Surabaya adalah Rotterdam-nya Jawa. Kalimat ini dikatakan arsitek modern dan pembaharuan yang sangat terkenal di Belanda dan Eropa. Namanya, H.P. Berlage.
Kalimat ini muncul ketika Berlage berkunjung ke Surabaya, sebagai bagian dari perjalanannya di Hindia Belanda 1923 yang kemudian dicatat dalam diary. Catatan ini kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul Mijn Indische Reis, 1931.
Selanjutnya buku ini dikemas ulang dengan judul Berlage’s Indische Reis dalam rangka menyambut peringatan 100 tahun Kunjungan Berlage ke Hindia Belanda (1923-2023).
Sebelum ia datang ke Hindia Belanda (1923), karya Berlage yang berupa design arsitektur gedung De Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente te Amsterdam atau Perusahaan Umum Asuransi Jiwa dan Tunjangan Hidup Amsterdam, telah diwujudkan di atas persil di Jalan Wiilemskade pada 1901 (sekarang menjadi Jalan Jembatan Merah). Gedung ini terletak di kawasan Kampung Eropa. Secara lokal, gedung dengan hiasan sepasang singa bersayap ini disebut Gedung Singa.
Ketika berkunjung ke Surabaya pada 1923, sebagai bagian dari kunjungan Hindia Belanda, Berlage memang tidak mencatat Gedung Singa yang dibangun sesuai design-nya. Berlage bahkan tidak menuliskan seperti apa Kampung Eropa, di mana design-nya telah menjadi kenyataan.
Justru yang digambarkan melalui sketsanya adalah Kampung Pecinan dan Kampung Arab serta pelabuhan kali di Pegirian, Nyamplungan. Pelabuhan kali ini dekat dengan Kampung Ampel, dimana etnis Arab bermukim. Kampung etnis Pecinan dan Arab ini berada di timur Kalimas. Sedangkan Kampung Eropa ada di barat Kalimas.
Meski Berlage tidak mensketsa Kampung Eropa, ini tidak berarti bahwa Berlage tidak datang dan melihat Kampung Eropa. Karena jalur utama menuju Kampung Pecinan dan Arab adalah melewati jalan protokol di kampung Eropa. Yaitu Willemskade yang kini bernama Jalan Jembatan Merah.
Tetapi, rupanya Kampung Eropa tidak lebih menarik daripada Kampung etnis lokal: Kampung Pecinan dan Kampung Arab. Perwajahan kota, yang belum pernah ia lihat inilah, yang menarik perhatian Berlage. Wajah lokal adalah bagian dari surga dunia yang ia impikan dan secuil surga dunia inilah yang ia abadikan melalui sketsanya.
Adalah logika bahwa Berlage melihat Kampung Eropa, lebih tepatnya adalah Kampung Belanda karena atas pernyataanya yang mengatakan bahwa “Surabaya adalah Rotterdam nya Jawa”. (Berlage’s Indische Reis). Nama kota Rotterdam dipakai sebagai penggambaran Kampung Belanda juga karena di barat alun alun kota, Willemplein, dekat Jembatan Merah (Roode Brug) berdiri sebuah bangunan besar, megah dan moderen: Internationale Credit en Handelsvereeniging Rotterdam.
Sementara di timur alun-alun berdiri stadhuis yang langsung menghadap Jembatan. Bangunan ini terlihat lebih kuno dibandingkan dengan deretan bangunan lain dari abad 19. Yang pada bagian depannya dihiasi dengan pilar-pilar (Indischestilj), dan apalagi jika dibandingkan dengan Gedung Singa yang di-design modern oleh Berlage (1901).
Di sepanjang Jalan Willemskade, yang membujur utara ke selatan inilah, adalah wajah Kota Surabaya yang berbentuk waterfront. Dari keberadaan watorfront ini pulalah, yang juga memberi impresi kepada Berlage bahwa Kota Surabaya ini mirip dengan Rotterdam. Surabaya adalah miniatur Rotterdam.
Dengan melintasi Kalimas melalui Jembatan Merah, di sanalah Kampung Pecinan, Kampung Melayu dan Kampung Arab yang lebih menarik perhatian Berlage daripada Kampung Eropa. Kampung Eropa dianggap biasa biasa. Dalam buku Berlage’s Indische Reis disebutkan kekaguman Berlage pada Kampung Arab, tepatnya Kampung Ampel Suci yang struktur gangnya lurus panjang dan di kejauhan terdapat menara Masjid Ampel.
Sebagai tamu istimewa dan apalagi kedatangan Berlage atas undangan pemerintah Hindia Belanda, tentu kedatangan Berlage di Surabaya diperlakukan sebagai tamu resmi negara. Dapat diduga seremonial kenegaraan dalam penyambutan itu berlangsung di gedung Balai Kota (Benedenstad) dan menginapnya bertempat di istana negara, Paleis van Simpang (Bovenstad).
Sister City
Berangkat dari impresi Berlage terhadap kota Surabaya yang mirip dengan kota Rotterdam, maka sebagai aktualisasi masa depan bagi kedua kota ini bisa berwujud kerjasama antarkota dalam bingkai Sister City.
Sudah ada sejumlah kerjasama kota Surabaya dengan kota kota di dunia. Misalnya Surabaya – Seatle (Amerika), Surabaya – Perth (Australia), Surabaya – Bussan (Korea), Surabaya – Manchester (Inggris) dan jika belum ada kerjasama Surabaya – Rotterdam, maka Surabaya – Rotterdam bisa menjadi Sister City baru.
Di mata Berlage, Surabaya sebagai Rotterdam-nya Jawa, bukan tanpa alasan. Secara fisik, Surabaya memiliki waterfront yang mirip dengan kawasan gracht di Rotterdam. Surabaya memiliki pelabuhan laut yang tidak jauh dari pusat kota. Surabaya sebagai kota pelabuhan yang multietnis.
Tentu dalam perkembangan jaman, keduanya memiliki kemiripan kemiripan dalam pelayanan. Salah satunya adalah kemiripan di bidang kemaritiman. Atas pengalaman dan fakta sejarah bersama, yang salah satunya adalah di sektor ekonomi dan perdagangan, maka melalui kerangka kerjasama bilateral antara Surabaya (Indonesia) dan Rotterdam (Belanda) adalah potensial.
Sesuai dengan zamannya, maka penjajagan potensi di sektor lainnya seperti pendidikan, kebudayaan, kesehatan dan olahraga sangat memungkinkan dilakukan. Dengan kerangka kerjasama antar kota lintas negara seperti Surabaya dan Rotterdam, maka sejarah tidak berhenti di masa lalu. Tetapi bisa ber-transformasi ke masa depan dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak (mutual cooperation).
Dulu, Berlage bisa dibilang punya gagasan dibukanya pintu kerja sama antara Surabaya-Rotterdam yang bisa diamati melalui impresinya “Surabaya, Rotterdam-nya Jawa”.
Sekarang, kita yang melanjutkannya dalam memaknai Surabaya, Rotterdam-nya Jawa dengan membangun kerja sama yang saling menguntungkan (mutual cooperarion) bagi kedua kota: Surabaya dan Rotterdam. (*)