Benteng Modung Bangkalan Riwayatmu Kini

Benteng Modung yang berada di Tanjung Modung Bangkalan, Madura adalah The Massive Coastal Fortification, pertahanan pantai terbesar dan terkuat di Pulau Jawa.

Benteng ini memiliki persenjataan cukup lengkap. Terdiri dari 3 meriam 180 mm, 1 meriam 150 mm, laras ganda, 5 meriam 150 mm, 3 meriam 120 mm, 12 meriam 75 mm, 2 meriam pertahanan udara 40 mm, 2 meriam pertahanan udara 20 mm, 2 senapan pertahanan udara 12,7 mm, 2 coastal search light (Lampu sorot besar).

Semua senjata ini dalam kondisi sempurna. Di Benteng Modung dipasang Radar SCR-268 yang dioperasikan oleh perwira Inggris dengan beberapa crew.

Berikut, kisah pendek para crew Radar SCR-268 yang pernah berada di Benteng Modung Bangkalan yang saya kutip dari buku Echoes Over The Pacific: An Overview of Allied Air Warning Radar in The Pacific, from Pearl Harbor to the Philippines Campaign Paperback, Ed Simmonds, 1995.

Pada 24 Januari 1942, crew Angkatan Udara Australia yang terdiri dari Patty Officer Colin Abererombe dan Don Thomas tiba di Singapura dengan Aquitania bersama AC1 Paul Britnell, Brian Bruillat, Max Bucchorn, JB Evans, A S Faulk, Jack Goodwin, Harold Hine dan Adrian Knowles.

Mereka diperbantukan ke unit instalasi dan pemeliharaan radar Angkatan Udara Inggris di Ponggol dan setelah terlibat dalam pemasangan CD/CHL (kemungkinan radar/radio pertahanan pantai) di menara air di Changi Gaol dievakuasi ke Jawa pada 6 Februari 1942 dengan rombongan dari unit instalasi dan pemeliharaan radar Angkatan Udara Inggris.

Pada 16 Februari 1942, sebuah kejutan ketika tiga set lampu sorot besar dan enam unit radar militer lengkap ditemukan oleh Angkatan Udara Inggris. Tepatnya, di sebuah kamp transit di Batavia. Maka, segera diputuskan untuk menggunakan dua radar militer di garis pertahanan Batavia.

Baca Juga  Pengibaran Merah Putih di Markas Polisi Istimewa yang Menegangkan

Dengan bantuan militer Belanda, didirikanlah menara setinggi 95 kaki dengan platform yang terbuat dari bambu dan menyediakan bangunan sementara yang dilengkapi saluran telepon. Pemasangan instalasi dikerjakan dalam waktu 10 hari, dilengkapi Ruang Filter pemantauan radar. Pada 26 Februari 1942, semuanya dapat digunakan.

Dalam buletin The Signal Corps disebutkan, Radar SCR268 dikirim ke Jawa pada 1 Februari 1942. Ensign John D Salisbury dari Cadangan Angkatan Laut Amerika Serikat telah mengawasi pemasangan lima unit radar tersebut untuk Angkatan Udara Inggris, sementara tiga lainnya untuk militer Belanda.

Setelah dua minggu di Jawa, rombongan unit instalasi dan pemeliharaan radar Angkatan Udara Inggris dipindahkan ke Surabaya untuk menyiapkan dan meletakan delapan set Radar SCR268. Patty Officer Abercrombe membawa satu unit SCR268, beberapa mekanik dan operator ke Situbondo, 215 km sebelah timur Surabaya.

Patty Officer Thomas membawa tiga unit Radar SCR268 dan satu rombongan ke Pulau Madura, di mana mereka memasang radar tersebut di Modung Bangkalan, Tamberu Sampang dan Pamekasan.

Jangkauan radar seharusnya 25 mil, tetapi gema yang dapat diandalkan pada 35 mil diperoleh di Modung Bangkalan. Stasiun Radar Modung beroperasi dari 18 Februari hingga 9 Maret 1942. Radar yang berada di Pamekasan mulai beroperasi 24 Februari.

Rombongan di Pulau Madura pindah ke Djamble (tidak diketahui di mana lokasi ini) saat mereka menyerah kepada Jepang pada tanggal 12 Maret 1942 untuk menjadi tawanan perang.

Pada 7 Maret 1942, Patty Officer Colin Abercrombe pindah ke Sempol, Bondowoso, sekitar 50 mil selatan Situbondo. Keesokan harinya, dia pergi ke Banyuwangi, tepatnya di pantai timur Jawa dalam upaya untuk meninggalkan pulau itu.

Di pelabuhan, Colin menemukan beberapa kapal pesiar. Meski pun telah memiliki pengalaman berlayar sebelumnya, namun dia tidak memiliki siapa pun yang dapat membantunya. Sayangnya, dia harus melupakan usahanya untuk melarikan diri. Colin dan kelompoknya tertangkap tentara Jepang dan menjadi tawanan perang.

Baca Juga  Dispusip Surabaya Lanjutkan Penulisan Ensiklopedia Kearifan Lokal

Pertahanan pantai di Tanjung Modung Bangkalan jejaknya tidak tersisa sama sekali. Bak hilang musnah ditelan bumi. Nama besarnya hanya dikisahkan dan dicatat dalam beberapa buku saja. (*)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *