Surabaya, Kota Berkalang Air

Nama GH Von Faber tidaklah asing bagi sejarawan dan pegiat sejarah Surabaya. Von Faber terkenal dengan trilogi karya bukunya tentang Sejarah Surabaya: Oud Soerabaia (1931), Nieuwe Soerabaja (1931) dan Er Werd Een Stad Geboren (1953).

Di buku terbitan paling baru (terakhir), tapi menceritakan sejarah Surabaya paling lama (kuno), Von Faber menggambarkan Surabaya kuno adalah sebuah tempat di antara empat air (sungai).

Di barat ada Kalimas, di selatan ada kanal air (sekarang jalan Jagalan), di timur ada sungai Pegirian dan di utara ada kanal air (jalan Stasiun).

Tempat yang mirip sebuah pulau ini adalah kawasan Kampung Pengampon dan Semut.

Von Faber menyebut bahwa Surabaya 1275 dibuka oleh Raja Kertanegara.

Surabaya Kuno (1275) adalah kawasan permukiman baru bagi para Jawara, para pemberani, yang telah berjasa membantu sang Raja dalam menumpas pemberontakan Kanuruhan pada 1270 M.

Sebelum bermukim di Surabaya 1275, para pemberani itu bermukim di Glagah Arum (Pandean Pinilih).

Pandean Peneleh adalah kawasan Delta percabangan sungai Kalimas. Pandean Peneleh secara alami juga sebuah tempat yang dikelilingi oleh air (sungai). Jadi, keberadaannya tampak bagai sebuah pulau.

Menurut Von Faber Pandean Peneleh (Glagah Arum) sudah ada pada 1270. Dalam lintas waktu, kawasan Peneleh lebih menunjukkan jejak-jejak peradaban masa lalunya daripada Pengampin dan Semut.

Jejak peradaban kuno nya itu adalah dengan ditemukannya benda arkeologi Sumur Jobong di kampung Pandean I, adanya kubur panjang di Grogol Kauman II, makam bangsawan di Lawang Seketeng V, makam panjang Jagalan.
Masjid Jamik di Peneleh V dan makam kuna yang dipercaya warga lokal sebagai Putri Cempa.

Baca Juga  Memoir Batavia dan Soerabaia

Bukti bukti otentik, faktual dan nyata ini tersebar di kelurahan Peneleh.

Dari penelusuran Begandring Soerabaia, didapati bahwa di tengah tengah kawasan wilayah kelurahan Peneleh terdapat kampung Grogol Kauman.

Grogol Kauman ini berada di tengah tengah kawasan Kampung Grogol. Sementara Kampung Grogol sendiri dikelilingi oleh kampung kampung Pandean, Peneleh, Plampitan, Polak Wonorejo, Undaan Peneleh, Klimbungan, Jagalan dan Lawang Seketeng.

Semua perkampungan itu juga dikelilingi oleh sungai: Kalimas dan Pegirian.

GH Von Faber membuat hipotesa, tentu berdasarkan sumber sumber sejarah yang dimilikinya, sehingga ia dapat memaparkan Surabaya 1275 adalah tempat yang dikelilingi air (sungai) pada zamannya.

Surabaya 1275 yang dimaksud adalah kawasan Kampung Pengampon dan Semut. Kampung kampung ini berada di utara kelurahan Peneleh.

Surabaya, Kota Berkalang Air

 

Hipotesa GH Von Faber

Sementara di kelurahan Peneleh, yang menyimpan banyak jejak peradaban klasik, tanpa disadari juga memiliki pola yang sama seperti bagaimana Von Faber mengilustrasikan Surabaya 1275 yang dikelilingi perkampungan.

Di lingkungan kelurahan Peneleh, pusat wilayah ini dapat diidentifikasi dengan adanya Kampung Grogol.

Secara harafiah, grogol adalah tempat pengintaian demi perlindungan sesuatu yang ada di dalam grogol (benteng). Ternyata di dalam kampung Grogol ada Kampung Grogol Kauman.

Kampung Grogol, sebagai perlindungan atas Grogol Kauman, dikelilingi oleh perkampungan.

Berdasarkan penelusuran lapangan oleh Begandring dan menterjemahkan makna simbol-simbol kekunoan (makam panjang, makam Raden Ayu dan Raden Kanjeng, simbol mitologi sepasang naga dan toponimi nama kampung) yang ada di sana, Begandring menduga Grogol Kauman adalah tempat penting di eranya sehingga keberadaannya dibentengi oleh perkampungan dan dilapisi sungai secara alami.

 

Surabaya 1275 sebagaimana digambarkan oleh Von Faber adalah kawasna Kampung Pengampon dan Semut.

Baca Juga  Jalan Galuhan, Jembatan Hujunggaluh, dan Salah Kaprah Sejarah

Sementara kawasan Peneleh 1270 yang menjadi tempat permukiman awal dalam perkembangan zaman kian menjadi bingkai jejak jejak peradaban klasik yang nyata adanya.

Surabaya, Kota Berkalang Air
Nama Surabaya dalam Bahasa Mandarin

泗水 (Su-sui) Berarti Empat Air

Dalam Bahasa Mandarin, kota Surabaya disebut Su-sui (泗水). Dalam Kamus bahasa Hokkien (Taiwan) terbitan tahun 1931-1932, terdapat entri 泗水 (Su-sui), yang dijelaskan sebagai “Surabaya”, nama sebuah tempat di Jawa.

Secara harafiah 泗水 (Su-sui) berarti empat air atau empat sungai. Makna ini mengilustrasikan sebuah tempat dimana Surabaya berada. Yakni Surabaya adalah sebuah tempat yang terletak di antara empat air atau sungai.

Ilustrasi dalam pemaknaan bahasa Mandarin ini sama dengan hipotesa tentang Surabaya yang dibuat oleh GH Von Faber.

Jika awal awal orang China yang tiba di bumi ini dan menamakan bumi yang dipijaknya sebagai 泗水 (Su-sui), maka mereka secara fisik melihat bahwa bumi yang dipijaknya berkalang air atau sungai.

Apakah bumi yang dipijaknya itu Peneleh, Pengampon atau ada bagian lain yang berkalang air?

Di mana pun lokasinya menurut pendatang Cina tentang Surabaya, bahwa peradaban kuno itu sama sama berada di antara air, yakni empat air.

Peneleh berada di antara air. Pengampon juga berada di antara air. Kampung Pecinan di antara air. Ampel Dento juga di antara air.

Diskusi mengenai Surabaya yang dalam Bahasa Mandarin bernama 泗水 (Su-sui) ini berlangsung di Lodji Besar, Jalan Makam Peneleh, Sabtu pagi (8/4/2023).

Diskusi melibatkan saya bersama budayawan Malang Ivan Boediman dan penulis dan pegiat bahasa Mandarin, Herwiratno.

Surabaya, Kota Berkalang Air
Diskusi sejarah budaya bersama budayawan Malang Ivan Boediman (kaus merah). foto: begandring

Nama Mandarinya Surabaya, 泗水 (Su-sui), sebenarnya sudah lama diketahui Begandring, tetapi baru Sabtu siang diketahui bahwa makna 泗水 (Su-sui) secara harafiah adalah Empat Air.

Baca Juga  Sisi Lain Keunikan Kampung Kauman di Peneleh

Berangkat dari kata kunci “empat air” inilah yang menjadi perhatian peneliti Begandring. Makna itu mendukung obyek penelitian Begandring mengenai letak Surabaya yang berada di tepi sungai sebagaimana disebut dalam prasasti Canggu 1358 M.

Herwiratno menegaskan bahwa 泗水 (Su-sui) artinya empat air, yang merujuk pada Kota Surabaya, sebuah tempat yang dikelilingi oleh empat air.

“Empat air ini artinya empat sungai,” jelas Herwiratno. (nanang purwono)

 

 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *