Gelaran Pameran Foto yang menjadi kegiatan Parade Event Film Soera ing Baja, Gemuruh Revolusi ’45, menjadi ajang pengembang potensi diri, kreativitas dan ekonomi kreatif. Pameran ini berlangsung di Basement Balai Pemuda, 4-18 Desember 2022.
Dalam pameran ini ditampilkan 90 lembar foto, yang sebagian dalam ukuran poster. Pemasangan poster dan foto foto nya dibuat sedemikian rupa seolah menghadirkan suasana ruang tunggu di gedong bioskop. Apalagi di tengah ruangan dipasang layar monitor LCD yang menayangkan film Soera ing Baja.
Foto-foto yang dipamerkan menyajikan suasana kegiatan di balik layar (Behind the Scene), frame sesuai frame foto dokumen serta foto-foto dokumen dari beberapa sumber.
Ada pun sumber terkini adalah para fotografer yang mengikuti dan mendokumentasikan jalannya proses produksi film. Para fotografer ini adalah Hengky Purwoko, Ithok dan Andre Arisotya.
Menurut kurator pameran foto, Yayan Indrayana yang juga pegiat dari Komunitas Begandring Soerabaia, sebetulnya ada seribu lebih foto hasil jepretan para fotografer, namun dari semua itu dipilih yang terbaik dari yang terbaik. Akhirnya terseleksi sekitar 100 foto.
Pemberdayaan Komunitas
Selama pameran, mulai dari 4 hingga 18 Desember 2022, ajang pameran ini menjadi media pembelajaran baik bagi pengunjung, maupun panitia.
Panitia ini adalah gabungan dari unsur komunitas sejarah dan mahasiswa Unair. Ada Reenactor Djawa Timoer, Reenactor Jombang, Reenactor Mojokerto, Bangiler, Reenactor Bali yang dikoordinir oleh Begandring Soerabaia.
Mereka selama pameran terlibat sebagai pemandu pamer. Setiap hari ada jadwal tugas sebagai pemandu pameran. Ada dua shift setiap hari: pagi-siang dan sore-malam.
Dengan berpakaian lengkap seperti yang digunakan oleh pelaku sejarah pertempuran Surabaya baik dari pihak Republik maupun pihak Sekutu, mereka dengan aktif melayani pengunjung dengan memberikan penjelasan di seputar foto dan kegiatan pembuatan film termasuk tentang isi film yang berjudul Soera ing Baja.
Selain dari komunitas sejarah, para pemandu pameran ini juga berasal dari Fakultas Fisip dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga. Bagas dari Fisip Unair, salah satunya. Ia berpakaian seorang perwira Jepang. Baginya bisa terlibat dalam kegiatan kesejarahan ini menjadi ajang aktualisasi hobi dan passion.
“Saya bisa berinteraksi dengan pengunjung dan berbagi cerita sejarah kota Pahlawan Surabaya,” ujar mahasiswa Fisip Hurusan Hubungan Internasional ini.
Ia menambahkan bahwa ada tiga mahasiswa Fisip Unair yang ikut kegiatan edukasi bersama Begandring Soerabaia.
Sementara itu Jihan, mahasiswi dari Fakultas Ilmu Budaya, Unair yang juga menjadi relawan pemandu pameran mengatakan bahwa ia mendapat wadah pembelajaran di luar kuliah.
Tidak hanya mereka berdua yang mengakui bahwa pameran ini menjadi ajang aktualisasi diri. Secara konstruktif dan tematik, mereka berlatih berinteraksi dengan publik dan berdiskusi sesuai tema pameran.
Ada juga relawan relawan dari komunitas reenactors yang menjadi pemandu. Bagi mereka kesempatan ini adalah momen untuk bisa berbagi pengetahuan tentang sejarah Pertempuran Surabaya kepada orang lain.
Ekonomi Kreatif
Dari pengamatan media ini, pameran dengan beberapa kegiatan pendukungnya memberi peluang bagi mereka untuk mengembangkan kemampuan dan meningkatkan kapasitas diri di bidang kesejarahan Kota Surabaya.
Tidak cuma kegiatan kepemanduan yang berlangsung harian, ada juga yang dijadwal secara insidentil. Pada 7 Desember diselenggarakan seminar bertema Pakaian dalam Peristiwa Pertempuran Surabaya.
Kemudian pada 10 Desember digelar teatrikal reka ulang Komando Keramat dan diskusi peristiwa asli dalam potongan film.
Pada kegiatan insidentil terakhir, 15 Desember, diselenggarakan diskusi behind the Scene Film Soera ing Baja. Semua pengunjung pada acara itu bisa menjadi audiens acara.
Tidak ketinggalan, ajang pameran ini juga menjadi wadah ekonomi kreatif dari para pegiat sejarah. Dedy “Kopral” Risdianto yang membuka atraksi produksi aksesoris berbahan kulit.
Dia menuturkan, awalnya dari hobi yang bersifat vintage dan historis. Dia memulai membuat aksesoris yang dibutuhkan teman-temannya dalam beraktivitas.
“Awalnya dalam paguyuban sepeda onthel, dimana banyak aksesoris yang dibutuhkan terbuat dari kulit. Saat itu saya mulai berkreasi membuat kerajinan aksesoris dari bahan kulit,” cerita Dedy yang kini kegiatan itu menjadi sandaran hidupnya.
Dedy mengaku banyak mendapat pesanan yang datang dari luar kota seperti Bandung, Bogor dan Jakarta. Bahkan pada malam kegiatan di ajang pameran pada Rabo, 7 Desember 2022, ada pemesan dari Bangil yang datang untuk mengambil pesanan.
Ajang atraksi produksi kerajinan dari kulit seperti sarung sangkur, pedang, peluru, ikat pinggang dan lai lain ikut meramaikan kegiatan pameran foto.
“Biasanya saya mengerjakan di rumah. Sekarang ada momen, saya mengerjakan di ajang pameran. Ke depan wadah komunitas Begandring ini berpotensi sebagai etalase berkreasi secara publik,” pungkas Dedy Risdianto yang melabeli produknya DrCreation. (wh)