Ada masjid besar di Surabaya sejak 1848. Lokasinya berhadapan dengan Gereja Katolik dengan satu lapangan luas. Gereja Katolik ini dibangun pada 1899, sebagai pengganti Gereja Katolik Roma yang berada di Jalan Cendrawasih (Roomsche Katolik Kerk) yang berdiri pada 1822.
Masjid (Massigit) berada di barat lapangan. Gereja Katolik berada di timur lapangan. Pintu utama masuk masjid menghadap ke timur (lapangan). Sementara pintu utama masuk gereja menghadap ke barat (lapangan yang sebagian lahan ada perumahan pastor). Mereka saling berhadap-hadapan.
Di tengah antara dua rumah ibadah terdapat jalan yang membujur utara selatan. Namanya Templestraat. Kata “temple” secara harfiah bermakna kuil atau candi. Bisa juga diartikan masjid (Islam) dan gereja (nasrani atau Katolik).
Kini, Templestraat itu berubah menjadi Jalan Kepanjen. Di antara kedua rumah ibadah yang dulu berbentuk lapangan luas, kini penuh dengan bangunan. Ada beberapa bangunan sekolahan. Ada sekolah Islam, Kristen dan umum. Jenjang sekolah mulai dari SD, SMP hingga SMA.
Yang menarik dari masjid, Masigit, yang sudah ada sejak 1848 adalah adanya prasasti bertuliskan aksara Jawa. Prasasti terbuat dari bahan logam tembaga. Rangkaian aksara Jawa terbingkai dalam plat berpigura logam juga. Isinya adalah sebagai berikut:
“Puniko sih peparinganipun Kanjeng Gubernemen Landa dhumateng sarupining bangsa Islam, kala pinaringaken wau duk nalika panjenenganipun Kanjeng Tuwan ingkang wicaksono Jan Jacob Ruchussen, Gubernur Jendral ing tanah Nederlan Hindia; Mister Daniel Franscois Willem Pietermaat, Residen ing Surapringgo; Radyan (Raden) Tumenggung Kramajoyodirono, bupati ing negari Surapringga. Kala kayasa pinutju warsa: 1772-1776 kang sampun ayasa Van Willem Bartulumeus War De Nar”.
Artinya: Ini adalah pemberian pemerintah Belanda kepada segenap umat Islam. Pemberian ini dimasa Yang Terhormat: Tuan yang Bijaksana Jan Jacob Rochussen, Gubernur Jendral Hindia Belanda; Tuan Daniel Franscois Willem Pietermaat, Residen di Surapringgo (Surabaya); Raden Tumenggung Kramajoyodirono, bupati di negara Surapringga (Surabaya). Ketika itu tertanda tahun 1772-1776 oleh Van Willem Bartulumeus War De Nar.
Prasasti, yang terpampang pada dinding dalam masjid ini, berukuran panjang sekitar 1,5 meter dan lebar 50 centimeter. Tertulis dalam prasasti bahwa pembangunan masjid ditandai oleh tiga pucuk pimpinan mulai dari tingkat lokal, regional hingga nasional.
Di tingkat lokal ada Bupati Surabaya Raden Tumenggung, Kramajoyodirono, tingkat regional ada Residen Surabaya Daniel Franscois Willem Pietermaat, dan di tingkat nasional ada Gubernur Jendral Jan Jacob Ruchussen.
Pendirian masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Kemayoran ini, adalah sebagai pengganti dari Masjid Alun Alun Surapringga (Surabaya) yang berada di Alun-Alun Surabaya (sekarang kawasan Tugu Pahlawan). Perpindahan masjid dari Alun-Alun ke lokasi baru karena ada proyek pembangunan gedung negara, Raad van Justitie.
Konstruksi Oktagon
Menurut koran lokal yang diarsip oleh delpher.nl, Soerabajasch Handelablad tanggal 27 Juli 1882, di Surabaya ada dua masjid terkenal (beken). Satu di lingkungan Alun Alun sebagai kelengkapan Kediaman Bupati (Pendopo) Surabaya. Lainnya, Masjid Ampel di kawasan Kampung Arab.
Pembangunan Masjid Alun Alun pada 1848 ini diketahui dari berita surat kabar Soerabajasch Handelsblad tanggal 18 Juli 1934. Koran ini mengabarkan tentang sebuah perluasan masjid yang dikatakan bahwa perluasan ini dilakukan setelah 86 tahun pembangunan.
Jika dihitung mundur dari 1934 (1934 – 86), maka hasilnya adalah 1848 alias tahun 1848. Angka tahun 1848 M ini sama dengan 1772 Saka.
Dapat dipastikan bahwa angka 1772 pada prasasti yang bertulis dalam aksara Jawa adalah tahun Saka. Bukan angka tahun Masehi. Jika angka tahun 1772 Saka ditambahkan kisaran 78 (selisih Saka dan Masehi), maka berjumlah 1850.
Angka 1850 ini adalah angka antara 1848-1854 M atau 1772-1776 S. Angka tahun 1848 ini sama seperti yang diberitakan oleh koran Soerabajasch Handelsblad yang menuliskan bahwa perluasan Masjid pada 1934 adalah 86 tahun setelah pembangunannya. 1934 – 86 = 1848.
Ketika awal mula dibangun pada 1848, arsitektur masjid berbentuk oktagonal atau segi delapan dengan selasar di bagian barat yang terhubung dengan menara di sisi utara. Hingga sekarang konstruksi segi delapan ini masih bisa dilihat. Bangunan utama ini ditopang oleh 4 pilar besar bergaya Indis. Setiap sisi bangunan berbentuk relung bergaya gotik.
Dalam Islam, oktagon atau segi delapan menggambarkan asas Islam. Yaitu, memberi dampak pemberdayaan potensi yang memancar ke seluruh penjuru (rahmatan lil alamin).
Konstruksi oktagon ini sekarang terkurung oleh bangunan tambahan pada perluasan tahun 1934. Renovasi atau perluasan pada 1934 merupakan penambahan bangunan pada sisi timur. Terdapat perbedaan kontruksi dari materialan serta arsitektur bangunan dari 1848 dengan 1934.
Pada lantai bangunan 1848 terbuat dari bahan marmer. Sementara lantai bangunan perluasan (1934) terbuat dari tegel bermotif sajadah warna merah. Dikabarkan Soerabajasche Handelsblad bahwa pembangunan perluasan masjid ini bersifat gotong royong.
Pembangunan Masjid Kemayoran itu menggunakan dana atas sumbangan orang-orang muslim kaya karena besarnya dan pengeluaran dana moneter hingga 20.000 gulden kala itu.
“There are unavoidable monetary expenditures, which are estimated at f 20,000. This amount has been raised by some well-to-do Muslims” (Soerabaijasche Handelsblad, 18 Juli 1934).
Selain disumbang orang-orang kaya, warga muslim yang tidak memiliki uang cukup, mereka menyumbang dengan tenaga.
Dari ketiga nama pembesar pembangunan masjid Jan Jacob Rochussen (Gubernur Jendral), Daniel Franscois Willem Pietermaat (Residen Surabaya) dan Raden Tumenggung Kramajoyodirono (Bupati Surabaya), hanya makam Jan Jacob Ruchussen yang tidak doketemukan di Surabaya. JJ Ruchosson dimakamkan di Denhaag.
Sementara Residen Surabaya Daniel Franscois Willem Pietermaat dimakamkan di Pemakaman Belanda Peneleh. Bupati Surabaya Raden Tumenggung Kramajoyodirono dimakamkan di pemakaman Bibis Surabaya.
Jejak Rochussen
Menurut Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tentang profil tokoh Batavia diberitakan bahwa Jan Jacob Rochussen lahir di Etten, 23 Oktober 1797. Dia meninggal di Den Haag, 21 Januari 1871 di usia 73 tahun. Ia adalah Gubernur-Jenderal Hindia-Belanda yang ke 49. Ia memerintah antara tahun 1845 – 1851.
Di bawah Pemerintahan Rochussen, pemerintah Hindia-Belanda mengirim ekspedisi ke Bali, Palembang, Bangka, Sulawesi Selatan dan lain-lain.
Rochussen menjabat sebagai Perdana Menteri Belanda antara 1858-1860.
Pada 28 September 1849 Gubernur Jenderal J.J. Rochussen datang ke Pengaron, wilayah Kesultanan Banjar untuk meresmikan pembukaan tambang batu bara Hindia Belanda pertama yang dinamakan Tambang Batu Bara Oranje Nassau “Bentang Emas”.
Pada 1848 JJ Rochussen bersama Residen Surabaya Daniel Franscois Willem Pietermaat dan Bupati Surabaya Raden Tumenggung Kramajoyodirono menandai pembangunan masjid Alun alun yang kini bernama masjid kemayoran. (*)