Pengembangan Kalimas untuk Potensi Wisata Kota

Mendengar judul berita koran Jawa Pos, Selasa (7/12) “Tak Asli Lagi, Puluhan Bangunan Lawas Gagal Jadi BCB”, ngeri dan ngeri. Namun, kabar ini tentu terdengar manis di telinga para kapitalis. Karena, cepat atau lambat mereka bisa merobohkan bangunan bangunan lawas yang sudah tidak asli lagi untuk kepentingan ekonomi dan sah sah saja karena bangunan bangunan itu belum terlindungi hukum. Tidak salah dan itu hak mereka. Toh bangunan bangunan lawas itu milik mereka. Meski sesungguhnya bangunan bangunan lawas itu masih dibutuhkan kota untuk menjaga jati dirinya.

Bangunan bangunan lawas yang dimaksud sebagaimana ditulis dalam surat kabar Jawa Pos itu adalah bangunan bangunan lawas yang menjadi pagar Kalimas di Jalan Kalimas Timur dan Kalimas Barat. Di kedua jalan yang dulu bernama Oost Kalimas dan West Kalimas ini memang masih terdapat bangunan bangunan lawas yang berfungsi sebagai pergudangan. Fungsinya konsisten. Dulu sebagai gudang. Kini juga sebagai gudang. Ke depan kiranya masih akan sebagai gudang. Tidak alih fungsi. Tapi berpotensi alih wajah alias face off.

Face off ini cepat atau lambat juga akan terjadi. Di ujung selatan jalan Kalimas Barat misalnya sudah berdiri bangunan baru yang berfungsi sebagai gudang. Bangunan lamanya sudah tiada alias dibongkar. Ini berarti facing off sudah mulai. Sementara di jalan Kalimas Timur terdapat bangunan yang hanya tinggal wajahnya saja (fasade). Bagian dalam dan belakang sudah dibongkar. Di dalam dipakai lahan parkir truk dan kendaraan berat lainnya. Beberapa bangunan lainnya kondisinya memprihatinkan, rusak karena alam, yang pada akhirnya dianggap membahayakan. Akibatnya, bisa berpotensi dibongkar atau memang sengaja dibiarkan agar cepat rusak karena alam.

Sebelumnya pernah terdengar kabar bahwa kawasan pergudangan di jalan Kalimas Timur dan Kalimas Barat ini merupakan kawasan cagar budaya. Tapi, setelah membaca surat kabar di Jawa Pos (7/12) kekhawatiran muncul. Yaitu kekhawatiran akan hilangnya saksi bisu sejarah sungai Kalimas di utara Surabaya. Bangunan bangunan lawas ini dulunya merupakan fasilitas publik untuk mendukung jaringan perdagangan dan industri kota Surabaya. Menurut Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Surabaya, Ir. Retno Hastijanti, koridor jalan Kalimas Timur sudah ditetapkan sebagai kawasan Cagar Budaya, yang berarti bangunan bangunan lawas yang berdiri berjajar di sepanjang jalan Kalimas Timur sudah mendapat perlindungan hukum. Sementara koridor jalan Kalimas Barat belum diterapkan sebagai kawasan Cagar budaya.

Baca Juga  Mengembalikan Motto Kota Surabaya, Kenapa Susah?

Dari pengamatan lapangan pada Rabo (8/12) ada bangunan lawas yang masih utuh. Ada juga yang tinggal fasade nya. Sementara di bagian dalam dan belakang sudah dibongkar dan dipakai lahan parkir. Ada pula yang sudah berdiri bangunan baru. Hasti menambahkan bahwakawasan itu, jalan Kalimas Timur dan Kalimas Barat adalah aset PT. Pelindo.

BAGAIMANA PENETAPAN STATUS CAGAR BUDAYA PADA ATAS ASET PIHAK SWASTA (BUKAN ASET PEMERINTAH) 

Pegiat sejarah dari Forum Begandring Soerabaia, Kuncarsono Prasetyo, mempertanyakan apakah aset dan bangunan milik swasta atau pihak lain tidak bisa ditetapkan sebagai cagar budaya. Contoh terbaru tentang upaya pencagar-budayaan atas aset milik pihak lain (bukan milik pemerintah kota) adalah benteng Kedung Cowek. Bangunan bersejarah di tepi pantai itu milik Kodam V Brawijaya. Awalnya aset itu belum berstatus cagar budaya, tapi kini sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Artinya bahwa bangunan milik pihak lain bisa ditetapkan sebagai cagar budaya. Masih banyak bangunan yang telah berstatus cagar budaya adalah milik swasta.

Pun demikian dengan kawasan cagar budaya. Contohnya adalah jalan Tunjungan yang sudah menjadi koridor cagar budaya. Penetapan benda, bangunan dan kawasan menjadi cagar budaya adalah upaya perlindungan atas nilai nilai penting pada aset tersebut. Kawasan di jalan Kalimas Timur dan Kalimas Barat tentu memiliki nilai nilai bersejarah. Kawasan ini sangat terintegrasi dengan kanal Kalimas yang di eranya, masa kolonial, merupakan jalur dan kawasan perdagangan kota Surabaya. Kawasan pergudangan di jalan Kalimas Timur dan Barat menjadi pendukung sungai Kalimas yang akan dikembangkan sebagai wahana wisata air yang berbasis sejarah.  Kawasan pergudangan di jalan Kalimas Timur dan Barat adalah sejarah kota Surabaya.

Baca Juga  HUT Begandring.com Bareng Peringatan Hari Pers Nasional, Mengapa?

Dalam terbitan harian Jawa Pos, Rabo (8/12), Pelindo, yang disebut sebut memiliki lahan atau kawasan di jalan Kalimas Timur dan Barat, kini tengah berkolaborasi dengan pemerintah kota Surabaya untuk pengembangan wisata Kalimas. Misalnya pihak Pelindo sudah membangun Taman Petekan yang dilengkapi dengan dermaga apung. Bahkan Pelindo akan mendatangkan kapal dari Labuhan Bajo untuk dipakai sebagai kapal wisata yang bisa mengkoneksikan Kalimas dengan Selatan Madura. Selain itu, kiranya juga perlu ada koneksi antara Kalimas di selatan (Monumen Kapal Selam) dengan Taman Petekan yang tentu saja menyusuri kali dari tengah kota hingga ke utara. Di sepanjang rute sungai ini menyimpan banyak cerita sejarah yang bisa diungkap dan diceritakan dari atas perahu.

Sebagai perbandingan di sungai Sain di Paris, sungai Thames di London serta sungai Amstel di Amstetdam, perahu perahu wisatanya sudah menawarkan pemandangan kota yang dilihat dari atas sungai. Khususnya di kota Amsterdam, keindahan bangunan bangunan lawasnya yang berjajar bagai pagar adalah bagian dari wisata air yang berbasis sejarah itu. Pun demikian dengan infrastruktur sungai nya, khususnya plengsengan kali dan kanalnya. Kontruksi nya terbuat dari susunan batu bata yang selain terlihat rapi, tampilannya menjadi artistik dan sangat menjadi sajian spot foto yang bisa diambil dari atas perahu. Kontruksi sungai seperti itu masih bisa didapati di Kalimas, terutama di belakang halte yang dipakai stan bunga dan warung.

SURABAYA URBAN TRACK (SUBTRACK) DI ATAS KALIMAS

Tim Begandring Soerabaia pernah menyusuri Kalimas dari selatan hingga ke utara. Kuncarsono, yang ketika itu mengikuti susur sungai Kalimas, mengatakan ada keindahan tersendiri ketika pemandangan kota dilihat dari atas sungai dan ternyata banyak warga kota belum pernah melihat keindahan itu. Kalau toh pernah melihat tapi sebatas dari dermaga Taman Prestasi hingga Monkasel atau ke kawasan Genteng lalu balik ke Taman Prestasi. Mereka belum pernah melihat keindahan kota dari atas air hingga ke kota tua Surabaya.

Kabid Permukiman DPRKP CKTR Kota Surabaya Adi Gunita mengatakan Pemkot telah menyusun perencanaan program pengembangan wisata air Kalimas. Ada sejumlah pembangunan yang akan dilakukan pada 2022. Yaitu fokus pada penataan bantaran Kalimas (JP 08/12). Atas rencana itu Forum Begandring Soerabaia mencoba ikut berkontribusi dengan memberikan masukan yang bisa dipakai sebagai bahan referensi pengembangan Kalimas. Begandring Soerabaia memberikan contoh pelestarian dan sekaligus penataan Kalimas seperti penataan Kali di kota Amsterdam ketika melakukan study banding di kota Amsterdam.

Baca Juga  Rekonsiliasi Budaya Indonesia - Belanda Terkait Pergeseran Aksara Jawa ke Aksara Latin.

Karenanya bangunan bangunan lawas yang ada di Koridor Jalan Kalimas Timur dan Kalimas Barat perlu mendapat perhatian dalam rangka pengembangan Kalimas sebagai aset pariwisata yang berbasis sejarah. Kukuh Yudha Pradana, dosen FIB Unair Surabaya, dalam sebuah diskusi bersama Forum Begandring Soerabaia di Lodji Besar pada Selasa malam (8/12) bertanya apakah penetapan status cagar budaya atas aset aset yang ada di kota terkait dengan potensi bertambahnya anggaran pemerintah kota untuk perawatan dan pelestarian cagar budaya.

Berdasarkan Perda Kota Surabaya no 4 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Surabaya tahun 2021-2026, terdapat alokasi anggaran sebesar Rp. 1.461 M (2022), Rp. 1.177 M (2023), Rp. 1.367 M (2024), Rp. 1.446 M (2024) dan Rp. 1.514 M (2026). Alokasi anggaran ini untuk mendukung Program Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya yang ada pada Bidang Urusan Pemerintahan dan Program Prioritas Pembangunan selama 2021-2026. Ada penurunan alokasi anggaran dari 1,4 M (2022) ke 1.1 M (2023).

Apakah alokasi anggaran per tahun sebagaimana tersebut dalam RPJMD dirasa sudah cukup untuk urusan pelestarian dan pengelolaan cagar budaya kota Surabaya?

Berapapun alokasi anggaran, tentu perlu ada ketersediaan anggaran untuk pelestarian dan pengelolaan Kalimas sebagai aset wisata air yang berbasis sejarah. Kalimas sudah menjadi identitas kota jauh sebelum bangsa kolonial masuk. Kalimas semakin berperan dalam perkembangan dan pembangunan kota di era kolonial. Kini dan mendatang Kalimas harus bisa menjadi tumpuan pembangunan karakter warga kota dan pembangunan kesejahteraan warga kota melalui pengembangan di sektor pariwisata. (*).

Ditulis Oleh : Nanang Purwono, jurnalis senior, ketua Begandring Soerabaia

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *