Begandring.com – Bagai bola salju. Menggelinding kecil di awal dan semakin besar di kemudian hari. Sebuah proses pengembangan kegiatan, yang secara natural dan gradual, seharusnya terjadi. Termasuk pengembangan Peneleh, yang kick off nya, ditandai dengan Festival Peneleh pada 7 – 9 Juli 2023.
Pengembangan Peneleh dibuat berdasarkan partisipasi masyarakat. Ini sesuai dengan kegiatan kegiatan komunitas Begandring Soerabaia dan FIB Unair yang memang berbasis pada civil society power. Selain digerakkan oleh masyarakat, juga sekaligus menggerakkan masyarakat.
Pengembangan Peneleh adalah bentuk kegiatan besar yang benar benar tidak bisa dikerjakan sendiri. Harus lintas sektoral. Begandring tidak punya banyak sektor dan kewenangan. Karenanya harus ada kolaborasi. Wadah dan patrun kolaborasi sudah ada. Yaitu Kolaborasi pentahelix.
Kolaborasi pentahelix adalah kolaborasi antar lima unsur yang terdiri dari pemerintah, dunia usaha, komunitas, akademisi dan media. Pengembangan Peneleh benar benar dibangun berdasarkan kolaborasi pentahelix. Di sana ada pemerintah kota Surabaya, dunia perbankan, komunitas Begandring Soerabaia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga dan Media.
Terlalu sayang jika Peneleh yang sudah ada sejak lama hanya sekedar nama. Sejarah peradaban Peneleh secara nyata dan otentik ada sejak era Kerajaan Majapahit. Bukti otentiknya adalah benda arkeologi yang masih insitu di kampung Pandean I. Yaitu sumur Jobong dari kisaran tahun 1430 M.
Berikutnya bukti otentik dari era Kolonial yang disusul kemudian dari era pra kemerdekaan dan kemerdekaan. Sekarang adalah lapis sejarah di era pembangunan. Melihat rekam jejak sejarah itu, Peneleh menjadi kawasan di kota Surabaya yang memiliki rekam jejak paling lengkap di Surabaya.
Rekam jejak ini adalah aset kota Surabaya yang dapat digunakan sebagai modal membangun kota. Adalah wajar jika warga turut berpartisipasi dalam pengembangan Peneleh sebagai bagian dalam pembangunan kota Surabaya. Festival Peneleh menjadi gerbang pembuka.
Setelah gayung bersambut dengan gagasan membuka klinik kesehatan Klinik Dokter Djawa oleh sekelompok dokter dokter idealis kemasyarakatan, gagasan itu pun bersambut oleh kalangan dokter dokter lainnya. Diskusi pun berkembang di antara mereka. Salah satunya membahas masalah nama. Maka muncul nama yang lebih akomodatif dan luas. Yaitu Klinik Dokter Rakjat. Nama Klinik Dokter Rakjat adalah hasil diskusi dari para dokter yang mendukung gagasan pendirian klinik yang memiliki semangat kerakyatan dan kebangsaan. Peneleh adalah kawasan dapur kebangsaan.
Sambutan lainnya terhadap upaya pengembangan Peneleh adalah di bidang usaha makanan dan minuman dalam bentuk usaha kafe kampung. Gagasan dari warga yang ingin membuka kafe kampung untuk mendukung eksistensi spot wisata setempat juga perlu diapresiasi dan didukung. Ini menunjukkan warga bergeliat.
Keinginan warga ini sangat mendukung keberadaan Museum Rumah Lahir Bung Karno yang berada di Pandean IV. Saat ini di Pandean IV sudah ada museum dan di mulut gang tengah dipersiapkan sebuah toko souvenir. Di sebelahnya, pada media tembok, diberi mural story tentang riwayat Soekarno bayi dan remaja.
Seorang warga yang berinisiasi membuka kafe kampung itu memiliki rumah yang pantas digunakan sebagai penunjang museum. Rumah itu berarsitektur indiesch dari akhir abad 19. Rumah ini sejaman dengan rumah kuno yang menjadi tempat kelahiran Soekarno pada 1901. Ketika rumah lahir Bung Karno sudah mengalami perombakan di sana sini, maka rumah kuno di seberangnya bisa menjadi sarana melihat rumah lahir Bung Karno. Kedua rumah itu sejaman.
Adalah keluarga Emma A. Ch. Mardjuki yang memiliki gagasan akan memanfaatkan rumahnya menjadi tempat wisata kuliner dan arsitektur. Kini, rundingan di internal keluarga masih berjalan. Akan seperti apa penataan dan apa yang akan dihidangan, kita tunggu saja. Saat ini, ketika media ini berkunjung pada selasa, 4 Juli 2023, pihak keluarga sedang berbenah benah rumah.
Dalam kesempatan itu, tokoh budaya Surabaya, A. Hermas Thony, beserta tim Begandring menyempatkan melihat rumah ini. Menurut Thony rumah ini sangat pantas untuk menunjang spot wisata sejarah di Pandean IV.
“Saya kagum melihat rumah ini. Dari depan saya amati, eksteriornya sangat vintage. Di dalam begitu saya masuk lebih luar biasa. Tata ruangan dan ornamen simetris yang melambangkan keseimbangan. Tegelnya bermotif natural”, papar Thony setelah mengamati dari satu ruangan ke ruangan lainnya.
Emma A. Ch. Mardjuki mempersilakan Thony yang keseharian sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya. Thony pun bertemu dengan tuan rumah yang dulu pernah tinggal di Timor Timur. Thony pada masa pergolakan Timtim pernah dikirim ke Timtim sebagai milisi. Keduanya gateng bercerita tenrnag nostalgia dan merasakan sakit ketika harus terusir dari rumah sendiri.
Thony berharap kelak rumah ini juga bisa dipakai sebagai homestay.
“Di tempat ini wisatawan yang berkesempatan menginap di sini akan dapat banyak pengalaman. Tidak hanya belajar sejarah tapi bisa berinteraksi dengan lingkungan dan kebiasaan setempat. Saya mendukung inisiatif warga yang mau mengambil kesempatan baik ini”, kata Thony sesaat sebelum berpamitan.
Diharapkan inisiatif positif warga ini akan menginspirasi lainnya untuk ambil kesempatan secara aktif, kreatif dan inovatif.
Thony pada kesempatan itu meninjau kegiatan penataan dan persiapan kegiatan Festival Peneleh di kampung Pandean dan Peneleh. (nng).