Kongres Bahasa Jawa (KBJ) VII Harus Hasilkan Keputusan Nyata, Tidak Normatif

Begandring.com: Surabaya (3/11/23) – Bahasa Jawa seolah tidak menghadapi bahaya seperti halnya Aksara Jawa sehingga perlu upaya membumikan aksara Jawa. Di Surabaya Walikota menurunkan surat perintah penggunaan aksara Jawa sebagai bentuk mitigasi budaya (aksara Jawa).

Sebagai pengguna bahasa Jawa dan saking dekatnya dengan bahasa itu sendiri, sang pengguna sering dibuat terlena. Mereka tidak menyadari bahwa di sekelilingnya telah hadir peradaban manca. Bahasa asing. Perlahan tapi pasti peradaban baru itu menggesernya.

Kota Surabaya semakin heterogen. Di era kolonial dan dibuktikan dengan fakta perkuburan Eropa Peneleh, penduduk Surabaya sudah terdiri dari berbagai kebangsaan, kosmopolitan:  Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, China dan Jepang.

Belum lagi suku bangsa dari belahan Nusantara seperti Bugis, Ambon, Sunda, Batak, Melayu Bali dan Papua serta Madura. Masing masing memiliki bahasa yang berbeda dari bahasa Jawa.

Heterogenitas ini secara langsung berpengaruh pada bahasa ibu penutur lokal. Pengaruh lingkungan secara sosial dan budaya berdampak pada penutur lokal. Disana terjadi pergeseran penggunaan bahasa. Biasanya menggunakan bahasa ibu, karena tuntutan dan penyesuaian lingkungan, penutur lokal tidak lagi utuh menggunakan bahasa lokal (Jawa), tapi bergeser ke bahasa Indonesia dan bahasa lainnya baik Nusantara maupun Mancanegara.

Belum lagi ditambah dengan adanya kawin campuran. Munculnya bahasa baru akan berpengaruh kepada lingkungan keluarga. Penggunaan bahasa pun saling menyesuaikan. Cepat atau lambat, bahasa Jawa akan tergantikan oleh bahasa lainnya.

Kongres Bahasa Jawa (KBJ) VII di Surakarta. Foto: nng/Begandring.

Karena itu perlu adanya mitigasi kebudayaan. Yakni upaya upaya dalam menjaga eksistensi budaya, pelestarian budaya. Kegiatan kegiatan masyarakat dalam hal perlindungan budaya sangat diperlukan kehadirannya. Termasuk kehadiran Kongres Bahasa Jawa (KBJ).

Baca Juga  Bung Karno Titisan Jawara Curabhaya

Tahun ini (2023) Kongres Bahasa Jawa ke VII diadakan di kota Surakarta. Salah satu agenda penting adalah pengajuan dan upaya mendapatkan ISO.

ISO utamanya ISO 3166 dan ISO 369 adalah ISO untuk mendefinisikan kode huruf dan/atau angka yang diakui secara internasional yang dapat kita gunakan saat merujuk pada negara dan turunannya (subdivisinya).

Jika bahasa tidak didaftarkan maka kode dan sistemnya tidak terbaca di perangkat apapun dan dianggap tidak ada, sebagai bentuk pemajuannya. Jika Bahasa dianggap tidak ada maka topik yang lebih detail seperti terjemahan, transkripsi, dan interpretasi juga tidak akan ada, apalagi kompatibel. 

Kalaupun bisa muncul di perangkat, maka tampilannya akan acak acakan karena kode dan pemrograman komputer tidak mengenali bahasa yang tidak terdaftar. Untuk itu perlu ada political will dari pemerintah sebagai salah satu skema dalam kerja kolektif dan kolaboratif.

Sebagai suatu contoh bahwa di Surabaya sudah ada komunitas Begandring Soerabaia yang bergerak di bidang sejarah dan budaya. Komunitas ini menyadari kekuatan yang ada dan potensial menjadi kekuatan kolektif.

Pada saatnya kekuatan potensial itu, mengkristal menjadi kekuatan baru yang mendorong percepatan proses pendaftaran ISO.

Kongres Bahasa Jawa (KBJ) adalah kegiatan lima tahunan yang menyerap banyak anggaran di penghujung tahun. Tahun 2011 KBJ ke V diadakan di Surabaya. Tahun 2016 KBJ ke VI diadakan di Jogjakarta dan tahun 2023 KBJ ke VII diadakan di Surakarta. 

Diharapkan hajatan pesta kebudayaan di hotel berbintang ini tidak sekedar menghasilkan keputusan keputusan normatif, tapi lebih ke tindakan nyata menjawab target target Kongres. (nng) 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *