Lebih Dekat dengan Jejak Bong Cina di Kampung Ketandan, Surabaya

Penulis: Om TP Wijoyo

Tak hanya ornamen-ornamen Tionghoa, terdapat juga punden Jawa, kuil India, serta langgar. Berbagai corak budaya hidup rukun dan berjejalin di atas tanah yang dulunya area makam  

Kampung Ketandan secara administrasi berada di Kelurahan Genteng, Kecamatan Genteng, Kotamadya Surabaya. Lokasinya kini menjadi pemukiman padat hunian, yang terkepung keramaian pusat Kota Surabaya. Tidak jauh dari lokasi kampung Ketandan, berdiri megah Mall Tunjungan Plaza yang sangat terkenal di Kota Surabaya. Pada peta lama tahun 1915, pada kawasan Kampung Ketandan terlihat ada tanda “Bong” (makam etnis Tionghoa).

Namun keberadaan Bong tersebut kini tinggal kenangan, dan hanya menyisahkan sebagian kecil jejak fisiknya.

Peta lama tahun 1915, bagian yang dilngkari pada peta menunjukkan keberadaan Bong  di Kampung Ketandan. Sumber: KITLV

Di dalam Kampung Ketandan, bekas “Bongpay” (nisan makam Tionghoa) yang masih tampak pahatan aksara Cina/hanzi, batu nisannya beralih menjadi penutup saluran got, dan ada sebagian tergeletak di pinggir jalan kampung. Bahkan ornamen penghias Bong seperti patung “Kilin” (semacam hewan mitologi) masih dijumpai di dalam gang Kampung Ketandan.

Patung Kilin, ornamen pendukung dari Bong yang tergeletak di Kampung Ketandan. Foto: Om TP Wijoyo

Menurut pitutur masyarakat setempat, dulunya banyak sekali Bong di dalam Kampung Ketandan. Namun sebagian besar sudah dipindahkan oleh ahli waris keluarga ke tempat pemakaman Tionghoa di Kembang Kuning, dan beberapa tempat lainnya.

Bekas Bongpay (nisan makam Tionghoa) di Kampung Ketandan. Foto: Om TP Wijoyo

Hal menarik, masih terdapat satu Bong yang masih tersisa fisiknya, dan berada di dalam rumah keluarga Pak Rudy, selaku Kepala RT setempat. Bongpay (nisan makam) masih ada dan tertulis dengan jelas aksara Cina/Hanzi. Keluarga Pak Rudy menempati rumah di Kampung Ketandan sejak tahun 1963. Bong yang berada di dalam rumah tersebut berukuran besar kisaran 4 meter x 5 meter. Bongpay tersebut berhiaskan suluran langgam khas Tionghoa dan bermotif sangat indah.

Baca Juga  Peta 1821 Keraton Kromojayan Surabaya

Sebuah Bong yang masih tersisa di dalam rumah warga Kampung Ketandan. Foto: Om TP Wijoyo

Teman baik saya, Pippo Agustio mencoba membaca tulisan pada Bongpay, dan menurut hasil pembacaannya diambil kesimpulan:

“Huruf 南 Nan dalam bahasa Mandarin atau Lam dalam bahasa Hokkian. Jadi daerah asal leluhur dari 南頭 Nantou atau Lam Tho.”

Sepertinya keberadaan Bong  tersebut sudah ada sejak pertengahan tahun 1800-an.

Litograph berjudul Chineesch kerkhof op Embang Malang, Soerabaia dibuat oleh O.G.H Heldring sekitar 1880. Sumber: KITLV

Kini keberadaan Bong di Kampung Ketandan benar-benar hilang hampir tak berbekas. Keberadaan Bong di kampung tersebut, diabadikan menjadi nama sebuah gang, yaitu “Ketandan Bong”.

“Ketandan Bong”, nama salah satu gang di Kampung Ketandan yang merekam jejak keberadaan kompleks makam etnis Tionghoa di kawasan tersebut. Foto: Om TP Wijoyo

Selain keberadaan Bong, di Kampung Ketandan juga terdapat sebuah Punden Makam Mbah Buyut Tondo, yang hingga kini masih disakralkan masyarakat sekitar. Lokasi punden makam berada tepat di belakang “Pendopo Cak Markeso”, sebuah bangunan pendopo Jawa yang diresmikan oleh Walikota Surabaya pada tahun 2016.

Lokasi Punden makam berada di jalan gang Kampung Ketandan Lor dan Ketandan Punden. Di bawah naungan sebuah pohon beringin yang lebat, terdapat nisan makam Mbah Buyut Tondo. Nisan makam menunjukkan tipologi gaya nisan kalamerga, yang banyak dijumpai pada makam-makam kuno di Surabaya, Gresik, Sidoarjo dan daerah lainnya. Diperkirakan dari corak gaya nisan, makam Mbah Buyut Tondo berkisar antara tahun 1700 hingga 1800an.

Pada 4 Maret 2024, Begandring Soerabaia mengadakan Subtrack edisi Tunjungan yang salah satu rutenya melintasi Ketandan Bong.

Baca juga: Lagi, Subtrack Temukan Rumah Tokoh dan Artis di Kampung Kebangsren-Ketandan

Baca Juga  Kaleidoskop Begandring 2023

Di Kampung Ketandan Lor juga terdapat sebuah Masjid tua bernama “Masjid An-Nur”, yang dulunya berupa sebuah Langgar atau Mushollah kecil yang dibangun pada tahun 1915 dan mengalami perombakan di era berikutnya pada tahun 1958.

Bahkan terdapat juga sebuah rumah keluarga India beserta tempat kuil pemujaannya. Hal ini tentunya sebagai penanda kerukunan antar umat dan etnis di Kampung Ketandan.

Semoga tetap terjaga kerukunan antarwarga di Kampung Ketandan selamanya.

 

*Om TP Wijoyo. Pegiat sejarah di Komunitas Begandring spesialisasi era klasik dan punden.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *