Begandring.com: Surabaya (23/8/23) – Sejumlah guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sulung pada Selasa, 22 Agustus 2023, mendapat pelatihan penyusunan kurikulum Ekstrakulikuler Sekolah Artefak dari Tim Pengabdian Masyarakat FIB Unair. Sekolah Artefak adalah penyebutan untuk nama ekskul, yang mempelajari sejarah serta budaya surabaya. Sementara istilah Artefak sendiri mengacu pada bangunan cagar budaya berupa gedung sekolah dengan segala perangkatnya, yang dulu menjadi tempat dimana ayahanda Soekarno, Raden Soekeni Sosrodihardjo mengajar.
Karena latar belakang sejarah inilah, secara fisik bangunan ini diperbaiki dan bahkan wali kota Surabaya Eri Cahyadi menerbitkan SK Wali kota untuk mengembalikan nama sekolah dasar ini dari SDN Alun Alun Contong I/78 menjadi SDN Sulung (d/h: Holandsche Inlandsche School Soeloeng).
Rupanya upaya revitalisasi fisik dan administrasi tidak cukup, maka perlu juga adanya revitalisasi non fisik dengan cara mengajarkan nilai nilai sejarah, kebangsaan, kepahlawanan dan kejuangan terkait dengan gedung sekolah yang bersejarah itu.
Karenanya terkait dengan pengajaran nilai nilai tersebut, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga melalui kegiatan Pengabdian Masyarakat (Pengmas) berinisiasi membuat pelatihan penyusunan Kurikulum Sekolah Artefak (KSA) bagi guru guru SDN Sulung. Pelatihan ini menghadirkan pembicara sesuai dengan bidang dan keahlianya, seperti Prof. Dr. Purnawan Basundoro S.S., M. Hum., Dr. Listiyono Santoso S.S., M.Hum, Nanang Purwono S.Pd., dan Yayan Indrayana S.T.
Pelatihan ini bertema “Menginternalisasikan Nilai Nilai Kebangsaan, Kejuangan dan Kepahlawanan, Kecagar Budayaan dan Kesurabayaan ke dalam konten Modul Ajar Ekstrakurikuler Sekolah Artefak (KSA)”.
Menurut Nanang Purwono, Ketua Begandring Soerabaia, penyusunan kurikulum ini melengkapi uaya revitalisasi fisik dan kurikulum ini nantinya menjadi dasar kegiatan belajar mengajar siswa terkait dengan nilai nilai kesejarahan, kecagarbudayaan, kejuangan dan kepahlawanan kota Surabaya, yang perlu diketahui oleh anak didik dalam rangka memaknai bangunan cagar budaya (BCB) di lingkungannya.
Melalui kegiatan belajar mengajar itu, sekolah akan membangun memori public melalui anak didiknya. Selanjutnya Nanang Purwono berharap Sekolah Artefak ini tidak hanya untuk siswa di lingkungan SDN Sulung saja, tetapi juga untuk masyarakat di Surabaya.
“Melalui Surabaya Urban Track, jelajah sejarah, kami akan ajak masyarakat mendatangi Sekolah Artefak sebagai bagian dari rangkaian wisata sejarah Peneleh”, tambah Nanang.
Sementara itu, Prof. Purnawan Basundoro juga berharap bahwa keberadaan Sekolah Artefak ini bisa berdampak lebih luas lagi. Gedung Cagar Budaya di lingkungan SDN Sulung tidak hanya dikaitkan dengan Raden Soekeni Sosrodihardjo saja, tapi bahwa nilai sejarah yang terkandung di dalamnya adalah bagian dari perjuangan pergerakan nasional. Sekolah ini menjadi simbol bagaimana otak pergerakan kemerdekaan Indonesia dilandasi. Yaitu melalui Pendidikan.
Surabaya menjadi kota pelopor perjuangan bangsa Indonesia. Apalagi Soekeni tidak hanya meninggalkan jejak sekolah yang masih ada hingga sekarang, tetapi meninggalkan jejak kemerdekaan melalui anaknya, Soekarno, yang memerdekakan bangsa Indonesia.
“Jadi Sekolah SD Sulung ini menjadi jejak Soekarno secara tidak langsung, yaitu melalui ayahandanya”, kata Purnawan, yang keseharian juga sebagai dekan FIB Unair.
Mengajar siswa dalam bingkai Ekstrakurikuler Sekolah Artefak di SDN Sulung ini sesungguhnya mengajarkan nilai nilai luhur bangsa, yang berdasarkan Pancasila sambil mengenal peninggalan sejarah yang secara fisik berada di lingkungan SDN Sulung.
Secara khusus, nilai nilai luhur yang diharapkan masuk dalam kurikulum Sekolah Artefak ini meliputi nilai sejarah, kebangsaan, kepahlawanan dan Kesurabayaan. Yang secara umum, Kurikulum Sekolah Artefak ini mengajarkan nilai pendidikan karakter. Ada 18 nilai pendidikan karakter nasional. Dari 18 butir nilai pendidikan karakter ini, diantaranya adalah yang masuk dalam Kurikulum sekolah artefak.
Agar dapat dimengerti dan dipahami siswa, maka kurikulum Sekolah artefak ini dalam prakteknya harus mampu mengaktualisasikan nilai nilai dalam aksi dan kegiatan edukatif yang rekreatif.
“Anak zaman sekarang itu sudah bukan zamannya diceritai terus. Mereka harus dibuat aktif secara empiris dalam belajar. Itu memudahkan mereka menyerap isi pelajaran. Misalnya jalan jalan dan membuat film sederhana yang tematik”, jelas Dr. Listiyono Santoso S.S., M.Hum, wakil dekan FIB Unair.
Perihal pengalaman empiris, juga disinggung oleh pembicara lainnya dari Perkumpulan Begandring Soerabaia, Yayan Indrayana, S.T. Ketika berkunjung ke gedung Sekolah Artefak, siswa bisa membuktikan ketuaan bangunan sekolah beserta isinya. Contohnya bangku kayu, papan tulis, sabak dan dripnya, almari serta buku buku induk siswa.
Identifikasi ketuaan itu bisa dilakukan dengan melihat dan mengamati langsung keberadaan benda dan bangunan cagar budayanya. Misalnya bahwa struktur bangunannya terbuat dari struktur kayu. Pesan yang terkandung di sana menunjukkan bahwa ada informasi perkembangan teknologi. Struktur dari kayu.
“Ini menunjukkan kelangkaan. Bangunan ini langka secara arsitektur. Karenanya secara fisik ini merupakan bangunan langka”, kata Yayan yang dalam keseharian adalah praktisi arsitektur.
Ia menambahkan bahwa kawasan Sulung sudah teridentifikasi sebagai kawasan yang sudah ada sejak era Mataram dimana kawasan Sulung adalah kawasan di sekitar atau belakang komplek bangunan dari era pra Mataram.
Apa yang telah dipaparkan oleh para pembicara ini diharapkan dapat menjadi masukan masukan dalam penyusunan kurikulum Sekolah Artefak. Karenanya dalam menyusun kurikulum ini, terlebih dahulu dihadirkan pembicara Anjang Taufan Amaluzon, S.Pd, yang menyajikan bagaimana menyusun Modul Ajar Ekstrakurikuler sesuai standar Kurikulum Merdeka dan Profil Pelajar Pancasila.
Presentasi
Di penghujung kegiatan, peserta diminta menyusun Modul Ajar Ekstrakurikuler Sekolah Artefak (ESA) sesuai tema dan format yang telah ditentukan berdasarkan pemahaman terhadap materi yang diberikan oleh narasumber.
Modul Ajar adalah salah satu perangkat ajar, berupa dokumen yang berisi tujuan, langkah, dan media pembelajaran, serta asesmen yang dibutuhkan dalam satu unit/topik berdasarkan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP). Modul Ajar yang dibuat dapat berupa profil tokoh, peristiwa, atau aktivitas-aktivitas lain seperti menggambar, mewarnai, dan lain-lain, sejauh hal itu relevan dengan tema yang diberikan dan tujuan pembelajaran ESA.
Tugas ini dikerjakan secara berkelompok, dimana 1 kelompok terdiri dari 4-5 peserta dan dipresentasikan di sesi terakhir pelatihan sebagai draft luaran pelatihan. (tim)