Radio Suara Surabaya Ikut Bumikan Aksara Jawa.

Begandein.com: Surabaya (27/10/23) – Upaya membumikan Aksara Jawa di Surabaya mengudara lewat Radio Suara Surabaya (SS) pada Kamis malam (27/10/23). Kebanyakan orang berpendapat jika suatu isu kota Surabaya diudarakan lewat Radio Suara Surabaya berarti isu itu sudah viral atau bekal menjadi viral.

Program radio interaktif di Suara Surabaya dengan tema Membumikan Aksara Jawa di Kota Surabaya. Foto: ss/Begandring.

Belakangan, yang sudah menjadi pembicaraan publik adalah digunakannya aksara Jawa di Balai Kota Surabaya dan di Taman Apsari, yang persis berada di depan Gedung Negara Grahadi, yang menjadi simbol pemerintah provinsi Jawa Timur. 

Pemasangan Aksara Jawa dalam bentuk signage ini tidak lepas dari instruksi walikota Surabaya, Eri Cahyadi, yang secara lisan diucapkan pada 11 September 2023 dan ditindaklanjuti secara formal melalui Surat Sekretaris Kota Surabaya atas nama Walikota Surabaya tertanggal 19 September 2023 tentang Penggunaan Aksara Jawa pada kantor kantor di lingkungan pemerintah Kota Surabaya.

Selain itu Walikota juga menyampaikan bahwa pemasangan aksara Jawa harus sudah rampung sebelum tanggal 10 November 2023. Telah mengawali penggunaan Aksara Jawa (Hanacaraka) di Surabaya adalah Balai Kota Surabaya dan Taman Apsari.

Pada kamis malam (26/10/23) dalam program talkshow Lazuardi, yang dibawakan oleh Bung Bintang, mengangkat tema “Membumikan Aksara Jawa di Surabaya” dengan narasumber Nanang Purwono, Ketua Begandring Soerabaia. Program berdurasi satu jam ini dimulai dari pk. 19.00 hingga 20.00 dan berjalan dengan begitu cepatnya. 

Di ruang studio SS usai siaran. Dari kiri: Alvin Goldianno, Bung Bintang dan Nanang Purwono. Foto: Begandring.

Program, yang dibuka interaktif ini, dibanjiri oleh penelpon. Mereka yang diijinkan masuk mengudara oleh gatekeeper saja sampai sepuluh penelpon. Selebihnya belum bisa masuk mengudara karena harus antri dan waktu sudah habis. Demikian pula dengan pesan Whatsapp yang masuk dan yang sempat dibacakan, jumlahnya lumayan.

Baca Juga  Kembalinya Aksara Jawa di Surabaya di Mata Para Tokoh

Dari semua penelpon dan pengirim WA yang sempat dibacakan oleh Bung Bintang sangat senang dengan hadirnya Aksara Jawa di kota Surabaya. Para penelpon ini beragam latar belakang. Ada warga umum, pekerja hingga dosen dari Jurusan bahasa Jawa di Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Secara umum mereka mengakui Aksara Jawa adalah warisan budaya yang patut dilestarikan dan bahkan dikembangkan. Menurut narasumber Nanang Purwono bahasa adalah salah satu dari 10 obyek pemajuan kebudayaan sebagaimana tertuang dalam UU 5/2017.

 

Langkah Berani Eri Cahyadi

Nanang menambahkan bahwa walikota Surabaya, Eri Cahyadi, mengambil langkah yang berani ketika menetapkan penggunaan Aksara Jawa di kota Surabaya. Aksara Jawa itu lambang tradisi. Sementara Kota Surabaya adalah lambang modernisasi. Di sanalah ketika tradisi bertemu dengan modernisasi. Yaitu ketika Aksara Jawa hadir di kota Surabaya.

Nanang Purwono membubuhkan tulisan Suara Surabaya dalam aksara Jawa sebagai kenangbkenangan untuk SS Radio. Foto: ss/Begandring.

Kota Surabaya adalah kota heterogen. Masyarakatnya berlatar belakang campuran. Mereka tidak hanya orang Jawa, tapi ada orang Sunda, Makasar, Bali dan lainnya yang bersifat Nusantara. Surabaya tidak satu bahasa daerah. Ada beragam bahasa daerah di sini.

“Secara historis aksara Jawa adalah aksara yang pernah populer di Surabaya di zamannya. Tapi seiring dengan hadirnya aksara latin, akhirnya, seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan yang terjadi, aksara Jawa terdegradasi”, jelas Nanang.

Aksara Jawa hadir di tengah tengah masyarakat Surabaya yang semakin majemuk. Tetapi justru kemajemukan itu menjadi kekuatan yang besar karena sifat orang Surabaya yang gemar bergotong royong. Bahkan Walikota Eri Cahyadi sering mengatakan bahwa sifat rakyat Surabaya itu suka gotong royong untuk satu tujuan bersama. 

Baca Juga  Begandring-TVRI Bikin Film Dokumentar, Eri Cahyadi Datangi Lodji

Pun demikian dengan kembalinya aksara Jawa di Surabaya, niscaya keberagaman rakyat Surabaya akan menjadi lebur dalam kegotongroyongan. Yakni gotong royong memajukan aksara Jawa. 

 

Merawat Bumi Majapahit

Kiranya Aksara Jawa ini nantinya tidak hanya kembali di Surabaya, tetapi juga hadir di Jawa Timur. Selama ini kembalinya Aksara Jawa di Surabaya yang telah diawali oleh langkah kongkrit Eri Cahyadi menjadikan kawan kawan pegiat aksara di kabupaten lainnya di jawa Timur berharap daerahnya bisa meniru Kota Surabaya.

Program.Provinsi Jawa Timur yang bisa menjadi pintu masuk dan sekaligus pijakan membumikan aksara lokal di Jawa Timur. Foto: ss/Begandrin

Membumikan aksara Jawa di Jawa Timur bukannya hal yang tidak mungkin. Selama ini Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Kominfo Jatim mempersembahkan acara talkshow “Merawat Bumi Majapahit”, yang juga disiarkan secara rutin melalui Stasiun Radio Suara Surabaya.

Nama program “Merawat Bumi Majapahit” ini tidak main main. Nama ini mengandung kebesaran Majapahit yang ‘Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Kerta Raharja”. 

Gemah Ripah Loh Jinawi bermakna kondisi masyarakat dan wilayah yang subur makmur. Sedangkan Toto Tentrem Kerto Raharjo menggambarkan keadaan suatu wilayah yang tertib, tentram, sejahtera, serta berkecukupan segala sesuatunya.

Itulah gambaran bumi Majapahit yang kita warisi sekarang. Wajar kiranya jika bumi yang kita warisi ini harus dirawat, dirumat dan bahkan diruwat agar buminya senantiasa menghidupi masyarakatnya sekarang dan mendatang.

Merawat Bumi Mojopahit bisa dimaknai merawat budayanya, termasuk merawat aksara dan bahasanya. Kala itu bahasa yang dikenal dan dipakai di Majapahit adalah Kawi berikut aksaranya sebelum akhirnya bergeser ke aksara Jawa.

Karenanya Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, bisa hadir dalam mempertegas programnya “Merawat Bumi Majapahit”, yang selama ini pemajuannya sudah dikerjasamakan melalui siaran radio dengan Suara Surabaya.

Baca Juga  Cerita Cekak: Kekancanan (*)

Gubernur bisa mengajak seluruh warga Jawa Timur merawat aksara lokalnya sebagai bagian dari wujud merawat bumi Majapahit (Jawa Timur), misalnya dengan terlebih dahulu menulis aksara Jawa bersama Forkopimda dengan menulis matranya masing masing.

Misalnya Gubernur menulis “Jer Basuki Mawa Bea”, Pangdam V Brawijaya menulis “Bhirawa Anoraga”, Panglima Koarmada II menulis “Jalesveva Jayamahe”, Kapolda Jatim menulis “Bhayangkara” dan Kepala Kejati Jatim menulis “Adhyaksa”.

Semua matra itu adalah local wisdom yang seharusnya pantas ditulis dalam aksara lokalnya, yakni aksara Jawa. Tentunya akan sangat indah jika nama nama itu ditambahkan tulisan Aksara Jawa. 

“Nah, penulisan masing masing matra dalam aksara Jawa ini bisa dipakai untuk membuka peluang membumikan aksara Jawa di Jawa Timur dan untuk semakin memperteguh  merawat Bumi Majapahit yang selama ini menjadi program pemerintah provinsi Jatim”, pungkas Nanang. (tim).

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *