20 Siswa Insan Cerdas School Surabaya Jelajah Kampung Pecinan

Sebanyak 20 siswa Insan Cerdas (IC) School Surabaya dengan usia rata rata 10 tahun mengunjungi menjelajah Kampung Pecinan, Rabu (25/1/2023). Ada dua objek yang dikunjungi, yakni Kelenteng Boen Bio di Jalan Kapasan Surabaya dan Kampung Kapasan Dalam yang dikenal dengan Kampung Kungfu.

Kegiatan ini sebagai salah satu wujud kegiatan belajar mengajar luar sekolah.  IC School adalah lembaga pendidikan non formal yang menghasilkan lulusan dari latar belakang siswa yang dianggap bermasalah, namun output-nya membanggakan. Mereka dapat mandiri sebagai insan manusia.

Di lembaga ini, potensi anak didik digali dan diarahkan sehingga menjadi lulusan yang sukses dalam meniti hidup dan kehidupan. Karenanya, sekolah ini mengajarkan pengalaman hidup secara empiris sebagai modal dasar untuk mengeksplorasi diri.

Jalan-jalan sejarah di Kampung Pecinan ini mengajak siswa untuk mengenal keberagaman (pluralisme) di Surabaya. Selain mendapat cerita (narasi) tentang keberagaman, para siswa juga secara langsung melihat fakta keberagaman itu sendiri.

Ada kata kata bijak, “Seeing is believing”, yang artinya “Dengan melihat, baru percaya”. Misalnya ada narasi yang berbunyi bahwa foto mantan presiden RI, Abdurrahman Wachid (Gus Dur) dipajang di dalam kelenteng.

20 Siswa Insan Cerdas School Surabaya Jelajah Kampung Pecinan
Di ruang uatama Kelenteng Boen Bio. foto: ist

Terhadap narasi itu mungkin ada yang berpikir dan berkata “gak mungkin” dan ada pula yang menggumam “mana mungkin ada orang Islam yang fotonya kok dipasang di kelenteng”. Akibatnya, ada yang tidak percaya dengan pernyataan itu.

Demikian halnya dengan siswa IC School yang diajak diajak Kelenteng Boen Bio. Mereka baru percaya setelah melihat bahwa foto Gus Dur terpampang di dinding kelenteng. Gus Dur dianggap sebagai Bapak Pluralisme karena Gus Dur adalah tokoh nasional yang sejak awal mengedepankan pluralisme dan kemajemukan di Indonesia.

Baca Juga  Seabad Lokomotif 12: Kereta Uap Penanda Kejayaan Industri Gula Mojokerto

Kunjungan siswa siswi IC School ke Kelenteng Boen Bio ini dipandu oleh Ketua Begandring Soerabaia Nanang Purwono. Dijelaskan bahwa Kelenteng Boen Bio bukan kelenteng pada umumnya, dimana di dalamnya terdapat patung-patung perwujudan para dewa.

“Di Kelenteng Boen Bio tidak ada patung-patung dewa kecuali satu sebagai simbol yang dihormati dan dipuja, yaitu nabi Kong Zi,” jelas Nanang.

Menurut laman kemenag.go.id, agama Khonghucu atau Kongjiao atau Rujiao adalah agama yang berasal dari negeri Tiongkok. Tapi kemudian rakyat biasa bisa mempelajari Ajaran Khonghucu di luar kerajaan, termasuk di Indonesia.

Jika ditilik arti katanya,  “Boen” artinya Kesusastraan dan “Bio” adalah Kuil. Jadi Boen Bio adalah Kuil Kesusastraan.

Liem Tiong Yang, pengurus Kelenteng Boen Bio, yang juga ikut menyambut kedatangan rombongan siswa siswi IC School menceritakan bahwa Kuil Kesusastraan ini adalah tempat belajar agama Konghucu dan budaya yang menyertainya.

“Kalau diperhatikan bahwa di kelenteng ini semua relief, aksara, dan simbol mengandung pesan dan ajaran agama Konghucu, ajaran kehidupan,” jelas Liem dengan sabar karena tamu tamunya adalah anak-anak yang masih berusia muda.

“Di sini ada burung Hong yang melambangkan wanita yang penuh dengan keindahan. Sementara gambar naga adalah simbol laki laki yang gagah sebagai pemimpin,” tambah Liem.

20 Siswa Insan Cerdas School Surabaya Jelajah Kampung Pecinan
Di sudut gang kuliner Kapasan Dalam. foto: ist

Dalam kesempatan itu, Liem mengajak berinteraksi dengan mempersilakan peserta untuk bertanya. Siapa yang bertanya, Liem memberikan hadiah. Tidak disangka bahwa hampir semua bertanya. Ini menunjukkan bahwa ada keberanian pada diri setiap siswa.

Sebagai imbalan atas pertanyaan, Liem memberi kartu yang berisi informasi tentang Kelenteng Boen Bio. Selain itu, Liem juga membagi bagikan jeruk kepada semua karena masih dalam suasana Imlek.

Baca Juga  Mahasiswa Poltekpar Bali Kuliah Sejarah Melalui Subtrack

“Jeruk ini melambangkan keberuntungan dan semoga dalam menapaki tahun baru, semua diberi keberuntungan”, jelas Liem.

Setelah dari Kelenteng Boen Bio, rombongan siswa ini diajak menyusuri Kampung Kapasan Dalam yang juga disebut sebagai Kampung Kungfu.

Dalam perjalanan, rombongan menjumpai sebuah punden. Punden ini menjadi pusat atraksi budaya warga setempat. Atraksi ini adalah wujud pembauran antara etnis Tionghoa dan Jawa yang sudah lama menjadi praktik kebudayaan lokal di Kampung Pecinan. Mereka masih kirim sesajen di punden ini. Bahkan tidak jarang ada tanggapan wayangan di sini.

Dengan adanya punden ini, para siswa diajak belajar tentang punden. Punden adalah tempat terdapatnya makam orang yang dianggap sebagai cikal bakal masyarakat desa atau tempat keramat dan sesuatu yang sangat dihormati. Karenanya, warga setempat menghormati dan menjaga punden yang ada di Kampung Kapasan Dalam ini.

Jalan-jalan sejarah di Kampoung Pecinan belum selesai. Mereka kemudian diajak masuk menelusuri lorong-lorong sempit, di mana terdapat kuliner lokal atau masakan dan jajanan khas Kampung Pecinan. Di sana peserta juga diajak mengenal aksara aksara Cina berikut transkrip roman dan artinya. Semua itu adalah pengenalan nyata, empiris bagi para siswa.

Dita, guru pendamping, merasa senang karena murid muridnya mendapatkan pengalaman nyata dan banyak belajar dari lingkungan mulai dari keberagaman agama, interaksi sosial yang terjadi, bahasa hingga kuliner.

“Ke depan saya akan usulkan kepada pihak sekolah untuk mengadakan jalan jalan sejarah untuk siswa SMP dan SMA. Ini sesuai dengan model kegiatan belajar mengajar di sekolah kami,” tutur Dita. (tim)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *