Begandring Hadiri Jambore Kesejarahan dan Manca Krida 2023

Beberapa pengurus dan pegiat sejarah Begandring Soerabaia bertolak ke Jogjakarta, Sabtu (4/3/2023). Keberangatan tersebut terkait kegiatan Jambore Kesejarahan dan Manca Krida, Hari Penegakan Kedaulatan Negara Peringatan Serangan Oemoem 1 Maret 1949.

Ada tiga pengurus Begandring yang berangkat ke Kota Gudeg itu, yakni Yayan Indrayana (sekretaris), Achmad Zaki Yamani (Kabid Edukasi & Litbang), dan Reang Budiyanto (Bagian Umum). Sedang para pegiat yang ikut antara lain, Goendeny, Zaki Rabbani, Ferdin, Dyah, dan Bagas.

Setiap tahun, peristiwa itu diperingati oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan berbagai macam kegiatan yang bertujuan untuk menjaga ingatan Masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat DIY tentunya. Di antaranya teatrikal, parade, Jambore Kesejarahan dan Manca Krida.

Tahun 2023 ini, kali kedua Begandring Soerabaia diundang Jambore Kesejarahan dan Manca Krida di Jogjakarta. Bagi Begandring, merupakan kehormatan hadir di acara ini. Apalagi tahun ini, Ahmad Zaki Yamani, wakil Begandring didapuk menjadi narasumber.

Kegiatan napak tilas yang setiap tahun berganti lokasi, digelar setelah sesi diskusi kesejarahan yang tahun ini (2023) bertempat di Hotel Dafam Fortuna Seturan, Jogjakarta, Sabtu (4/3/2023).

Dalam sesi diskusi Jambore Kesejarahan dihadirkan sebagai pembicara adalah pegiat sejarah dari komunitas sejarah dan akademisi. Dari perwakilan Pemprov DIY ada Kasie Bidang Sejarah I Gede Adi Atmaja dab Kabid Sejarah, Bahasa, Sastra dan Permuseuman Daerah Istimewa Yogyakarta Budi Husada.

Jambore Kesejarahan yang dimulai pukul 01.00 WIB, menampilkan beberapa narasumber dari komunitas sejarah. Bagus Kamajaya dari Historie van Bandoeng (HVB) membahas tentang komunitas sejarah dalam menjaga nasionalisme dan patriotisme di Indonesia.

Bagus membahas kegiatan yang dilakukan dalam hubungannya dengan pengembangan dan peran yang bisa dilakukan oleh komunitas sejarah dalam menjaga dan melestarikan rasa nasionalisme, di mana hal yang bisa dilakukan tidak hanya dari teatrikal namun juga dari hal lain seperti edukasi dan pembelajaran.

Baca Juga  Begandring Diminta Kaji Sejarah PDAM, Tandon Wonokitri Bakal Jadi Destinasi Wisata Sejarah
Begandring Hadiri Jambore Kesejarahan dan Manca Krida 2023
Achmad Zaki Yamani, pemateri dari Begandring Soerabaia. foto: begandring

Berikutnya, Ahmad Zaki Yamani dari Begandring Soerabaia. Dia memaparkan Peran Yogyakarta di Surabaya masa 1945 dan Tantangan Membuat Komunitas Sejarah di era milenial.

Zaki menjelaskan tentang peran Jogjakarta dalam perang 10 November, mulai dari narasi tentang Jihad Fisabilillah dan terutama terkait Akademi Militer Yogjakarta (AKM) yang bertugas dalam melakukan banyak pemboman ke arah bala tentara Inggris.

Di materi kedua, Zaki Yamani mampu mencuri perhatian peserta Jambore Kesejarahan. Ini setelah dia membahas tema stratagis, yakni “Tantangan Komunitas Sejarah di Era Millenial.”

Zaki berbagi pengalaman tentang apa yang sudah dan akan dilakukan Begandring Soerabaia sebagai salah satu komunitas yang hadir di era milenial.

Pemaparan Zaki tersebut mendapat banyak tanggapan dari peserta jambore. Bahkan banyak pegiat sejarah yang melanjutkan diskusi informal setelah acara usai.

Sementara itu, Dionisius Cahyo Utomo dari Reenactor Bangor membahas tentang visualisasi kegiatan komunitas sejarah sebagai sarana merawat ingatan kolektif bersama.

Dion, begitu ia karib disapa, banyak memberi contoh kegiatan kegiatan yang menginspirasi terkait dengan proses visualisasi dalam tema kesejarahan, baik berupa foto, video dan juga eksplorasi terkait hal-hal teknis yang semestinya menjadi konsen dari para Reenactor Indonesia.

Sesi berikutnya, ada Mayor Imron, Kaajenrem 071 Wijayakusumah. Dia membahas tentang kerja sama yang terjadi antara Angkatan Darat dengan komunitas sejarah, baik kerja sama terkait dengan penyediaan data atau pun kerja sama lain seperti teatrikal dan pementasan fragmen sejarah.

Burhanudin, Dosen Ilmu Sejarah Universitas Gajah Mada, menjabarkan orang-orang yang termarjinalkan dalam Serangan Oemoem 1 Maret.

Menurut Burhanudin, kata termarjinalkan menunjuk kurang disebutnya nama-nama yang sebenarnya punya peran besar dalam Serangan Oemoem.

Masih banyak yang belum dikenal ataupun sangat jarang dibahas dalam diskusi dan etalase sejarah Jogjakarta. Beberapa tokoh yang dijadikan contoh adalah Sardjito, Johannes, Bu Ruswo dan Bu Jauhari. (yayan indrayana/nanang purwono)

Baca Juga  Musicomm Sambut Sumpah Pemuda Diwarnai Komunitas Sejarah Surabaya

 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *