Pada 10 Oktober 2021 nanti, Museum Hidup Mapolrestabes (Markas Polisi Resort Kota Besar) Surabaya akan genap berusia 6 tahun. Kehadiran Museum hidup ini telah menambah khasanah media pembelajaran sejarah kota Surabaya yang berpredikat sebagai kota Pahlawan. Karenanya, memang sudah selayaknya ada museum yang mengekspose kesejarahan Polisi Republik Indonesia yang secara historis bermula dari Surabaya.
Jika diruntut ke belakang, sesungguhnya Polisi Republik Indonesia (Polri) ini bermula dari Surabaya. Awalnya adalah Polisi Istimewa, yang dikomandani oleh Inspektur Polisi Tk. I. Mohammad Jasin, mengadakan apel pagi di Markas Kesatuan Polisi Istimewa di Coen Boulevard (sekarang Jalan Polisi Istimewa) Surabaya pada 21 Agustus 1945. Dalam apel itu Mohammad Jasin membacakan teks Proklamasi dari pasukan Polisi Istimewa yang berbunyi:
“Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perjoeangan mempertahankan Proklamasi 17 Agoestoes 1945, dengan ini menjatakan Poelisi sebagai Poelisi Repoeblik Indonesia“.
Dari peristiwa sejarah ini dapat dipahami bahwa Polisi Istimewa dapat disebut sebagai cikal bakal berdirinya Kepolisian Negara Republik Indonesia. Di masa pendudukan Jepang, Polisi Istimewa disebut dengan Tokubetsu Keisatsu Tai yang merupakan pasukan khusus berdaya tempur militer yang dibentuk oleh Jepang pada bulan April tahun 1944 dengan tujuan untuk membantu Jepang dalam menghadapi sekutu.
Karena itulah anggota Polisi Istimewa ini menjadi pioner dalam awal perebutan senjata untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Satuan ini juga yang mensponsori pembukaan gudang-gudang senjata Jepang secara paksa di berbagai tempat di Surabaya. Selanjutnya, senjata-senjata itu dibagi-bagikan kepada para pejuang Surabaya.
Sejarah mencatat bahwa setelah setahun lebih Polisi Istimewa berkiprah di garda depan dalam aneka perebutan fasilitas militer dan tempat-tempat strategis baik di pulau Jawa maupun Sumatra, kemudian pada 14 November 1946 seluruh kesatuan Polisi Istimewa, Barisan Polisi Istimewa dan Pasukan Polisi Istimewa dilebur menjadi Mobile Brigade (Mobrig) atau sekarang terkenal dengan sebutan Brigade Mobile atau Brimob.
Karenanya hadirnya Museum Hidup (the Living Museum) di Mapolrestabes Surabaya sudah selayaknya. Museum ini diresmikan oleh Kapolri saat itu, Jendral Badrodin Haiti, tepat pada 10 Oktober 2015. Dalam sambutannya, Kapolri mengapresiasi jajaran Polrestabes Surabaya yang mampu menghadirkan Museum sebagai wahana edukasi sejarah bagi publik termasuk bagi anggota polisi. Hadirnya museum ini sekaligus merevitalisasi bangunan kuno yang didirikan pada pertengahan abad 19. Apalagi bangunan ini sudah merupakan Bangunan Cagar Budaya.
Jendral Polisi, yang juga pernah menjabat sebagai Kapolda Jatim ini berharap hadirnya Museum Hidup di Mapolrestabes Surabaya ini sekaligus sebagai penyemangat semua jajaran Polrestabes Surabaya dalam menggali dan melestarikan nilai nilai sejarah di kota Surabaya, terutama yang menyangkut riwayat satuan kepolisian di Surabaya.
Selain itu, revitalisasi terhadap aset kepolisian ini juga dimaksudkan untuk membuka peluang bagi publik untuk dapat menggali nilai nilai penting lainnya seperti nilai pendidikan, kebudayaan dan pariwisata. Menurut Badrodin Museum ini bisa mendongkrak wisatawan di kota Surabaya.
Dari pesan pesan yang disampaikan Kapolri pada saat pembukaan Museum pada 10 Oktober 2015, setidaknya pimpinan dan jajaran kepolisian di lingkungan Polrestabes Surabaya dan pemangku kota Surabaya lainnya bisa mengembangkan amahah dalam pelestarian nilai nilai yang secara khusus terkait dengan sejarah kepolisian Republik Indonesia di Surabaya.
Sepasang meriam kuno yang ditemukan di area bekas asrama polisi di jalan Nelayan Surabaya pada November 2008 juga telah dipasang di halaman Polrestabes Surabaya. Sepasang meriam ini adalah dua dari 12 pucuk meriam yang ditemukan di area yang sebelum dipakai sebagai asrama polisi merupakan Pabrik Konstruksi Artileri di era Pemerintahan Hindia Belanda. Meriam meriam ini dibuat pada 1809 di era Gubernur Jendral Daendels.
Sementara itu dalam Museum, yang bertempat di gedung utama Mapolrestabes ini, terdapat display ruang Mohammad Jasin, sejumlah persenjataan yang pernah dimiliki anggota polisi dan peralatan komunikasi dan photografi.
Lantas bagaimana dengan Asrama Polisi Koblen yang bersejarah tapi belum berstatus Cagar Budaya? Jawabannya, harus segera di cagar budayakan. (*)
Ditulis Oleh : Nanang Purwono, jurnalis senior, ketua Begandring Soerabaia