Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya pernah berjaya dan menjadi sendi etalase seni dan budaya Surabaya. THR sangat populer di eranya. Tidak hanya menjadi jujugan selama dekade 1950, sampai 1980-an.
Bahkan, di era kolonial pada 1930-1940-an yang kala itu bernama Jaarmarkt, juga sudah menjadi tempat hiburan warga Eropa di Surabaya.
Seiring perkembangan zaman, THR tidak ikut berkembang. Makin lalu hingga bangkrut dan tutup. Lahan bekas THR sejak 2018 menjadi tempat hiburan mahluk mahluk liar. Ia menjadi belantara kota di tengah hausnya warga kota akan etalase dan panggung berkesenian dan berkebudayaan.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi berkeinginan THR bisa hidup lagi untuk membasuh dahaga warga kota akan atraksi dan hiburan yang merakyat sesuai dengan namanya. Semoga tidak diubah menjadi Taman Hiburan Metropolis.
Direncanakan, THR ini dibangun tahun ini. Lantas, seperti apa konsep THR yang baru nanti?
Wali kota mengatakan, konsep wahananya tidak jauh berbeda dengan THR sebelumnya. Namun, akan diperbanyak plaza terbuka. Tujuannya, mewadahi seniman agar bisa tampil menghibur pengunjung.
“Targetnya selesai 2023. Maksimal harga tiket masuknya Rp. 25.000, terus kalau di dalamnya ada permainan beda lagi,” ungkap Eri.
Menurut Eri, apabila melalui sewa, maka mekanisme kerja sama eks THR dan TRS tidak perlu lewat lelang. Sementara jika menggunakan lelang, maka kerja sama bisa dilakukan melalui skema BOT (Build, Operate and Transfer) atau BTO (Build, Transfer, Operate).
“Kita lihat, kalau BOT atau BTO, maka kita lelang, kalau sewa kan tidak. Tapi ada beberapa kemarin yang menyampaikan ya sudah kita lihat, kalau dia (investor) mengajukan secara sewa silakan,” paparnya.
Namun demikian, Eri berpesan kepada calon investor agar konsep penataan wisata eks THR-TRS ke depan banyak menyediakan ruang terbuka untuk keluarga. Termasuk pula tidak meninggalkan keberadaan panggung kesenian tradisional seperti ludruk dan ketoprak yang sebelumnya pernah ada.
Apabila kerja sama dengan investor nanti sudah berjalan, Eri menyatakan secara otomatis kompleks eks THR dan TRS selanjutnya menjadi tanggung jawab pihak ketiga. Termasuk pula mengenai keamanan terhadap setiap wahana wisata yang nantinya ada di sana.
“Kalau nanti sudah ada pihak ketiga, maka secara otomatis pihak ketiga punya kewajiban untuk melakukan audit, punya kewajiban untuk mengecek (wahana) permainannya,” katanya
Harus Penuhi Tiga Unsur
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya A. Hermas Thony yang juga dikenal sebagai tokoh penggerak kebudayaan Surabaya, memberi catatan arti “beda” yang disebut Wali Kota Eri Cahyadi.
“Kalau pemkot ingin serius dalam pengerjaan, maka hasil pekerjaan itu dapat dipastikan akan jauh lebih luar biasa ketika pemkot bisa mengintegrasikan, merevitalisasi, dan mengelola 3 unsur yang terdiri dari THR mall, kompleks THR dan Taman Remaja. Ini harus menjadi satu kesatuan hiburan yang tidak lepas dari local wisdom,” papar politisi Partai Gerindra itu.
Thony menambahkan, lokasi THR ini langsung berhadap hadapan dengan Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa di Jalan Kusuma Bangsa. Maka, yang dimaksud dengan kearifan lokal itu adalah nilai sejarah kepahlawanan.
“Di depan THR ada tempat peristirahatan terakhir para pahlawan. THR juga tidak jauh dari rumah wafat WR Soepratman, pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya di kawasan Tambaksari. Karenanya, konsep berbeda dan local wisdom itu idealnya mengandung nilai sejarah kota. Tidak hanya yang bersifat seni dan budaya,” jelas Thony.
Ketika bicara tentang wahana hiburan di Surabaya, timpal dia, sudah banyak tempat hiburan di yang bagus dan nyaman.
“Kita jangan head to head dengan tempat tempat hiburan yang sudah tersebar di Surabaya. Perlu diciptakan tempat hiburan yang edukatif sesuai dengan ruh kota Surabaya, yaitu Kota Pahlawan. Karenanya, perlu dipikirkan konsep THR yang baru ini,” tegas Thony.
Libatkan Komunitas
Begandring Soerabaia menyambut baik bakal dihidupkannya kembali THR dengan konsep baru yang memadukan hiburan yang bersifat seni dan kultural, termasuk nilai sejarah, khususnya kepahlawanan.
“Surabaya perlu memiliki wahana yang mengusung nilai-nilai sejarah. Sebagai Kota Pahlawan, Surabaya belum memiliki sebuah taman yang menyajikan kesejarahan kota, kecuali museum,” tegas Achmad Zaki Yamani, Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan Begandring Soerabaia.
Dia menuturkan, keberadaan THR nanti bisa dirancang sebagai sebuah taman hiburan yang menyajikan nilai-nilai kepahlawanan yang diwujudkan dalam sebuah atraksi di dalamnya.
“Misalkan ada atraksi teatrikal kepahlawanan, di mana pengunjung bisa terlibat dalam bagian teatrikal. Juga ada photo booth yang tematik sejarah kepahlawanan dengan menyewakan pakaian-pakaian para pejuang Surabaya. Sehingga kalau pulang dari THR pengunjung bisa membawa oleh-oleh nilai kepahlawanan,” jelas Zaki yang menjadi co-sutradara film dokumenter Soera ing Baia.
Ketua Begandring Soerabaia Nanang Purwono berharap pembangunan THR serta konsep harus maksimal, sehingga wahana ini dapat memberi manfaat kepada masyarakat.
Kata dia, wahana THR ini harus bisa berperan dalam pembentukan dan penanaman 18 nilai pendidikan karakter kepada warga Surabaya. Di antaranya nilai rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat dan komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.
“Semuanya itu bisa dicapai dengan penyediaan wahana yang terencana dan terkonsep sesuai dengan jati diri Kota Surabaya,” jelas Nanang.
Jadi, imbuh dia, THR akan menjadi miniatur dan etalase tempat tempat bersejarah Kota Surabaya, mulai dari sejarah era klasik hingga sejarah kemerdekaan. Ini serupa dengan taman mini sejarah Surabaya.
A.H. Thony sepakat dengan gagasan Begandring Soerabaia karena konsepnya tidak hanya memberikan pengalaman secara intelektual (pikir), tapi juga pengalaman secara motorik (badan) bagi para pengunjung.
“Akan lebih bijak bila konsep THR baru ini dibuat dan dirancang bersama publik termasuk komunitas. Di situ akan ada partisipasi masyarakat sehingga masyarakat akan merasa ikut memiliki,” pungkas Thony (tim)