“Shophouse” begitulah bahasa kerennya untuk bangunan rumah toko yang disingkat “ruko”. Ruko merupakan bangunan dengan ciri khas bertingkat yang umumnya dua tingkat dan bahkan lebih. Lantai ruko bagian bawa digunakan sebagai tempat berusaha ataupun semacam kantor. Sementara lantai atas dimanfaatkan sebagai tempat tinggal. Keberadaan ruko sudah dimana mana.
Di Surabaya selain ada ruko, juga ada gudang plus kantor administrasi gudang di bawah satu atap. Bangunan gudang plus kantoran di bawah satu atap ini sudah lama ada di Surabaya. Yaitu sejak bangsa kolonial membuka jaringan perdagangan di Surabaya. Komoditasnya adalah hasil bumi mulai dari rempah rempah (era VOC abad 17-18) hingga kopi, kakau dan karet (era Hindia Belanda abad 19-20).
Itulah bangunan kantor gudang (Kandang). Bangunan kantor gudang umumnya berlantai dua. Lantai bawah untuk menyimpan barang barang (komoditas), lantai atas digunakan sebagai kantor. Di Surabaya ada satu unit bangunan Kandang yang istimewa. Lokasinya ada di Kampung Baru, satu deret dengan bangunan pergudangan lainnya di jalan Kalimas Timur (Oosterkade Kalimas)
Satu unit bangunan Kandang ini terdiri dari 4 bagian. Setiap bagian adalah kantor gudang yang kepemilikannya berbeda beda. Bisa jadi, dulu, pemiliknya ada hubungan keluarga sebab dari satu bagian kantor gudang ke kantor gudang lainnya secara design tata ruang saling terkoneksi. Ada pintu penghubungnya (connecting door) baik di bagian balkon di lantai atas maupun di dalam bangunan di lantai dua. Koneksi antar bagian ini memungkinkan adanya interaksi pemilik baik di urusan bisnis maupun urusan keluarga.
Dibandingkan dengan kandang kandang lainnya yang masih berdiri di jalan Kalimas Timur, satu unit bangunan kantor gudang ini lebih memiliki prestis dibanding lainnya. Keistimewaan ini terlihat di lantai dua.
Untuk mencapai lantai dua, terdapat tangga kayu dengan reilling yang ber jeruji besi cor. Menginjak di lantai dua, struktur lantai nya terlihat terbuat dari papan papan kayu jati. Konstruksi interiornya juga terbuat dari kayu mulai panel panel yang menghiasi dinding dinding ruangan, maupun sketsel yang menjadi penyekat ruangan. Terdapat satu ruangan untuk pimpinan dan satu ruangan yang lebih luas untuk karyawan atau staf kantor.
Di ruang lantai dua ini terdapat satu kipas angin gantung antik (kuno) yang hingga kini masih tergantung, meski kondisinya sudah mati. Menurut pemiliknya, Yan, kipas angin itu bertegangan 110 volt. Sementara sekarang, listrik dan peralatan elektronik sudah beretangan 220 volt, sehingga praktis kipas angin kuno itu tidak bisa dipakai.
Masih di lantai dua, menurut Yan bahwa semua perabotan yang ada adalah bawaan dari sejak adanya bangunan kantor gudang (kandang) ini. Misalnya meja meja kantor, meja tamu, kursi, bupet hias hingga brankas penyimpanan barang barang berharga. Ada dua brankas besi yang masing masing menempati ruang yang berbeda. Dua ruangan itu lebih ke dalam mendekati ruang luas yang dipakai sebagai tempat penyimpanan barang barang. Di kedua ruangan ini, setengah dindingnya juga dihiasi dengan panel kayu hias. Betapa sebuah ruang kantor yang istimewa.
Sementara itu jendela jendela di lantai dua didesign tinggi dan lebar. Design arsitekturnya sangat ramah lingkungan yang beriklim tropis. Dengan ukuran yang lebar, selain berfungsi sebagai ventilasi udara, pencahayaan natural dari terang matahari bisa membuat ruangan dalam menjadi benderang.
Dari balkon, yang menjadi teras pada lantai dua, dapat digunakan teras pandang ke arah lingkungan luar bangunan. Pemandangan sungai dan aktivitas perahu kala itu bisa dilihat dengan leluasa. Dari tempat inilah kira kira para photographer kala itu mengabadikan dinamika di pelabuhan kali. Dari tempat ini pula, sekarang, indahnya kawasan bekas pusat pelabuhan sungai Kalimas bisa dipandang.
Tim Begandring ketika memasuki bangunan kantor gudang diterima dengan baik oleh pemilik. Tidak hanya dipersilahkan menikmati pemandangan sungai dari balkon, tapi juga diajak melihat lihat sudut ruangan dan isi ruangan yang masih menyimpan perabot dan perangkat kuno.
KANAL KALIMAS
Bangunan pergudangan di sepanjang jalan Kalimas Timur (Oosterkade Kalimas) dan Jalan Kalimas Barat (Westerkade Kalimas) bisa dikata menghadap dermaga kanal terpanjang di Jawa. Panjangnya bisa mencapai 3 kilometer yang diukur dari pusat dermaga di Kampung Baru hingga ke muara sungai.
Dikatakan sebagai dermaga kanal terpanjang karena di sepanjang kanal ini terdapat marina marina yang jaraknya sekitar 100 meteran. Di dermaga dermaga inilah bongkar muat barang serta naik turunnya orang dari dan ke perahu dilakukan. Setiap dermaga langsung terakses oleh pergudangan yang langsung menghadap kanal ini.
Dikatakan kanal karena bentuknya sangat lurus, membujur ke arah utara langsung menuju laut. Kanal Kalimas adalah saluran lebar yang ketika dibangun pada awal abad 19 menjadi solusi atas persoalan kota.
Kota Surabaya mulai kelihatan terbangun dan terstruktur dengan baik dan terarah setelah 11 November 1743 pasca penyerahan wilayah Ujung Timur Jawa dari Mataram ke VOC. Surabaya adalah ibukota Ujung Timur Jawa yang dikepalai oleh Gezaghebber (GH von Faber).
Dua alasan utama pembangunan sudetan Kalimas, yang selanjutnya disebut kanal, adalah untuk mengatasi persoalan banjir yang selalu menggenangi daerah sekitar istana Simpang sebagai tempat istirahat penguasa Ujung Timur Jawa. Alasan kedua adalah untuk memperlancar perdagangan.
Adalah Gubernur Jendral Daendels (1808-1811) yang benar benar mulai merancang pembangunan Surabaya, yang ketika itu dengan alasan untuk memperlancar urusan urusan dan kepentingan militer. Tidak hanya kanal dibangun, tapi kelengkapan militer sudah mulai diinisiasi dan ditata, termasuk pembuatan sudetan kali yang dibuat mulai dari Kampung Baru langsung lurus ke utara ke arah laut (Selat Madura).
Pembuatan sudetan kali ini dalam satu paket pembuatan sudetan di Patjekan, yang selanjutnya dikenal dengan nama Jagir hingga sekarang. Jadi di selatan, Wonokromo, ada sudetan Jagir dan di utara, Kampung Baru, ada sudetan yang selanjutnya disebut Kanal Kalimas.
Pada tahun 1821 di beberapa titik sungai Kalimas, yang sebelumnya bernama Kali Surabaya (rivier van Surabaya) dibangun pintu air pintu air yang selain berfungsi sebagai dam, juga sebagai jalur lalu lintas perahu. Ada empat titik pintu air yang sudah direncanakan pada 1821 (Asia Maior). Yaitu di Ngagel, Gubeng, Undaan dan Peneleh. Semuanya untuk mengontrol air. Dari ke empat pintu air, hanya dua yang dapat dilihat bekasnya, yaitu di Ngagel dan Gubeng.
SURABAYA MEMBANGUN
Nama Van Den Bosch tidak hanya dikenal di kota Ngawi dengan nama bentengnya, yaitu Benteng Van den Bosch. Di Surabaya, Van den Bosch juga berperan melanjutkan dan menata gagasan Daendels menjadikan Surabaya sebagai kota dan wilayah pertahanan. Maka di tahun 1830-an diperkuat infrastruktur pertahanan dan militer di Surabaya. Benteng Prins Hendrik dibangun pada 1836, barak militer di Jotangan di perkuat, pabrik senjata serta perumahan perwira militer serta kantor militer didirikan.
Seiring dengan semakin kuatnya Surabaya, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan yang bertumpu pada hasil bumi juga mulai melimpah, maka Kanal Kalimas benar benar berfungsi sebagaimana sudah direncanakan oleh Daendels. Disanalah semakin pesat pembangunan fasilitas pendukung perdagangan dan industrialisasi yang bertumpu pada perkebunan.
Maka di Kalimas Timur (Oosterkade Kalimas) dibangun pabrik kontruksi untuk mendukung hadirnya pabrik pabrik gula. Di Surabaya saja tercatat pernah ada 8 pabrik gula (suikerfabriek). Yaitu Karah, Ketintang, Dadungan, Ngagel, Bagong, Gubeng, Ketabang dan Darmo.
Diantara pergudangan yang ada di Oosterkade Kalimas dan Westerkade Kalimas adalah gudang gudang gula. Lainnya ada yang menyimpan kopra, kopi dan karet serta hasil bumi lainnya. Untuk mendukung transportasi barang, jalur kereta api juga merupakan jalur langsung di mulut setiap pergudangan. Hingga kini, bekas jalur rel kereta api masih bisa dilihat.
Memasuki abad 20, pelabuhan laut mulai dibangun. Keberadaannya untuk memperkuat sistim transportasi dan perhubungan. Diantaranya adalah untuk transportasi hasil bumi. Karenanya jaringan rel kereta api juga dibangun hingga ke pelabuhan Ujung maupun Tanjung Perak.
Kini di abad 21, kejayaan kawasan pergudangan dan kanal Kalimas sudah pudar. Bangunan pergudangan juga semakin suram dan buram. Semoga tidak menjadi kelam. Sementara Kanal Kalimas sudah kehilangan perahu perahunya. Kenyataan ini mengingatkan pada ramalan Prabu Jayabaya yang bisa meneropong masa depan melalui jangkanya. Diantaranya adalah pulau Jawa berkalung besi yang artinya terbangun nya jaringan kereta api mulai dari barat Jawa hingga ke timur Jawa. Terawangan lainnya adalah “Kali kelangan kedunge” yang artinya sungai sudah kehilangan sumbernya.
Semoga Kalimas tidak kehilangan ikon ikonnya. Yaitu pergudangan dan fungsi kanal dan sungainya sendiri. Karenanya memfungsikan Kanal atau sungai Kalimas adalah upaya melestarikan nilai nilai kebudayaan lokal. Termasuk melestarikan bangunan bangunan lawas pergudangan Kalimas sebagai wujud peradaban kota di abad 19 yang ternyata jejaknya masih kentara di abad 21 ini. (*).
Ditulis Oleh : Nanang Purwono, jurnalis senior, ketua Begandring Soerabaia