Sepucuk surat dari Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Surabaya diterima pengelola Rumah Abu Han di Jalan Karet. Surat tertanggal 18 Agustus 2022 itu, tergeletak di meja tamu.
Surat itu berisi imbauan kepada pemilik dan pengelola rumah Abu Han untuk bisa membuka pintu rumah guna mendukung upaya meramaikan Kawasan Pecinan sebagai destinasi wisata bersejarah di Surabaya.
Surat yang sama juga sudah dilayangkan kepada pemilik dan pengelola persil di kawasan Kampung Pecinan, khususnya persil yang layak dan patut dikunjungi.
Rumah Abu Han adalah salah satu bangunan yang layak dikunjungi. Ini karena rumah itu masih menyimpan aneka benda yang menggambarkan keberadaan bangunan yang telah tercatat sebagai aset cagar budaya.
Secara fisik bangunannya masih utuh. Pun demikian dengan perabotan dan perangkat di dalamnya. Tidak ketinggalan sejumlah dokumen yang menggambarkan fungsi keberadaan Rumah Abu Han sebagai bentuk organisasi keluarga.
Di antara dokumen-dokumen itu adalah rekening koran yang memperinci neraca keuangan yang dibelanjakan setiap bulan. Misalnya untuk bayar listrik, bayar direksi, staf dan karyawan. Ada juga pos-pos pendapatan, semisal dari penyewaan bedak-bedak.
Itulah kenapa Rumah Abu Han ini penting. Rumah Abu Han tidak hanya menyimpan nilai seni dan budaya serta arsitektur, tapi juga nilai sosial dan ekonomi Keluarga Han yang sudah ada sejak tahun 1670-an. Keberadaan Keluarga Han ini bisa dilihat dari sebuah silsilah keluarga yang terpampang di dalam rumah.
Masih banyak benda penting lain yang sarat akan nilai sejarah, sosial, ekonomi dan budaya warga Surabaya di kawasan Pecinan ini. Oleh karena itu, rumah ini menjadi penting sebagai media untuk menceritakan tentang kondisi sosial budaya warga Surabaya kala itu, khususnya di Kampung Pecinan.
Rumah Abu Han bukan satu satunya rumah yang bisa menyajikan peradaban etnis Tionghoa di Surabaya. Masih ada dua marga keluarga lainnya yang memiliki tinggalan di Jalan Karet ini. Yaitu, Keluarga The dan Keluarga Tjoa.
Persiapan Pemerintah Kota Surabaya dalam upaya menghidupkan wisata Sejarah di Kampung Pecinan ini juga ditandai dengan pemasangan lampion di sepanjang jalan Karet dan Jalan Kembang Jepun. Pengecatan tiang-tiang lampu dan bola-bola beton di trotoar sudah dikerjakan. Termasuk mengecat gapura naga di ujung timur dan barat Jalan Kembang Jepun.
Belajar dari Kya Kya
Wisata Kuliner dengan konsep Kya Kya Kembang Jepun pernah ada. Dibuka pada tahun 2003. Sayang, konsep kuliner di kawasan bersejarah ini tidak berjalan lama. Padahal kegiatan itu sempat menghidupkan kawasan dan menerangi kesureman kala itu.
Akibatnya, ornamen fisik yang berupa bando-bando jalan terpaksa dilepas semua. Jalan Kembang Jepun kembali seperti sedia kala: sunyi, sepi, dan suram di malam hari.
Kini, Kya Kya akan dihidupkan kembali. Tantangan menghidupkan kembali Kya Kya ini tidak mudah dan penuh tantangan. Masalahnya, Kya Kya adalah konsep kuliner dimana yang diharapkan oleh pengelola adalah kedatangan pengunjung untuk membeli makanan dan minuman. Sementara, karena pengaruh tenologi, sekarang membeli makanan dan minuman semakin mudah dan praktis. Pesan lewat online bisa, tidak perlu datang ke lokasi.
Kecuali di Kya Kya ada kelebihan dan daya tarik tersendiri, sehingga menjadi penyebab datangnya pengunjung ke Kya Kya sambil menikmati makanan dan minuman. Kelebihan ini bisa berupa atraksi dan hiburan yang bisa memuaskan pengunjung.
Maka, Kya Kya dalam konsep menghidupkan kembali kawasan Pecinan harus memikirkan kegiatan penunjang (atraksi dan hiburan) yang bisa membuat publik datang ke Kya Kya. Ketika mereka mau datang, otomatis mereka berpotensi membeli makanan di area kuliner.
Ringkasnya, untuk menghidupkan kembali Kya Kya dalam rangka membangun kawasan bersejarah Pecinan, perlu membuat atraksi pendukung yang kuat sehingga mereka bisa datang dan meramaikan Kya Kya.
Jelajah Sejarah
Jelajah Sejarah dalam konsep wisata kota tua adalah salah satu atraksi untuk meramaikan kawasan kota tua, utamanya kawasan Pecinan.
Kawasan Pecinan ini luas untuk dijelajahi, utamanya yang mengandalkan wisata jalan kaki. Jalan Kaki adalah pilihan yang baik karena bisa semakin mempertajam pemahaman terhadap nilai nilai lokal. Pengunjung bisa lebih dekat dengan objek dan lingkungan. Jadi wisata jalan kaki di kawasan Pecinan ini tepat sekali karena kondisi kawasan yang layak untuk pejalan kaki.
Ada pun objek-objek menarik dari kawasan ini adalah Jalan Karet dengan Rumah Abu Han atau Rumah Abu The. Koridor Jalan Karet pun juga menjadi tempat wisata menarik karena beberapa bangunan tua eksotik yang masih tersisa.
Dari Jalan Karet, kemudian menuju Jalan Coklat dengan objek Klenteng Hok An Kiong yang usianya sudah lebih dari 200 tahun. Kawasan klenteng juga masih menyimpan jejak masa lalu dengan bangunan bangunan berarsitektur Tionghoa.
Setelah Jalan Coklat dengan Klenteng Hok An Kiong, kemudian menuju ke Pasar Bong yang di dalamnya masih bisa ditemui makam-makam China meski yang terlihat hanya sebagian. Pasar Bong adalah pasar yang menempati bekas kompleks pemakaman Pecinan di kawasan ini. Makam adalah bukti nyata pernah adanya peradaban Pecinan di Kampung Pecinan.
Tujuan berikutnya adalah Jalan Kembang Jepun yang menjadi jalan utama di kawasan ini dan membelah kawasan Pecinan dan kawasan Melayu. Jalan Kembang Jepun mulai dulu hingga sekarang masih sesuai fungsinya sebagai fungsi perdagangan. Dulu, Jalan Kembang Jepun disebut Handelstraat (Jalan Perdagangan).
Terakhir adalah Jembatan Merah. Sebuah Jembatan lama yang menghubungkan kawasan Pecinan dengan kawasan Eropa. (*)