Surabaya Kota Museum. Julukan itu rasanya tak berlebihan. Ada 15 museum yang tersebar di penjuru Kota Pahlawan. Masing-masing museum itu umumnya ditempatkan di kompleks yang berkaitan tema dengan konten museum itu sendiri.
Museum Olahraga dibuka di Gelora Pancasila, gelanggang olahraga yang historis dan legendaris. Museum dr Soetomo, dibuka di kompleks bangunan yang memiliki kaitan erat dengan riwayat dr Soetomo, yakni Gedung Nasional Indonesia (GNI) di Jalan Bubutan.
Museum WR. Soepratman yang dibuka di rumah wafatnya di Jalan Mangga, Surabaya. Bahkan calon museum baru pun juga demikian, seperti museum Bung Karno yang menempati Rumah Lahir Bung Karno (RLBK) di Pandean IV, Surabaya.
Dari semua museum itu, apa pun bentuknya dan dimana pun letaknya, benda-benda yang disajikan adalah berupa artefak dan momorabilia masa lalu.
Menurut Wikipedia, memorabilia adalah istilah yang merujuk kepada suatu atau beberapa benda yang dapat mengingatkan kepada suatu peristiwa. Sementara artefak adalah semua benda yang dibuat atau dimodifikasi oleh manusia pada masa lalu yang dapat dipindahkan. Contoh artefak adalah alat-alat batu, logam dan tulang, gerabah, prasasti lempeng dan kertas, senjata-senjata logam, terracotta dan bahkan tanduk binatang.
Sementara museum sendiri adalah tempat untuk pengumpulan dan pengamanan warisan alam serta budaya (artefak dan memorabilia); pendokumentasi dan penelitian ilmiah; konservasi dan preservasi serta penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum. Sayang, belum ada sebuah museum di Surabaya yang menyimpan produk masa depan.
Produk masa depan adalah gagasan futuristik yang divisualkan dalam bentuk benda 3D (tiga dimensi) atau film atau dokumen. Dikutip dari laman cattleyapublicationservice.com bahwa gagasan futuristik ini merupakan gagasan kreatif yang futuristik sebagai respons intelektual atas persoalan aktual yang dihadapi bangsa. Gagasan tersebut tidak terikat bidang ilmu tertentu, bersifat unik dan bermanfaat.
Secara intelektual, program ini bisa dikemas dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) sebagai wadah yang secara khusus menjadi kanal bagi para mahasiswa untuk kreatif dan inovatif yang futuristik. Sifat dari gagasan futuristik ini adalah visioner; memerlukan solusi dengan durasi waktu yang panjang; realistik dan implementatif dan berdampak sistemik atau berskala masif.
Kiranya perlu ada wadah produk gagasan futuristik di kota Surabaya yang dapat dikunjungi dan dilihat oleh publik sehingga produk produk yang dihasilkan mahasiswa tidak hanya tersimpan di lingkungan universitas. Wadah publik ini adalah meseum yang disebut Museum Futuristik Surabaya.
Museum koonvensional
Harapan Bung Karno
Bung Karno dengan Tugu Pahlawan, yang diresmikannya pada 10 November 1952, telah meninggalkan pesan bagi bangsa Indonesia. Yakni “Jas Merah”, agar bangsa Indonesia tidak melupakan peristiwa besar bangsa Indonesia yang terjadi di Surabaya pada 10 November 1945. Pesan ini sudah diketahui secara jamak oleh rakyat Indonesia, terutama oleh warga Surabaya.
Selain itu, berdasarkan blue print pembangunan Tugu Pahlawan bahwa Tugu peringatan bagi para pahlawan ini juga membawa pesan pembangunan masa depan bangsa Indonesia. Pesan ini tersajikan dalam bentuk relief pada untaian gunungan berwarna emas pada pangkal bawah Tugu Pahlawan. Sayang tidak ada yang mengetahui pesan ini.
Sejak diresmikannya Tugu Pahlawan pada 1952 hingga sekarang (2022), Tugu Pahlawan hanya dimaknai sebagai pengingat masa lalu (refleksi sejarah). Tugu ini tidak pernah dimaknai sebagai ajakan untuk membangun masa depan (proyeksi futuristik).
Dulu, sebelum dibangun komplek Museum Tugu Pahlawan, di kawasan ini hanya ada sosok Tugu yang menjulang tinggi bagai paku terbalik. Pada sosok Tugu inilah tersimpan dua pesan: Refleksi dan Proyeksi.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, visualisasi dan aktualisasi nilai pada Tugu Pahlawan hanya terfokus pada nilai Refleksi. Akibatnya yang tersajikan pada dan dalam komplek Tugu Pahlawan, termasuk di dalam Museum adalah berupa memorabilia dan artefak sejarah pertempuran Surabaya pada November 1945. Masa lalu.
Pesan sejarah Surabaya ini dengan jelas terlihat pada panel panel relief di luar, patung patung Pahlawan dan pejuang Surabaya yang menghiasi taman di dalam area Tugu Pahlawan, persenjataan seperti alat penangkis udara, mobil dll. Belum lagi yang terpajang di dalam museum. Semuanya adalah pesan dan bukti masa lalu kota Surabaya.
Tidak ada satupun bentuk ekspresi dan visualisasi serta aktualisasi masa depan sebagaimana diharapkan melalui relief pada untaian gunungan berwarna emas pada pangkal Tugu Pahlawan. Warna emas ini seharusnya menjadi perhatian kita. Ketika semua warna yang teraplikasikan pada Tugu ini adalah warna warna natural, secara tersendiri dan berbeda warna pada untaian gunungan ini berbeda. Warnanya adalah pilihan, yaitu warna emas.
Itulah warna yang penuh harapan seperti halnya harapan yang tersirat pada relief tersebut. Jadi selama ini, kita alfa dalam memaknai Tugu Pahlawan. Seharusnya dalam rangka memperingati Hari Pahlawan di mana Tugu Pahlawan sebagai tetenger, kita juga diajak untuk ingat apa yang harus diperbuat oleh pemuda pemudi serta putra-putri bangsa dalam mengisi kemerdekaan untuk meraih cita cita bangsa.
Museum Futuristik Surabaya
Harapan meraih cita cita masa depan bangsa ini sudah nyata adanya di Tugu Pahlawan dan pesan ini sangat penting karena kita hidup dalam menatap masa depan, bukan kembali ke belakang. Sangat penting memang untuk mengetahui sejarah masa lalu, tetapi untuk digunakan sebagai landasan guna menatap masa depan. Sejarah tidak dipakai untuk menatap hidup mundur, tapi maju.
Karenanya dalam setiap kesempatan memperingati Hari Pahlawan, kiranya semua harus ingat pada hal hal yang harus mereka perbuat dalam mengisi kemerdekaan. Generasi sekarang, seperti mahasiswa, harus didorong memikirkan batu loncatan seperti quantum leap yang bisa mengguncang dunia, minimal berdampak bagi bangsa sendiri.
Setiap orang, apabila berusaha, suatu saat akan mengalami lompatan besar atau dalam bahasa kerennya Quantum Leap. Lompatan tersebut dapat berupa karir, rezeki, jodoh yang lama ditunggu dan sebagainya. Lompatan itu biasanya terjadi pada usia produktif, paling tidak hingga usia 40-an tahun.
Agar setiap orang, warga Surabaya mau berusaha, maka perlu ada dorongan dan stimuli agar mereka mau berusaha. Kemudian hasil usaha ini disosialisasikan melalui media pamer seperti museum. Maka, perlu ada museum yang bisa memamerkan gagasan gagasan dan hasil karya futuristik dari warga kota Surabaya.
Untuk mendapat gagasan futuristik ini diperlukan pemicu gagasan yang diperoleh dari fenomena sosial budaya masyarakat di semua strata dan tatanan kehidupan, yang tentu saja harus didukung oleh sumber-sumber terpercaya. Secara konstruktif gagasan itu bisa dijaring melalui program, misalnya PKM-GF (Program Kreativitas Mahasiswa-Gagasan Futuristik).
Tema-tema yang diangkat sesuai bidang yang ada, karena memang karya dan gagasan futuristik ini tidak dibatasi oleh bidang tertentu. Temanya misalnya “Surabaya di tahun 2075” atau “Surabaya 2100”.
Nah, apa pun hasil karya dari warga dan mahasiswa itu, sesuai dengan spesifikasi, bisa menjadi karya yang dipamerkan dalam Museum Futuristik Surabaya.
Museum Futuristik Surabaya akan melengkapi khasanah permuseuman di Surabaya. Melalui museum ini, publik luas akan tau bahwa masyarakat Surabaya merencakan menatap masa depan. Melalui karya futuristik itu adalah jawaban atas pesan royeksi yang tersimpan di Tugu Pahlawan. Itulah pesan Soekarno dari Surabaya untuk Indonesia. (*).