Penelusuran jejak sejarah bisa dilakukan melalui beragam hal. Salah satunya bisa melalui lirik lagu. Hal itu ditegaskan Prof Dr Purnawan Basundoro, Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair, dalam Zoom Meeting Diskusi bertema “Lirik (Lagu) Sebagai Sumber Sejarah”, Kamis (14/4/2022).
Menurut Guru Besar FIB Unair ini, peneliti asing sudah lama memakai musik sebagai narasi sejarah. Hal tersebut terbukti dengan musik tembang Jawa pada periode Mataram. Seperti yang dilakukan Ricklefs dalam meneliti sejarah Jawa.
Purnawan lalu menjelaskan, lagu-lagu populer (pop) yang masih dan pernah didengar masyarakat akan diangkat sebagai narasi sejarah. Menurutnya, di antara banyak yang bertema percintaan, selalu ada lagu yang membahas tentang realitas. Misalnya, peristiwa sejarah, terkini masyarakat, atau yang menjadi perhatian publik. Itu disebut balada.
“Tahun 50 sampai 80-an, terdapat banyak lagu yang mengacu kepada realitas masa lalu. Ia (lagu-lagu, red) memotret dan mencerminkan kehidupan masyarakat di masa itu,” terang pria yang juga Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Jatim ini.
Di Indonesia sendiri, imbuh Purnawan, ada banyak pencipta atau penyanyi lagu balada. Di antaranya, Franky and Jane, Iwan Fals, Ebiet G. Ade, Rita Rubby, Ully Sigar, Benyamin S dan Rhoma Irama.
Purnawan lalu memberikan dua poin sumber sejarah yang jarang diteliti, namun ada sumbernya melalui lagu-lagu. Pertama, pemanfaatan sejarah orang kecil atau pinggiran, seperti tukang becak.
IbuSud pernah menyanyikan lagu tukang becak. Termasuk Benyamin dan Ebiet. “Kalau melihat lagu Ibu Sud ini atau kita menulis tentang sejarah transportasi Jakarta, kita bisa memulai dari (lagu) ini. Bahwa tahun 30 sampai 80-an ada transportasi yang eksis di Jakarta, yakni becak,” ungkap Purnawan.
“Lagu becak IbuSud yang ceria berkontradiksi dengan lagu becak Benyamin dan Ebiet yang berisi solidaritas, derita, dan penderitaan tukang becak,” imbuhnya.
Yang kedua, sejarah kecelakaan transportasi. Menurutnya , bahasan itu jarang diteliti oleh sejarawan. Padahal, itu juga ditemukan dalam lagu-lagu yang relevan untuk menjadi panduan menulis sejarah kecelakaan transportasi. Misalnya, lagu Iwan Fals yang berjudul 1910.
“Lagu ini menceritakan tentang kecelakaan kereta api di Bintaro, tabrakan KA 225 dan KA 220 pada 19 Oktober 1987. Kita bisa merunut dari kejadian tersebut dan seperti apa proses kejadian itu,” katanya.
Selain itu, Iwan Fals menulis lagu tentang peristiwa Tampomas II yang berjudul Celoteh Camar Tolol dan Cemar. Lagu tersebut terinspirasi dari peristiwa besar yang cukup kontroversial dan belum diungkap dengan jelas.
Peristiwa itu juga ditulis Ebiet G Ade yang berjudul Sebuah Tragedi 1981, melalui potret nakhoda kapal Tampomas. “Nakhoda Tampomas, Ahmad Rifai, diceritakan sangat hebat karena saat kritis menolong awak, memberikan pelampung, dan dia bertahan di kapal itu hingga kapal itu tenggelam bersamanya,” ujar dia.
Purnawan memberikan pesan bahwasannya lagu tersebut mempunyai kejadian historis yang bersejarah yang dapat diungkap. Terutama melalui lirik-liriknya.
“Dengan demikian, memanfaatkan lagu tersebut, narasi sejarah yang dibuat bisa jauh kaya. Perspektifnya jauh lebih luas. Dari lagu yang puitis tadi dapat ditangkap maka narasi yang dibuatakan jauh lebih lengkap,” ungkapnya. (*)