Empat warga Eropa terlihat berkerumun bersama pejuang Surabaya dan serdadu Sekutu di depan Hotel Majapahit Jalan Toendjoengan yang dulu bernama Oranje Hotel (era Belanda) dan Yamato Hotel (era Jepang).
Keempat bule itu, satu berasal dari Perancis, dua dari Inggris dan satu dari Canada yang berdarah Belanda. Mereka ini terlibat dalam sebuah produksi film Soera ing Baja yang diproduksi TVRI Jatim yang bekerjasama dengan Begandring Soerabaia dan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair.
Soera ing Baja adalah film bergenre dokumenter drama (dokudrama). Film ini adalah wujud kerja bareng lintas institusi ke dua antara TVRI, Begandring Soerabaia, FIB Unair dan Pemerintah Kota Surabaya.
Sebelumnya kolaborasi itu telah menghasilkan sebuah karya yang berjudul “Koesno, Jati Diri Soekarno” dan berhasil masuk nominasi Festival Film Indonesia (FFI) 2022.
Minggu, 30 Oktober 2022, proses pengambilan gambar (syuting) di Hotel Majapahit dan di kawasan Kalisosok. Setting di Hotel Mohopahit ini terkait dengan peristiwa penyobekan bendera. Saat pengambilan gambar peristiwa perobekan bendera sempat menjadi tontonan masyarakat. Warga berjubel di depan hotel, yang kebetulan pada sore itu, di jalan Tunjungan digelar acara Jalan Jalan Tunjungan.
Sebelumnya, di pagi dan siang hari, telah dilakukan pengambilan gambar ketika terjadi suasana bersitegang antara pejuang Surabaya dan orang-orang Belanda yang menduduki Hotel Oranje. Disana mereka mengibarkan bendera merah-putih-biru di salah satu tiang bendera di atas hotel. Arek arek Surabaya yang mendapati aksi itu secara spontan berdatangan ke hotel dan menyerukan kepada pihak Belanda untuk menurunkan bendera marah-putih-biru itu.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bersama para pemeran film di Jalan Kalisosok. foto: begandring
Peristiwa penyobekan, yang terjadi pada 19 September 1945, itu sebelumnya didahului oleh gagalnya perundingan antara Residen Surabaya, Soedirman dan W. V. C. Ploegman untuk menurunkan bendera Belanda. Dalam perundingan itu, selain ada Residen Sudirman, Plugman, juga ada sosok yang bernama Sidik dan Hariyono yang mendampingi Residen Sudirman.
Dalam perundingan itu Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol
dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik. Kemudian Sidik sendiri juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman. Sementara Sudirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Selanjutnya terjadi perobekan bendera setelah hotel dipanjat oleh pejuang pejuang Surabaya.
Dalam adegan ini, Ploegman diperankan oleh Ashley Beaven, seorang pengajar bahasa Inggris dari English First (EF) Surabaya. Ia berkewarganegaraan Inggris dari kota London. Menurutnya ia senang bisa terlibat dalam produksi film dokumenter tentang sejarah kota Surabaya. Apalagi sejarah besar kota Surabaya ini menjadi latar belakang ditetapkannya Hari Pahlawan yang diperingati secara nasional oleh bangsa Indonesia.
“I am happy as a part of the movie”, (Saya senang menjadi bagian dalam film ini) ujar Ashley sebelum pengambilan gambar di Majapahit Hotel.
Sementara itu Andy Hunt, rekan senegara, yang juga mengajar di EF, mengatakan bahwa menjadi bagian dalam film ini merupakan sarana belajar tentang Surabaya yang sebetulnya tidak ia bayangkan sebelumnya. Tapi kehadirannya di Surabaya sebagai pengajar Bahasa Inggris membantu baginya untuk mengenal dan belajar suatu daerah.
“Such a way I can learn something new where I am” (Dengan begini saya bisa belajar sesuatu yang baru dari tempat dimana saya berada), kata Andy.
Ada juga figuran yang menyertai keberadaan warga asing (Belanda) di Oranje Hotel. Yaitu sosok perempuan asal Canada yang berdarah Belanda. Ia adalah Melina van Rijn. Selain Melina juga ada seorang warga negara Perancis, Theo lefevre. Theo adalah mahasiswa dari Le Havre universite, Perancis, yang sedang memperoleh beasiswa di Universitas Airlangga selama satu tahun dengan mengambil Bussines and marketing di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
“I observe that all people involved in the movie making can animate the role”, (Saya perhatikan orang orang yang terlibat dalam pembuatan film ini bisa menjiwai peran mereka), terang Theo dalam interaksi pembuatan film ini. Ia menambahkan bahwa dia sendiri di Perancis juga pernah terlibat dalam kegiatan perfilman.
Se,entaa di Jalan Kalisosok, di luar tembok penjara sisi utara, juga menjadi setting pengambilan gambar. Di tempat ini digunakan sebagai setting yang menggambarkan peristiwa dimana presiden Soekarno, wakil presiden Hatta dan Amir Sjarifuddin dalam satu mobil dihentikan oleh arek arek Surabaya ketika berkeliling kota untuk menentramkan keadaan di Surabaya yang sedang kacau.
Soekarno diperankan oleh Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. Hatta diperankan Agus Santoso (Bergandring Soerabaia yang juga sebagai juru pelihara Sumur Jobong Pandean) dan Amir Sjarifuddin diperankan Kuncarsono Prasetyo (Bedandring Soerabaia).
Eri Cahyadi berbincang dengan pengurus Begandring dan perwakilan FIB Unair. foto: begandring
“Saya memerankan Amir Sjarifuddin dan dalam adegan itu saya disuruh Soekarno untuk turun dari mobil untuk menemui langsung arek arek Surabaya. Ini karena dalam catatan sejarah Amir Sjarifuddin adalah orang sayap kiri dimana di Surabaya banyak orang orang sayap kiri. Karenanya Amir Sjarifuddin diajak oleh Sukarno ke Surabaya untuk membantu menghadapi Arek-Arek Suroboyo,” jelas Kuncarsono.
Sementara Achmad Zaki Yamani, periset dan sekaligus Kepala Bidang Pendidikan dan Latihan Begandring yang mengarahkan alur cerita Soera ing Baja mengatakan bahwa peristiwa sejarahnya sesungguhnya terjadi di Jalan Ngagel.
“Perubahan di Kota Surabaya sudah cukup banyak dan banyak kendala untuk menghadirkan situasi yang seperti aslinya. Jika mengambil setting di Ngagel sudah tidak mungkin. Maka kami mengambil setting di lokasi yang mendekati alami sebagaimana mestinya. Yaitu di jalan Kalisosok dengan background tembok penjara yang masih menampilkan suasana tempo dulu”, terang Zaki.
Eri Cahyadi dalam casting dipilih untuk memerankan presiden Soekarno. “Ini peran saya yang kedua dalam film yang digarap TVRI Jatim dan tim. Saya tidak grogi lagi karena sudah tau bagaimana memerankan sosok Soekarno”, aku Eri Cahyadi.
Surabaya masih menyimpan banyak cerita sejarah. Salah satunya adalah sejarah perjuangan arek arek Surabaya. Film seperti ini akan menjadi sarana untuk memperkenalkan sejarah Surabaya kepada warga Surabaya.
“Film Soera ing Baja ini akan diputar di seluruh museum di Kota Surabaya”, pungkas Eri Cahyadi yang masih berbalut pakaian ala Soekarno di depan eks Penjara Kalisosok usai penggambilan gambar. (*)