Menjaga Denyut Nadi Bumi

Saat manusia membangun pemukiman untuk kali pertama di permukaan bumi sekitar 10.000 tahun lalu, dunia sekitar mereka, di perairan maupun di darat dipenuhi dengan semangat. Selama beberapa generasi, bumi merupakan sempalan surga di sistem Tata Surya Bima Sakti yang stabil.

Namun, kini hanya dalam jarak seumur manusia, semua telah berubah. Ketidakseimbangan bahkan melanda negeri yang konon diceritakan begitu subur-makmur. Saking suburnya sebuah tongkat kayu yang ditancapkan ke bumi dapat tumbuh menjadi pohon. Sempalan Surga itu ada di khatulistiwa, Indonesia.

Seperti halnya perkembangan peradaban di belahan bumi lainnya, peradaban Indonesia disokong oleh keberadaan sungai-sungai besar yang membelah daratan. Sungai menjadi poros kehidupan. Satu di antara sungai terpanjang di Indonesia. Yaitu, Bengawan Solo. Ia membelah hampir setengah panjang total Pulau Jawa, melintasi dua provinsi.

Air tawar segar yang mengucur dari Pegunungan Sewu di Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah, membawa serta bahan sumber kehidupan yang dibutuhkan beragam makhluk hidup yang saling bertaut dalam ekosistem sungai sepanjang 500-an kilometer. Sejak  zaman purba, manusia memanfaatkan sumberdaya yang melimpah untuk menjamin kehidupan generasi mendatang.

Namun dalam 50 tahun terakhir, kehidupan alam liar berkurang rata-rata sebanyak 60 persen. Termasuk keberadaan air tawar. Untuk pertama kali dalam sejarah umat manusia, stabilitas alam tak dapat diremehkan lagi.

Bencana

Berita mengenai kekeringan yang melanda daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo semakin sering terdengar.  Daerah yang dilanda kekeringan jumlahnya semakin bertambah. Urat nadi yang sejak berabad-abad lamanya menopang beragam kehidupan itu kini mulai tidak stabil. Parit itu menjanjikan dua hal yang kontradiktif. Berkah dan musibah.

Baca Juga  Pemasangan Reklame Viaduct Gubeng Harus Dikaji Ulang

Air Bengawan Solo yang melimpah mampu menyokong aktivitas ekonomi masyarakat seperti untuk sektor pertanian, perikanan dan pariwisata. Tentu hal ini adalah berkah yang tiada tara. Sementara pemanasan global dan perubahan iklim memicu ketidakseimbangan alam yang kemudian menyebabkan terjadinya berbagai bencana dan musibah seperti banjir, erosi, abrasi, serta menurunnya kualitas air baku, bahkan kekeringan.

Upaya pelestarian alam yang berkesinambungan menjadi dasar bersikap untuk meningkatkan kebermanfaatan alam bagi manusia dan menekan dampak yang berpotensi merugikan.

“Sebenarnya tanggung jawab pemeliharaan sungai menjadi tugas bersama setiap simpul masyarakat yang berada di sepanjang bantaran Bengawan Solo. Namun yang terjadi, mereka sejauh ini masih fokus pada bagian yang berada tepat di depan hidung. Masyarakat di hulu tidak mau tahu lebih jauh urusan masyarakat yang ada di hilir, dan yang di hilir lupa jika berkah air yang mereka nikmati berasal dari hulu,” terang Tofan Ardi, aktivis lingkungan hidup sekaligus pendiri Yayasan Putra Nusantara, salah satu organisasi penggagas Misi Ekspedisi Bengawan Solo 2022.

Sehingga pada akhirnya, tambah Tofan, ekspedisi ini diharapkan mampu memantik lahirnya River Side Society, yang tujuannya pemanfaatan potensi Bengawan Solo secara berkelanjutan oleh berbagai pihak dalam sebuah kolaborasi bersama yang bernama pentahelix. Yaitu kolaborasi bersama yang melibatkan unsur pemerintah, dunia usaha, akademisi, komunitas dan media.

Ekspedisi Bengawan Solo 2022

Di tengah terpaan isu mengenai kondisi Bengawan Solo yang kian menurun kualitasnya, Tim Ekspedisi Bengawan Solo 2022 masih meyakini bahwasanya masyarakat lokal tidak tinggal diam.

Bagi masyarakat setempat, Bengawan Solo itu tidak hanya sebuah sungai yang menjadi jalur air gunung melaju ke lautan, melainkan sebuah wadah berkah dari Sang Maha Kuasa bagi kehidupan manusia sehingga keberadaannya penting untuk tetap dijaga.

Baca Juga  Penyelamatan dan Pemanfaatan Bangunan Langka di Kota Tua Surabaya

Misi Ekspedisi Bengawan Solo 2022 yang rencananya dimulai pada Juni mendatang adalah sarana untuk mengumpulkan sejumlah data yang dibutuhkan untuk memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah. Ekspedisi Bengawan Solo ini menggunakan stand up paddle, sebuah sarana pengarungan moderen sebagai modernisasi dari sarana pengarungan tradisional terbuat dari bambu yang disebut “getek” atau rakit.

Alat stand up paddle ini adalah semacam papan luncur (surfboard), yang digayuh dengan cara berdiri layaknya berakit rakit. Cara ini digunakan untuk melakukan serangkaian pemetaan dan rekam data termasuk di antaranya memetakan potensi bencana lingkungan, perekaman geotagging di zona rawan erosi dan penyempitan alur bengawan.

“Kita juga mendata potensi wisata pedesaan yang dapat dipadukan dengan potensi perairan, budaya dan upaya pelestarian bengawan solo. Dalam misi ini tim juga membuat materi promosi wisata jelajah virtual menggunakan teknologi Virtual Reality (VR),” terang Ermiko, ketua tim Ekspedisi Bengawan Solo 2022.

Dalam rangkaian ekspedisi ini akan ada kegiatan konservasi mata air dengan penanaman 10.000 bambu. selain itu pada setiap kabupaten/kota yang disinggahi, tim ekspedisi akan memaparkan hasil penjelajahan.

Selain memberikan rekomendasi, tim juga akan melakukan transfer knowledge kepada pengelola desa wisata tentang pentingnya meluaskan jangkauan untuk mempermudah pasar dalam mengakses layanan desa wisata, melalui agenda sosialisasi program wisata pedesaan Go Digital dengan mengadopsi teknologi smart tourism.

Ekspedisi Bengawan Solo 2022 adalah misi bersama berbagai kalangan, mulai dari akademisi, kalangan usaha, komunitas, pemerintah dan media massa. Tim ekspedisi akan mengarungi sungai bengawan solo sepanjang 462 kilometer melintasi 12 Kabupaten di 2 Provinsi yakni Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Secara resmi upacara pembukaan dan pelepasan Tim Ekspedisi digelar di Kota Solo  dan ditutup di Kabupaten Gresik Jawa Timur. Penjelajahan dilakukan oleh tim berisikan 4 orang menggunakan wahana jelajah Stand Up Paddle Board. Di setiap pemberhentian di kabupaten, Tim psddling akan disambut dan diramaikan oleh atraksi air seperti perahu dan getek.

Baca Juga  Bangunan Kuno di Surabaya Bakal Dikategorikan Secara Tematik

Tim menarget Ekspedisi rampung bertepatan dengan Peringatan Kemerdekan Republik indonesia ke-77 pada bulan Agustus 2022. (*)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *