Kampung Pecinan Bukan Cuma Kembang Jepun

Surabaya makin menancapkan diri sebagai kota destinasi wisata dalam peta pariwisata di Jawa Timur. Selama ini, kota perdagangan dan bisnis ini, seolah hanya jadi transit bagi wisatawan. Mereka tiba di Surabaya untuk menanti jadwal perjalanan berikutnya. Menunggu jadwal berikutnya untuk tujuan lain. Mereka seolah tidak memiliki agenda wisata di Surabaya.

Apa benar?

Banyak yang belum tahu, Surabaya punya destinasi wisata yang menjanjikan. Ya, wisata sejarah dan budaya. Sektor ini sebelumnya nyaris tak dilirik Pemerintah Kota Surabaya. Biro-biro travel juga jarang menawarkan potensi wisata sejarah dan budaya kepada para wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Terlalu sayang jika kota Surabaya yang tersohor di dunia ini, tidak dikunjungi wisatawan dalam agenda-agenda pariwisata. Selama ini, tamu pun datang ke Surabaya dalam urusan bisnis. Tapi di balik itu kota Surabaya menyimpan sejarah panjang yang keberadaannya layak sebagai komoditas bisnis pariwisata.

Kini, upaya-upaya untuk mengelola dan mengembangkan pariwisata berbasis sejarah dan budaya lokal tengah dihidupkan. Salah satunya mereaktivasi dan merevitalisasi Kampung Pecinan Surabaya.

Kampung Pecinan Surabaya yang dihidupkan kembali adalah Kembang Jepun dengan konsep Kya Kya (Jalan-Jalan). Konsep ini menyajikan wisata kuliner di Jalan Kembang Jepun yang dibuka malam hari. Jalan Kembang Jepun pun menjadi terang benderang dan ramai .

Lantas, bagaimana kondisi di siang hari? Pada jam kerja, jalan Kembang Jepun menjadi wadah aktivitas bisnis dan perdagangan . Di jam kerja inilah Kampung Pecinan seharusnya tetap bergeliat, khususnya pariwisatanya.

Pecinan Surabaya bukan hanya Kembang Jepun. Pecinan Surabaya meliputi kawasan Jalan Karet, Coklat, Slompretan, Songoyudan, Kalimati Kulon hingga Dukuh dengan Klentengnya.

Baca Juga  Dari Surabaya Bahasa Jawa Ber-ISO Digaungkan

Di jalan-jalan itulah terselip rona budaya Pecinan Surabaya. Ada Rumah Abu di Jalan Karet. Ada Klenteng di Jalan Coklat. Ada Pasar Bong di Jalan Slompretan. Ada pembuatan Bongpay di Jalan Kalimati Kulon. Bongpay adalah seni batu nisan. Ke arah timur Kembang Jepun, tepatnya di Jalan Dukuh masih ada Kelenteng Hok Tik Hian dengan seni wayang potehinya.

Budaya Tionghoa ini tersebar di sekitar Jalan Kembang Jepun. Makanya,  untuk menghidupkan kawasan Pecinan kiranya tidak boleh lupa dengan semua yang ada di sekitar Jalan Kembang Jepun. Keberadaan mereka perlu disentuh, dilibatkan dalam upaya meramaikan dan menghidupkan Kampung Pecinan sebagai bentuk rona budaya dan atraksi Pecinan Surabaya.

Jalan Kembang Jepun di malam hari. foto: ist

 

Belajar dari Kya Kya

Ketika mereaktivasi kawasan Pecinan, jangan sampai terjebak dengan konsep Kya Kya di ruas jalan Kembang Jepun. Semua stakeholder harus belajar dari pengalaman masa lalu, ketika Kya Kya dibuka pada 31 Mei 2003. Ketika itu, Kya Kya dikelola bersama yang melibatkan Wali Kota Surabaya Bambang DH, Ketua DPRD Surabaya Mochammad Basuki , dan PT Kya-Kya Kembang Jepun di bawah pimpinan Dahlan Iskan.

Kya Kya Kembang Jepun sempat menjadi jujugan wisata di Surabaya. Selain tersaji aneka kuliner, Kya Kya Kembang Jepun menjadi ajang pementasan budaya. Ada festival ngamen, suguhan musik keroncong, musik klasik Tiongkok, hingga Barongsai anak-anak dan tari Ngremo Bocah. Sedangkan, acara-acara tematik digelar seperti Shanghai Night, Dancing on the Street, Agoestoesan Tjap Kya-kya Kembang Djepoen serta Mystical Night, Festival Bulan Purnama dan sebagainya.

Ramai, riuh, gemerlap telah berhasil menyulap  Kembang Jepun yang dianggap gelap, sepi dan rawan. Sayang, sentuhan profesional itu tidak langgeng. Hanya berjalan beberapa tahun saja. Akibatnya, Kya Kya mati. Konsepnya berpindah ke Taman Hiburan Pantai Kenjeran dan bahkan diadopsi di kawasan elit Surabaya Barat. Ornamen Kya Kya Kembang Jepun seperti bando yang terpasang mulai dari gerbang barat hingga timur dibongkar.

Baca Juga  Subtrack, Pabean, dan Tentang Sebuah Nilai

Mengapa Kya Kya Kembang Jepun yang pernah dibuka pada 2003 itu bisa mati? Kiranya semua stakeholder harus bersama mencari jawaban agar kematian Kya Kya tidak terulang.

Mulai 11 September 2022 Kya Kya Kembang Jepun secara resmi dihidupkan kembali. Meski namanya diganti Wisata Pecinan Kembang Jepun.  Agar tetap hidup dan menghidupi, maka siapa pun harus bergotong royong, inklusif, terbuka terhadap kritik membangun, cakupannya menyeluruh kawasan Pecinan sehingga konsep Kya Kya adalah milik bersama. Seni dan budaya Tionghoa adalah milik Surabaya, karena sejak dulu sudah terformasi multietnis. Surabaya adalah keberagaman.

Semoga Wisata Pecinan Kembang Jepun bisa menerangi semua kawasan legendaris itu, tidak hanya Jalan Kembang Jepun. (*)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *