Sore itu, Sabtu 24 Desember 2022, mendung tipis bergelayut di langit Surabaya. Sinar matahari sore tidak menembus kawasan Surabaya, utamanya di wilayah Krembangan.
Ada apa dengan Krembangan?
Di wilayah Krembangan, di mana Masjid Kemayoran berada, adalah kawasan bekas Alun-Alun Surabaya. Ini adalah kawasan alun-alun setelah berpindah dari alun alun yang ada di kawasan Tugu Pahlawan, Kelurahan Alun-Alun Contong, Kecamatan Bubutan.
Adakah bukti dan petunjuk bahwa di kedua wilayah kelurahan ini pernah ada alun alun? Jawabnya ada. Tanpa ragu ragu. Karena di kedua tempat itu masih menyimpan bukti bukti. Otentik lagi !
Pertama, di kawasan Tugu Pahlawan, Kelurahan Alun-Alun Contong, masih ada lapangan luas yang merupakan sisa dari lapangan alun-alun, yang sudah tergambar pada peta Speelman pada 1677 M. Peta ini dikuatkan oleh peta berikutnya yang menggambarkan Surabaya pada 1780-an (Asia Maior) dimana di alun-alun itu terdapat Eerst Regent woning (rumah bupati pertama/ Tua atau Kasepuhan) dan Twee Regent Woning (rumah bupati kedua / muda atau Kanoman).
Pada peta tersebut tertuliskan Aloen Aloen Straat, yang berarti jalan alun-alun (sekarang Jalan Pahlawan). Nama Jalan Alun-Alun itu sebagai tetenger pernah adanya alun-alun di kawasan yang sekarang bernama kawasan Tugu Pahlawan.
Pada paro pertama abad 19, dibuatlah alun-alun baru di utara alun alun lama (kawasan Tugu Pahlawan), tepatnya di kawasan Kelurahan Kemayoran, Kecamatan Krembangan sekarang. Masjid Kemayoran adalah wujudnya.
Berdasarkan prasasti masjid yang tertempel pada dinding masjid, di sana dituliskan dalam aksara Jawa, bahwa masjid didirikan pada 1772-1776 Saka atau sekitar 1844-1848 Masehi Pendirian masjid pada kurun waktu 1844-1848 M ini dikuatkan dengan bukti berikutnya. Yakni, penulisan angka tahun Masehi 1935 dan Hijriah 1351, yang menandai proyek perluasan masjid.
Surat kabar Soerabaische Hanseldsblad tertanggal 1934 mengabarkan bahwa perluasan masjid itu adalah tindakan restorasi pertama setelah 86 tahun pembangunan masjid. Jika dihitung mundur dari tahun 1934 dikurangi 86 tahun, maka sama dengan tahun 1848.
Jadi jelas sekali bahwa prasasti dengan angka tahun Saka 1772-1776 sama dengan kisaran angka tahun Masehi 1848.
Pendirian masjid, yang kala itu menjadi bagian dari struktur tata ruang klasik Surabaya adalah bagian dari Rumah Bupati atau Kantor Kabupaten atau pendopo, yang leteknya di timur masjid. Di tengah antara masjid dan Kabupaten (rumah bupati) adalah alun-alun yang sekarang ditempati kompleks sekolahan Ta’miriyah dan SMPN 2 Jalan Kepanjen.
Rumah Bupati (Kabupaten) atau pendopo Surabaya yang dibangun pada kisaran 1840-an itu (Asia Maior) selanjutnya ditempati Hogere Burger School (HBS) Surabaya sampai tahun 1881 ketika Bupati Surabaya pindah ke kediaman baru di Tegalsari (kini ditempati gereja).
HBS menempati Rumah Bupati (Kabupaten) hingga 1923 karena HBS membangun gedung sekolah sendiri di kawasan Ketabang. Sejak tahun 1923, rumah Bupati dipakai kantor polisi Surabaya hingga 1928 karena gedung dibongkar untuk Kantor Pos Besar Surabaya. Gedung Kantor Pos ini tetap mentereng hingga sekarang.
Kampung Kauman
Sabtu sore itu, penulis melakukan penelusuran lapangan langsung sebagai bagian dari persiapan jelajah sejarah Subtrack (Surabaya Urban Track) yang digelar pada Minggu, 25 Desember 2022. Acara ini diikuti 50 peserta dan dikawal oleh pegiat sejarah dari Begandring Soerabaia.
Penelusuran lapangan berangkat dari Lapangan Tugu Pahlawan. Titik awal ini menghantarkan peserta Subtrack mengenal Aloen Aloen Surabaya pertama, yang kala itu dikenal Aloen Aloen Surapringga.
Dari Tugu Pahlawan, tracking menuju ke Kantor Pos Besar yang dulu pernah berdiri Rumah Bupati Surabaya (Regent Woning). Sebagai bukti bahwa di lahan Kantor Pos pernah ada rumah bupati adalah adanya nama jalan Kebon Rojo di depan gedung, yang di era Hindia Belanda bernama Regent Straat atau Jalan Kabupaten.
Dari bekas rumah atau kantor Kabupaten atau Pendopo Kabupaten, kemudian melangkah ke barat menyisir Jalan Indrapura yang di utaranya telah berdiri kompleks sekolahan SMA Ta’miriyah. Lahan sekolahan ini adalah bekas Aloen Aloen Surabaya.
Persis di barat SMA Ta’miriyah adalah Masjid Kemayoran. Masjid ini pada jamannya adalah masjid Kabupaten alias masjid pemerintah kabupaten Surabaya. Di belakang atau barat masjid inilah Kampung Kemayoran Kauman berada.
Kampung ini kecil dan bisa dijangkau dari jalan Indrapura. Ada dua gang, yang pada gapura dua gang ini, tertulis nama Kemayoran Kauman. Seperti halnya kota kota lain yang memiliki tata ruang klasik seperti Bangil, Malang, Jombang, Mojokerto, Solo, Jogja dan Cirebon, di sana memiliki kampung yang bernama Kauman. Pun demikian dengan di Surabaya, ada Kampung Kemayoran Kauman.
“Ini kampung kuno. Dari dulu namanya ya Kauman. Kampungnya kecil, cuma dari situ sampai sini saja. Yang gang itu (menunjuk ke gang Kemayoran Masjid) adalah Kemayoran Masjid,” terang Kitiri (75), warga Kemayoran Kauman yang rumahnya persis di belakang (barat) bagian pengimaman Masjid Kemayoran, ditemui Sabtu sore, 24 Desember 2022.
Nama Kampung Kemayoran Kauman seolah kampung yang terselip di antara ramainya lingkungan Krembangan, di mana di seberang Jalan Indrapura terdapat gedung wakil rakyat, DPRD Jawa Timur.
Tidak jauh dari kantor DPRD Jatim ini terdapat beberapa warung yang tidak pernah sepi dari pelanggan. Secara acak, penulis bertanya kepada pelanggan Kampung Krembangan Kauman. Mereka menjawab tidak tahu. Padahal kampung itu ada di seberang jalan.
Pada dua gang Kampung Kemayoran Kauman ini memang sudah terpasang papan nama “Kampung Kauman”, tapi seolah tenggelam oleh nama Jalan Kemayoran dan Krembangan.
Krembangan Kauman, yang ternyata masih ada, kiranya perlu dipublikasikan karena ini menjadi pertanda pernah adanya sejarah tata ruang klasik di Surabaya. Bahwa ada alun-alun, di situ ada masjid, kampung yang bernama Kauman dan kantor Kabupaten atau Pendopo.
Di kelurahan Kemayoran, kecamatan Krembangan inilah, tata ruang klasik Surabaya itu pernah ada. (nanang purwono)