Ungkap Sejarah Wonokromo dan Riwayat Gerbong Maut

Memperingati Hari Air Dunia (HAD) pada 22 Maret, PDAM Surya Sembada bekerja sama dengan Begandring Soerabaia dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga menggelar Surabaya Urban Track (Subtrack), Minggu (19/3/2023) pagi.

Kegiatan bertajuk “Wonokromo Heritage” itu, diikuti 50 orang. Mereka tidak hanya datang dari Surabaya, ada juga yang dari kota lain di Jatim dan Bali.

Dalam Subtrack khusus ini, spot penting terkait air yang dijelajahi di antaranya, Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) Ngagel Surabaya.

Selain mengunjungi IPAM Ngagel, mereka juga mengunjungi Pintu Air Jagir yang dulu disebut Bandjir Sluis. Pintu air ini adalah sarana yang dipakai untuk mengatasi dan mengontrol banjir yang terjadi di Surabaya.

“Pintu Air Jagir ini juga dipakai sebagai sarana untuk mendukung ketersediaan air sebagai bahan baku pengolahan air yang dibutuhkan perusahaan air Pemerintah Kota Surabaya era kolonial, yaitu Gemente Waterleiding,” ujar Nanang Purwono, pemandu Subtrack.

Ungkap Sejarah Wonokromo dan Riwayat Gerbong Maut
foto: dedi begandring

Spot lain yang dikunjungi adalah Sluis Ngagel. Sluis adalah pintu air yang sekaligus pintu keluar masuknya perahu-perahu di Kalimas.

Di Kalimas ada dua sluis. Satu sluis di Ngagel, satunya di Kayoon. Sayang, kedua sluis sudah tidak berfungsi. Padahal sluis sejenis di negara asalnya, Belanda, masih berfungsi.

Menurut Ali Yusa, ahli perkapalan dari ITS, sluis-sluis di Surabaya sejatinya masih bisa dioperasikan lagi.

“Masih bisa, sehingga transportasi air dari selatan (Ngagel) hingga utara (Pelabuhan Rakyat Kalimas) bisa terkoneksi. Ini menambah kekayaan kita di Surabaya,” terang Ali Yusa yang selama ini mendesain dermaga-dermaga di Kalimas.

Sluis Ngagel dan Kayoon memiliki keindahan lingkungan sungai. Bahkan tempat ini sempat digunakan sebagai pre wedding photography. Sejauh ini, di kedua sluis itu sekarang sering dipakai untuk arena memancing.

Baca Juga  Aksara Jawa Menghiasi Balai Kota. Mi'an: "Terima Kasih Pak Wali".
Ungkap Sejarah Wonokromo dan Riwayat Gerbong Maut
Nevy Pattiruhu menjelaskan Stasiun Wonokromo yang legendaris. foto: dedi begandring

Selain mengunjungi heritage yang terkait air, Subtrack kali ini juga meneropong masa lalu lingkungan IPAM Ngagel dan Stasiun Kereta Api Wonokromo di masa kemerdekaan.

Ahmad Zaki Yamani, pemandu Subtrack lainnya, menceritakan, pada 28 Oktober 1945 di saat pertempuran Surabaya fase 1, para pemuda pegawai air minum melakukan blokade dengan cara menutup kran air yang menuju ke Surabaya.

“Dampaknya sangat besar. Aliran air minum mati total, sehingga Tentara Inggris tidak mendapatkan aliran air. Hal ini melemahkan fisik dan mental tentara Inggris,” terang Zaki

“Aksi pemuda pemuda air ini memperkuat posisi Arek-Arek Suroboyo dalam perang Surabaya,” Imbuh Zaki.

Ia juga menjelaskan fakta historis di lingkungan Stasiun Kereta Api Wonokromo. Bahwa di Statiun Jaba Kota ini riwayat Gerbong Maut tertorehkan.

Ungkap Sejarah Wonokromo dan Riwayat Gerbong Maut
foto: dedi begandring

Peristiwa Gerbong Maut, yang terjadi pada 23 November 1947, adalah tragedi pemindahan tawanan yang dikawal Marinir Belanda dari Bondowoso ke Surabaya dengan menggunakan kereta api dengan angkutan gerbong yang tertutup rapat.

Dari 90 orang tawanan, yang tewas sejumlah 46 orang. Mereka adalah para pejuang kemerdekaan Indonesia yang terdiri dari berbagai macam profesi. Ada tentara, polisi, pamong praja, dan rakyat.

“Nasib para tawanan yang gugur tidak diketahui secara pasti, namun sebuah asumsi mengatakan jenazah mereka dibuang di sungai Jagir dari jembatan Kereta Api Wonokromo,” ungkap Zaki. (tim)

Artikel Terkait

One thought on “Ungkap Sejarah Wonokromo dan Riwayat Gerbong Maut

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *