Di Surabaya, pernah ada dua Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang meninggal ketika menjalankan tugas di wilayah Pantai Utara Jawa bagian timur. Waktu itu, Surabaya menjadi ibu kota wilayah sejak 1743.
Yang pertama, Gubernur Jendral Pieter Merkus. Namanya sudah banyak diketahui. Makamnya ada di Pemakaman Eropa Peneleh. Ia meninggal pada 1844. Meninggalnya di Huiz van Simpang (sekarang Gedung Grahadi) yang dibangun pada 1796. Gedung ini juga disebut sebagai Istana Paleis van Simpang.
Selain Pieter Merkus, di Surabaya juga pernah ada Gubernur Jendral Hindia Belanda lain yang pernah dikuburkan di Surabaya. Meninggalnya jauh lebih dulu, di era VOC. Namanya Carel Reyniersz. Ia meninggal pada 1653.
Carel Reyniersz adalah Gubernur Jendral Hindia Belanda ke-11 yang menjabat mulai 1650, hingga meninggal pada 1653. Pada masa pemerintahan nya di Surabaya, di Surabaya belum ada Paleis van Simpang karena Istana itu dibangun pada 1796.
Lantas, di manakah Carel Reyniersz bertempat tinggal dalam menjalankan tugasnya sebagai Kepala VOC selama di Surabaya?
Di sebuah kawasan perbukitan di selatan Stad van Sourabaya, tepatnya di wilayah Kupang, telah berdiri sebuah loji yang sangat besar berlantai dua. Di sanalah Carel Reyniersz bertempat.
Tidak banyak disadari dan diketahui bahwa loji besar ini sudah menjadi jujugan dan bahkan tempat tinggal pejabat tinggi VOC untuk beristirahat dalam keseharian setelah menjalankan tugas tugas kantor di Kantor Gezaghebber di Kota Surabaya. Gezaghebber adalah jabatan Kepala Wilayah Pantai Utara Jawa bagian Timur.
Sebagai tempat peristirahatan, loji Kupang ini sangatlah enak. Berlokasi di perbukitan dengan alam lingkungan yang asri bak alam pegunungan dengan sungai mengalir di depan bawah berdirinya loji. Dari ketinggian loji ini, kawasan Kota dapat dipandang. Bahkan perahu perahu kecil masih hilir mudik di sungai depan loji.
Carel Reyniersz yang meninggal pada 18 Mei 1653 dimakamkan di area di belakang gedung (Faber: Oud Soerabaia). Batu nisannya berbunyi :
Di sini terbaring pada tanggal 18 Mei 1653 Tuan Carel Reiniersz, yang semasa hidupnya menjadi Gubernur Jendral Hindia”.
Diduga Carel Reyniersz meninggal dalam menjalankan tugas sebagai Gubernur Jenderal Hindia yang ke 11 (1650-1653).
Sebelum kematian Reynierz pada Mei 1653, sebetulnya Heeren XVII mengeluarkan surat keputusan untuk memberhentikan Reyniersz, dengan alasan yang tidak jelas yang membuat Heeren tidak menyukai kepemimpinan Reyniersz.
Yang jelas alasan resmi Heeren memberhentikan Reynierz adalah karena kepemimpinannya tidak cakap. Surat pemberhentian sudah disiapkan tapi tidak jadi dikirim, karena Reyniersz sendiri meminta pengunduran diri. Pengunduran diri Reyniersz itu karena alasan kesehatan (sakit).
Reyniersz meninggal dunia pada 18 Mei 1653 dan dimakamkan di halaman belakang rumah loji Kupang.
Menurut Faber, di tempat yang sama ini, juga telah dimakamkan istrinya yang bernama Joff Judith Barra van Amstel. Di nisannya tertulis:
“Di sini makam nyonya Joff Judith Barra van Amstel, istri Tuan Carel Reinierz, yang wafat pada 21 Juli 1646 dalam usia 25 tahun.”
Dari batu nisan tertulis angka tahun 1646, yang berarti istrinya meninggal terlebih dahulu. Terpaut 7 tahun lebih dulu (1646) dibandingkan Carel Reyniersz (1653).
Dalam satu liang lahat yang sama di belakang Loji Kupang atau Istana Kupang atau sekarang dikenal dengan nama Rumah Setan, di sana terdapat satu lembar batu nisan dengan dua inskripsi atas nama Carel Reynierz dan istrinya Judith Barra van Amstel.
Menurut Faber, pada 1917 tulang tulang Carel Reyniersz sempat dipindahkan ke Kembang Kuning sebelum dibawa ke Batavia untuk dikebumikan di makam luar gereja Portugis di Batavia.
Gedung Setan menjadi saksi bisu kematian Carel Reynierz di Surabaya. Sebagai saksi bisu, maka keberadaan gedung yang masih berdiri hingga sekarang dii lahan perbukitan Kupang ini usianya sudah mencapai 370 tahun. Kiranya menjadi satu-satunya gedung peninggalan era kolonial yang paling tua di Surabaya.
Untuk menggenang hadirnya Gubernur Jendral Carel Reynierz di Surabaya, pemerintah Hindia Belanda mengabadikan dengan menamakan jelan di depan gesung dengan nama Reinierz Boulevard. Kini jalan itu berubah menjadi Jalan Raya Diponegoro.
Lusuh dan Kumuh
Melihat kondisi gedung yang sekarang bernama Gedung Setan, kondisinya sangat miris. Padahal gedung ini setara dengan Gedung Negara Grahadi. Tapi kondisi keduanya berasa kontras.
Gedung Negara Grahadi masih terawat. Sementara Gedung Setan sangat lusuh dan kumuh. Gedung Grahadi milik negara, sedangkan gedung Setan milik swasta. Padahal keduanya sama sama pernah menjadi kediaman petinggi pemerintah di eranya.
Secara arsitektur, keduanya memiliki kemiripan. Berlantai dua, gedung berbentuk persegi dan beratap limasan, lantai atas terkonstruksi papan kayu jati. Berjendela lebar dan besar untuk akses sirkulasi udara dan ventilasi cahaya.
Kini, kondisi antara Gedung Grahadi dan Gedung Setan bertolak belakang. Kiranya perlu intervensi pemerintah untuk langkah penyelamatan dan pelestarian Gedung Setan.
Gedung Setan adalah bekas gedung negara seperti halnya Gedung Grahadi (Paleis van Simpang). Berdasarkan data yang ditulis Von Faber di buku Oud Soerabaia, usia Gedung Setan ini minimal 370 tahun, yang dihitung sejak kematian Gubernur Jendral Carel Reynierz yang dimakamkan pada 1653.
Jika dihitung dari kematian istrinya, Joff Judith Barra van Amstel pada 1646 dimana Gedung Setan sudah menjadi saksi, maka usia gedung ini sudah mencapai 377 tahun. Logikanya gedung ini sudah ada sebelum ditempati mereka.
Meski secara fisik Gedung Setan ini masih kokoh berdiri, tapi kondisinya sangat memprihatinkan. Bagian atap gedung sisi barat tampak melengkung dan rawan ambrol. Belum lagi pada bagian tembok tembok luar dan dalam yang sudah rapuh.
Kini gedung tua itu ditempati beberapa warga sebagai tempat tinggal. Sementara ruang lantai dua digunakan sebagai gereja. Aktivitas di gedung ini tidak pernah sepi. Setiap hari digunakan oleh warga, baik untuk kegiatan sosial maupun kegiatan ibadah.
Karenanya gedung bersejarah ini perlu mendapat perhatian mulai dari penyelamatan dan pelestarian. (nanang purwono)