Menyusun Kepingan Peta Sejarah yang Berserak

Membicarakan sejarah Surabaya adalah selalu tentang era kemerdekaan dan pascakemerdekaan. Mungkin karena kita terlalu fokus pada peristiwa 10 Nopember.

Padahal ada peristiwa yang turut melengkapi Surabaya pada label Kota Pahlawan. Yakni, didirikannya Monumen Tugu Pahlawan. Yang hal itui tak pernah mampir dalam pengetahuan saya, setidaknya sampai sore hari. Ketika mengikuti walking tour dalam program Surabaya Urban Track (Subtrack) yang diadakan Perkumpulan Begandring Soerabaia.

Selama ini, saya terlalu fokus pada monumen yang gigantik tersebut, hingga abai pada nilai historis kawasan sekitarnya yang tak kalah menarik. Kawasan ini menyimpan cerita bersejarah yang panjang. Cerita tentang perjalanan panjang Surabaya sebelum menjadi kota metropolitan yang kita lihat wajahnya sekarang.

Subtrack menuturkan, kisah Surabaya dari Naditira Pradesa atau desa di tepian sungai hingga menjadi Ibu Kota Jawa Timur. Langkah kami diajak menelusuri jejak-jejak historis itu.

Dimulai dari Tugu Pahlawan. Ada perasaan seperti sedang menyingkap kisah yang jarang diceritakan saat membuka penutup nisan di kompleks Makam Mbah Kyai Sedo Masjid. Atau ketika menelusuri lapis demi lapis bangunan Masjid Kemayoran.

Mungkin sejarah tak ubahnya seperti Masjid Kemayoran dan kawasan Eks Keraton dan Alun-Alun Surabaya. Ia senantiasa berkembang dan memiliki wajah yang berubah seiring bertambahnya waktu.

Menyusun Kepingan Peta Sejarah yang Berserak

Wajah lama digantikan atau mungkin ditambah dengan wajah baru. Seperti bangunan masjid yang senantiasa mengalami penambahan bangunan baru. Atau seperti gedung dengan bangunan lama yang berderet di kompleks Gedung Pelni yang senantiasa beralih fungsi.

Ya, segalanya berubah. Fungsi gedung dan lahan bahkan status sebuah daerah dapat berubah dalam hitungan dekade atau abad. Peradaban silih berganti. Dari tanah lapang menjadi padat. Dan kita akan membutuhkan semakin banyak dokumentasi untuk disusun di kemudian hari.

Baca Juga  Pengaburan Sejarah di Jalan Mawar 10 Surabaya. Disengajakah?

Usaha untuk menuturkan kembali nilai-nilai historis yang tersimpan itu ada pada Subtrack. Ia membantu menyusun kepingan-kepingan yang berserak menjadi peta yang utuh.

Subtrack telah membuka ruang diskusi selebarnya dengan peserta yang datang dengan pengetahuan sebelumnya maupun yang awam sama sekali. Saya termasuk kategori yang kedua perihal rute ini.

Dan setelah matahari mulai menepi, pandangan saya akan kawasan Jalan Pahlawan dan sekitarnya tak akan pernah sama lagi. (*)

 

*) Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) Universitas Negeri Surabaya dan aktivis Roemah Bhineka. 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *