Melihat Benteng Kedung Cowek di pesisir Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) berasa sangat menyenangkan. Kagum. Bangunannya megah. Kokoh.
Benteng Kedung Cowek tersembunyi di balik vegetasi yang lebat sehingga tidak mudah dilihat dari laut. Betapa hasil rancang bangun yang luar biasa.
Itulah benteng pertahanan pantai, Kutsbaterrij, Kedung Cowek. Usianya lebih dari 100 tahun. Namun benteng ini seolah masih siaga menjaga keamanan pantai.
Ady Setyawan, pegiat sejarah pertempuran dari Komunitas Roode Brug Soerabaia, memiliki lembar cetak biru (blue print) yang diperoleh dari Belanda tentang proyek pembangunan benteng, yang ternyata benteng ini dibangun pada awal abad 20. Cetak birunya ditandatangani oleh Kapten Geni Proper di Batavia pada 15 Januari 1900.
Sejak awal pembangunan, benteng ini sesungguhnya untuk memperkuat sistem pertahanan Surabaya. Ketika itu, benteng pertahanan pantai Kedung Cowek bukan satu-satunya pertahanan karena di bagian lain pesisir Pantai Surabaya juga ada sistem pertahanan pantai seperti di Kalidawir, Semambung, dan Ujung. Juga terdapat gugusan pertahanan pantai di pesisir Madura yang langsung menghadap ke Surabaya.
Tapi semuanya sudah hancur, kecuali Benteng Kedung Cowek. Kini Benteng Kedung Cowek menjadi satu satunya benteng yang tersisa. The last standing fort.
Pada pecah Perang Surabaya 1945, benteng ini sempat digunakan para pejuang Surabaya yang tergabung dalam Batalyon Sriwijaya. Mereka memanfaatkan benteng dan persenjataannya untuk menghadapi tentara Sekutu.
Di pihak pejuang ada sekitar 200 orang gugur di tempat ini. Peluru-peluru tajam Sekutu menembus tubuh mereka. Bahkan, hingga sekarang masih ada peluru-peluru yang bersarang di dinding-dinding benteng.
foto: begandring
Sayang, pada kunjungan terakhir penulis ke lokasi, Senin (20/9/2022), lubang-lubang bekas proyektil pada tembok-tembok benteng telah ditambal. Diduga kuat pelakunya tidak mengerti arti bukti tembakan-tembakan itu. Dikira tembok itu berlubang, lalu ditambal. Ini kesalahan fatal yang telah menghilangkan bukti-bukti sejarah.
Untung, masih ada bukti pipa baja yang terlubangi karena lesatan peluru panas Sekutu. Bisa dibayangkan, betapa mematikan peluru-peluru itu ketika mengenai tubuh para pejuang.
Karena keberadaan dan pemanfaatan benteng bersejarah itu komunitas pegiat Surabaya pernah menghadap Panglima Kodam V/Brawijaya yang saat itu dijabat Letnan Jenderal TNI R. Wisnoe Prasetja Boedi.
Para pegiat sejarah sempat mengkonfirmasi tentang kabar kalau aset Kodam V/Brawijaya itu telah berpindah tangan ke pihak swasta. Tapi Panglima menampik. Dia memastikan aset Benteng Kedung Cowek masih dikelola Kodam V/Brawijaya.
Berbekal jawaban inilah, saya bersama Kuncarsono Prasetyo (inisiator Begandring Soerabaia) dan dan Ady Setyawan (Roode Brug Soerabaia) menyampaikan kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melalui dinas terkait.
Selanjutnya pada Juni 2020, Benteng Kedung Cowek ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya yang harus dilestarikan, dikelola, dan dimanfaatkan.
Akan tetap, hingga sekarang, Benteng Kedung Cowek masih belum tersentuh upaya pelestarian, apalagi pengelolaan sesuai Undang Undang Cagar Budaya.
Temuan granat yang diduga siswa Perang Surabaya 1945. foto: begandring
Penemuan Granat Aktif
Di kawasan Benteng Kedung Cowek diyakini masih terdapat sisa-sisa amunisi dari peristiwa Perang Surabaya 1945. Pada kegiatan bersih-bersih benteng, Minggu (7/11/2021), yang kala itu akan digunakan sebagai ajang jelajah sejarah Subtrack dan upacara peringatan Hari Pahlawan pada Minggu (14/11/2021), ditemukan sebuah granat senapan jenis M9 yang kondisinya masih aktif.
Granat senapan M9 adalah granat senapan anti-tank AS yang digunakan selama Perang Dunia II. Granat jenis ini diturunkan sebagai versi granat yang lebih ringan dari granat M10 yang dianggap terlalu berat untuk ditembakkan ke jarak efektif dari senapan.
Granat senapan adalah granat yang dilontarkan dengan sistem tembak dari senapan yang umumnya berlaras panjang. Selain granat, sejumlah peluru juga pernah diketemukan di kawasan ini. Sebagian ada yang masih utuh, sebagian lain sudah tinggal selongsong. Umumnya kondisinya sudah berkarat.
Melihat temuan-temuan itu, kondisi kawasan Benteng Kedung Cowek ini relatif berbahaya. Karenanya ada larangan tegas bagi setiap pengunjung untuk tidak merokok dan bakar-bakar. Dikhawatirkan aktivitas pengunjung itu akan menyulut benda benda yang rawan meledak.
Granat aktif jenis M9 yang ditemukan itu akhirnya harus dipendam di tempat yang lebih aman dan jauh dari jangkauan pengunjung, atau pihak yang sengaja mencari barang barang bekas. Hal ini dilakukan untuk mengamankan benda aktif itu dan melindungi pengunjung.
Lokasi di sekitar benteng yang tidak terawat. foto: begandring
Museum Artileri TNI AD
Benteng Kedung Cowek layak difungsikan sebagai sebuah museum, di mana salah satu ruang pamernya bisa dipakai untuk memajang benda-benda temuan, apalagi yang sifatnya masih aktif. Menempatkan benda benda temuan seperti peluru dan granat serta jenis amunisi lainnya adalah upaya mengamankan benda dan sekaligus menjadikan sebagai artefak museum.
Menjadikan Benteng Kedung Cowek, tentu kaitannya dengan kesatuan TNI Angkatan Darat, adalah gagasan tepat dan sekaligus melengkapi adanya museum-museum militer Surabaya. Jika TNI Angkatan Laut (TNI AL) telah memiliki Museum Jalan Crana di Kodiklatal Krembangan, lalu Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memiliki Museum Aktif/Hidup Polrestabes Surabaya, maka bangunan Benteng Kedung Cowek ini bisa menjadi Museum Artileri TNI AD.
Pemerintah kota Surabaya sesungguhnya bisa mengelola dan memanfaatkan sebagai fungsi museum untuk mendukung predikat Surabaya sebagai Kota Pahlawan. Jika Singapore bisa, mengapa Surabaya tidak bisa?
Jika Curacao di Amerika Latin juga bisa mengelola bekas benteng pertahanan pantainya yang mirip dengan Benteng Kedung Cowek, mengapa Surabaya tidak bisa?
Masa Perang Surabaya 1945.
Di Curacao memiliki bekas benteng yang serupa dengan benteng Kedung Cowek. Berikut deskripsi bekas benteng pertahanan pantai di Curacao yang keberadaannya sering dikunjungi oleh tamu tamu asing.
“Well preserved artillery and two underground ammunition bunkers in reasonable condition. Ammunition cellar with wooden roofs, concrete walls and iron doors.” (curacaomonuments.org)
Bedanya, di Curacao masih memiliki artileri. Sementara bunker-bunker untuk penyimpanan amunisi yang mirip dengan yang ada di Kedung Cowek kondisinya juga masih baik. Konstruksinya berdinding beton dan berpintu besi.
Benteng Kedung Cowek memiliki nilai sebagai satu-satunya benteng pertahanan pantai di Surabaya dan sebagai perwakilan struktur pertahanan Perang Dunia II dari rantai pertahanan di Pamurbaya. Sedangkan nilai sejarah dan budayanya karena sebagai benteng pertahanan Pulau Jawa di masa Hindia Belanda. (*)