkot Surabaya pada 2020 setelah diketahui sebagai tempat kelahiran Soekarno, presiden pertama RI, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Peter A Rohi pada 2010. Awalnya rumah ini ditempati oleh warga, Siti Jamilah, yang memang tidak tau bahwa rumahnya adalah tempat lahir Bung Karno.
Sang pemilik merasa gembira dan sekaligus takut dengan status rumahnya sebagai tempat lahir Bung Karno. Banyak orang berdatangan ke rumahnya dengan beragam kepentingan sejak tahun 2010. Penulis juga sempat datang pada 2011 untuk mengetahui di ruangan mana Soekarno dilahirkan. Siti Jamilah ketika ditanya juga tidak bisa menjawab.
Sesungguhnya banyak warga di Kampung Pandean tidak mengetahui bahwa rumah nomor 40 itu tempat lahir Bung Karno kecuali ada warga (almarhum) yang sempat ditanya oleh Peter A. Rohi dalam proses penelitiannya.
Emma A. Ch Mardjuki, yang tinggal di depan Rumah Lahir Bung Karno (satu rumah sebelah baratnya), mengatakan bahwa dirinya tidak tau bahwa sebelumnya rumah di nomor 40 itu adalah tempat lahir Bung Karno. Rumah itu, sebelumnya, juga pernah ditempati oleh kakak kakaknya: Andi F. Anwar (alm. 2010) dan Nani Charuroh (alm. 2011).
Emma A. Ch Mardjuki (55) adalah bagian dari keluarga besar Ch. Mardjuki yang asli warga Pandean secara turun menurun dan memiliki beberapa rumah di Pandean IV. Ia anak ke 10 dari 10 bersaudara.
Almarhum Ch Mardjuki (1921-1986) adalah orang tua Emma. Menurut Emma bapaknya juga tidak tau bahwa rumah no 40 adalah tempat kelahiran Soekarno. Yang Emma ketahui tentang rumah itu adalah bahwa di tempat itu pernah ada usaha percetakan.
Bukan percetakan baru, tapi percetakan lama. Emma tidak mengetahui mulai kapan usaha percetakan itu ada. Namun dari alat percetakan yang dipakai dengan sistim manual, yang mana sebuah kata harus disusun dan ditata per huruf dan sebuah kalimat disusun per kata, menunjukkan bahwa alat percetakan itu kuno.
Alat percetakan ini diduga seperti yang pernah ada di percetakan Fuhry yang beralamat di jalan Tanjung Anom Surabaya. Kini perusahaan percetakan itu sudah tidak ada, berikut mesin mesin percetakan antiknya. Penulis pernah datang dan masuk ke percetakan itu pada 2005. Alat alatnya kuno dan antik. Sekarang percetakan itu sudah dibongkar. Status kepemilikan terakhir adalah milik Perusahaan Wira Usaha Jatim.
Alat percetakan seperti itulah yang dapat diingat oleh Emma, di rumah yang kini menjadi museum RLBK. Selain Emma, warga lain yang pernah melihat alat percetakan itu adalah Ari (46), masih kerabat Emma, yang juga sama sama warga asli Pandean. Dulu, Ari beserta orang tuanya tinggal di rumah kuno sederet dengan rumah lahir Bung Karno. Berjarak lima rumah ke sebelah timur dari RLBK.
Rumah yang pernah ditempati Ari itu kini dikontrak orang lain. Hingga sekarang modelnya masih kuno, berpilar. Pun juga dengan rumah yang ditempati Emma. Rumah lama berarsitektur Indiesch. Rumah Lahir Bung Karno pun asalnya seperti rumah kuno yang ditempati Emma.
Rumah Lahir Bung Karno mengalami perubahan bentuk dan tata ruang ketika rumah itu difungsikan sebagai rumah percetakan. Bagian terasnya dialih fungsikan untuk menempatkan mesin percetakan. Sehingga teras berubah menjadi sebuah ruangan dalam. Tidak kelihatan gaya gaya Indiesch nya. Kecuali bagian lis yang menjadi pertemuan tembok dan plafon. Di sana masih ada lis lama yang menunjukkan rumah lama. Lis ini serupa dengan lis ynag ada di rumah Emma.
Diduga sejak awal tahun 1980-an perusahaan percetakan ini tutup dan dipakai sebagai rumah tangga sampai akhir nya tahun 2010 diketahui rumah itu sebagai tempat lahir Bung Karno. Sejak Mei 2023, bangunan rumah itu menjadi sebuah museum. (nng)
Menurut cerita ibu saya, ini adalah rumah tinggal keluarga kami di tahun 1980an. Andi Anwar adalah nama kakek saya dari jalur ayah. Saya pribadi tidak ingat memori di rumah ini. Tapi benar ayah saya dulu mengelola percetakan keluarga dg nama Delta Viva. Sayang ayah saya sudah almarhum. Ibu saya juga sudah pikun. Berikut saudara2 beliau juga sudah almarhum terkecuali Om yang terkecil masih hidup dan sekarang tinggal di Malang.