Menguak Makna dan Simbol Tugu Pahlawan

Belum lama ini, terkuak data dan dokumen pembangunan Tugu Pahlawan. Temuan itu kemudian diseminarkan di Museum Sepuluh November Surabaya, Selasa (28/6/2022).

Seminar bertajuk “Kajian Koleksi Blue Print dan Buku Catatan Bersejarah Pembangunan Tugu Pahlawan” itu, dihadiri kalangan terbatas. Menghadirkan tiga narasumber, Sumarno (sejarawan Unesa), Ir. Gunadi (dosen Teknik Sipil ITS dan mantan TACB Surabaya) dan Nanang Purwono (Ketua Begandring Soerabaia).

Dari temuan itu, diketahui secara detail perencanaan teknis dan administratif pembangunan Tugu Pahlawan. Yang diawali dari peletakan batu pertama oleh Presiden Soekarno pada 10 November 1951 hingga peresmian  pada 10 November 1952. Tugu ini untuk memperingati dan mengenang jasa para pejuang bangsa.

Selama ini, publik hanya mengetahui desain Tugu Pahlawan melalui foto- foto. Tapi dalam seminar yang digelar UPT Tugu Pahlawan, para undangan dapat melihat secara langsung dokumen-dokumen penting itu.

Selain ada buku yang mencatat proses perencanaan pembangunan, juga ada data teknis pembangunan, timeline, hingga makna filosofis yang terdapat pada tubuh monumen.

Dari buku catatan R. Sarodja Prawirodjojo, pelaksana pembangunan, diketahui adanya makna penting dan luhur yang terpahat pada Tugu Pahlawan. Makna ini menggambarkan penanggalan peristiwa penting yang terjadi di Surabaya: 10 November 1945, yang terekspresikan lewat simbolisasi fisik Tugu Pahlawan.

foto:ist

 

Misalnya, tentang jumlah lekuk tubuh tugu yang berjumlah 10, memberi arti tanggal 10. Jumlah panel tubuh yang bersusun 11 menggambarkan bulan November (11). Jumlah puncak gunungan yang menjadi sabuk hiasan pada bagian bawah tugu dengan jumlah 19, menggambarkan angka tahun 1900 yang kemudian dilengkapi dengan 45 yang diekspresikan dengan tinggi tugu yang berukuran 45 yards.

Baca Juga  Jejak Pecinan, Sunan Ampel, dan Delta Kali Surabaya

Maka, pemaknaan fisik tugu adalah 10 November 1945, yang  menggambarkan peristiwa besar perang 10 November 1945. Perang 10 November 1945 ini menunjukkan tekad bulat pejuang Surabaya yang tidak mau tunduk kepada ultimatum Sekutu, meski mati dan jiwa raga adalah taruhannya.

Semboyannya: “Merdeka atau Mati” dan “Lebih Baik Mati daripada Dijajah Kembali”. Semboyan ini semata-mata demi mempertahankan kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Atas jasa para pahlawan itulah lantas dibangun Tugu Pahlawan.

Semua koleksi itu diperoleh dari sumbangan keluarga Sarodja. Mereka berkeinginan menyerahkan dokumen-dokumen itu kepada Museum Sepuluh November.

Maksud baik ini diterima positif pihak museum. Penyerahan dokumen dilakukan oleh putri almarhum Sarodja, Rr. Yulia Savetri (59 tahun).

 

Maskulinitas

Dari buku catatan Sarodja yang dipamerkan ketika seminar berlangsung, terdapat keterangan mengenai arti relief sabuk simbol api perjuangan. Terhadap koleksi itu, Ketua Begandring Soerabaia Nanang Purwono memaknai sebagai simbol biologis laki-laki yang menurunkan para jawara.

Relief sabuk yang berbentuk lancip-lancip sebagai gambaran gunungan atau dalam pewayangan merupakan bumi, di mana manusia dan mahluk hidup berpijak.

foto:ist

 

“Pada formasi gunungan itu, di dalamnya terdapat gambar Padmamula yang berarti benih asal mula jadinya manusia (sperma). Benih ini gambaran sumber daya, kekuatan, dan keberanian,” jelas Nanang.

Berikutnya, ada gambar Stamba yang berarti alat penyalur kekuatan (benih sperma). Ini adalah alat vital pria yang selanjutnya melahirkan yang pusaka- pusaka. Pusaka adalah orang tangguh dan berkualitas.

“Pusaka-pusaka itu digambarkan sebagai Cakra.pusaka Krisna dan Trisula, pusaka Arjuna,” imbuh jurnalis senior itu.

Padmamula Stamba Cakra Trisula adalah simbol proses terjadinya manusia sebagai pusaka bangsa untuk meraih harapan dan tujuan.

Baca Juga  Jalur Rempah dan Poros Maritim Dunia

Menyimak pemaknaan itu, terang Nanang, Tugu Pahlawan tidak hanya menjadi tetenger atas jasa-jasa para pahlawan, tapi sekaligus pengingat bagi generasi sekarang dan mendatang untuk melanjutkan perjuangan para pendahulu meraih harapan dan cita cita bangsa.

Tujuan negara Indonesia sebagaimana tersebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesi, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Keempat tujuan negara tersebut merupakan arah perjuangan bangsa Indonesia setelah merdeka. Maka, cara yang harus dilakukan oleh generasi penerus  dalam mengisi kemerdekaan adalah melakukan pembangunan di segala bidang.

“Generasi penerus itu diibaratkan pusaka-pusaka Generasi penerus tidak akan ada bila tidak ada proses biologis, dan itu tersirat dalam Monumen Tugu Pahlawan,” beber Nanang. (*)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *