Kukuhkan Surabaya sebagai Titik Jalur Rempah Nusantara

Kota Surabaya mengukuhkan diri sebagai titik Jalur Rempah Nusantara. Berbagai kegiatan pun digelar untuk menandainya. Di antaranya, sarasehan, pameran foto, jelajah jejak jalur rempah, gala dinner, kunjungan ke Trowulan, dan pemberangkatan Muhibah Jalur Rempah menggunakan Kapal Dewa Ruci dari Pelabuhan Tanjung Perak, Rabu (1/6/2022).

Mengawali kegiatan, digelar pameran dan sarasehan Sejarah Jalur Rempah di Balai Pemuda, 27-29 Mei 2022. Hadir sebagai narasumber, Prof Purnawan Basundoro (Dekan FIB Unair dan Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Jawa Timur) dan Nanang Purwono S.Pd (Ketua Perkumpulan Begandring Soerabaia).

Dalam paparannya, Purnawan mengatakan, Surabaya dari masa ke masa menjadi saksi aktivitas dan dinamika perdagangan rempah-rempah. Surabaya menjadi titik simpul bertemunya produk rempah dari Timur Indonesia dan pedalaman Jawa.

“Dari pedalaman Jawa, hasil bumi ini ditransportasikan melalui sungai, baik itu sungai Brantas maupun Bengawan Solo,” terang dia.

Menurut Purnawan, komoditas rempah-rempah ini sudah diketahui ada di era Kerajaan Majapahit pada abad 14. Keberadaannya makin jelas ketika masuk era kolonialisasi, di mana Surabaya menjadi gerbang perhubungan dan ekspedisi produk rempah-rempah.

Nanang Purwono, Mastri, dan Purnawan Basundoro di Balai Pemuda. foto:begandring

 

Sementara itu, Nanang Purwono menyajikan film pendek berdurasi 9 menit. Film ini hasil dari penelusurannya ke beberapa tempat yang diduga menjadi penanda sejarah adanya komoditas rempah-rempah di Surabaya.

“Dalam film pendek ini jelas menggambarkan Pelabuhan Rakyat (Pelra) Kalimas, Kali Pegirian, kawasan relegi Sunan Ampel, Pasar Pabean, Jembatan Merah dan kawasan Kota Lama Surabaya,” papar Nanang.

Jelajah Pasar Pabean

Selasa (31/1/2022), sebanyak 35 peserta Muhibah Jalur Rempah yang akan menjelajah lautan Nusantara, mengunjungi jejak-jejak rempah di Surabaya. Mereka berkumpul di Kampung Baru untuk mengawali penjelajahan. Di tempat ini, mereka diajak melihat bangunan bekas menara pengawas kesyahbandaran Kalimas berlogo Kota Surabaya dan Kota Batavia (kini Jakarta).

Baca Juga  Kisah Pembangunan Balai Kota Surabaya yang Berliku

Dalam penjelajahan, kelompok peserta Muhibah Jalur Rempah dibagi dua. Kuncarsono Prasetyo, pegiat sejarah Begandring Soerabaia, menjadi salah satu pemandu sejarah.

Penjelajahan menyusuri kampung-kampung di sekitar Pasar Pabean. Sambil menyusuri jalanan kampung dan Pasar Pabean yang legendaris, mereka diajak menyimak kisah komoditas yang bersirkulasi di kawasan Pabean, mulai dari rempah-rempah, bawang, hingga ikan segar.

“Di era pemerintahan VOC di Surabaya, komoditas dagang adalah rempah-rempah yang datang dari wilayah pedalaman Jawa dan wilayah Timur Indonesia. Namun, pertengahan abad 19 di masa pemerintahan Hindia Belanda, komoditas dagangnya berganti hasil perkebunan seperti kopi, teh, karet, kakao dan gula,” beber Kuncarsono.

Perubahan komoditas ini, terang dia, diiringi industrialisasi permesinan untuk menunjang proses produksi hasil perkebunan. Industri permesinan pun dibangun di Surabaya. Industrialisasi tersebut berdampak pada hasil perkebunan ke Kota Surabaya, Hindia Belanda, dan Negeri Belanda.

Hingga sekarang, komoditas rempah-rempah di Surabaya masih ada, meski keberadaannya dihimpit komoditas yang lebih ekonomis. Ini seiring dengan perubahan zaman. Karenanya, para peserta Muhibah Jalur Rempah,yang menamakan diri Laskar Rempah, mengemban tanggung jawab untuk mempopulerkan kembali rempah-rempah sebagai produk asli Nusantara.

Pemerintah Republik Indonesia memang memiliki target dalam mempopulerkan dan memasyarakatkan rempah-rempah, yaitu adanya target pengakuan dunia melalui UNESCO, bahwa Jalur Rempah (Spice Road) adalah milik Indonesia, bukan milik negara lain.

Rempah-rempah yang melimpah di Pasar Pabean. foto:begandring

 

Oleh karena itu, sejak tahun 2020, pemerintah sudah mulai melakukan gerakan dan aksi mempopulerkan Jalur Rempah. Jalur Rempah merupakan puncak peradaban penting dari bangsa Indonesia pada masa lalu.

Dalam pelaksanaan Jalur Rempah, diusunglah lima pilar yang terdiri dari aksi festival seni, kuliner, ramuan, historia dan fashion. Para Laskar Rempah ini turut ambil bagian dalam menegakkan kelima pilar tersebut demi mengulang kejayaan rempah-rempah Nusantara.

Baca Juga  Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi Terima Tim Begandring Soerabaia Paparkan Pengembangan Peneleh. 

Jangan sampai UNESCO mengakui bahwa Jalur Rempah disandang oleh India atau negara-negara di Afrika yang produk dan industri rempah-rempahnya melimpah. (*).

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *