Tim Ekspedisi Bengawan Solo 2022 Temui Keluarga Kerajaan Surakarta

Kisah Bengawan Solo yang diceritakan dalam Babad Madura (1830), tidak sekadar cerita tutur yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Kisah babad ini nyata adanya di lingkungan Keluarga Kerajaan Surakarta.

Dalam penelusuran menggali nilai-nilai sejarah dan budaya yang menjadi tujuan Ekspedisi Bengawan Solo 2022, rombongan ekspedisi sengaja datang ke Surakarta, Kamis (12/5/2022). Mereka bertemu keluarga Kerajaan Kasunanan Surakarta di Pesanggrahan Langgenharjo di Grogol, Sukoharjo, Surakarta.

Rombongan Ekspedisi yang terdiri dari Ermiko (kordinator Tim), Tofan Ardi (peneliti dan aktivis lingkungan), Nanang Purwono (peneliti Begandring Soerabaia), Yono (manajer marketing dan event), serta Ali Topan (budayawan Gresik) ditemui GPH Haryo Wicaksono (Gusti Nino) di Pesanggrahan yang berdiri persis menghadap Bengawan Solo di Grogol, Sukoarjo, Kabupaten Surakarta.

GPH Suryo Wicaksono menjelaskan, di Pesanggrahan terdapat bangkal kapal dan replika Canthik Rojomolo yang menjadi hiasan kapal Kerajaan Surakarta. Kapal itu dipakai sebagai alat transportasi air (Bengawan) untuk meminang Puteri Kerajaan Madura Barat di masa pemerintahan Pakubuwono (PB) IV.

Dalam prosesi peminangan Puteri Kerajaan Madura oleh keluarga Kerajaan Surakarta, ada juga kisah tentang Desa Bedanten, Gresik di tepian Bengawan Solo dan persis bermuara di Selat Madura menjadi tempat transit keluarga kerajaan Surakarta sebelum menyeberangi Selat Madura.

Bedanten adalah Bandar Sungai besar yang menjadi penghubung antara Bengawan Solo dan Selat Madura. Dari kisah pengarungan Bengawan Solo oleh kapal Kerajaan Surakarta pada awal abad 18 di era Pakubuwono IV.

Berdiskusi bersama GPH Suryo Wicaksono. foto: begandring

 

Kapal Rojomolo menjadi bagian dari cerita sejarah Kabupaten Gresik. Karenanya, Pemerintah Kabupaten Gresik juga mereplika Kapal Rojomolo yang ditempatkan sebagai ornamen di depan Kantor Bupati Gresik. Akhirnya, tercatatlah kisah sejarah bersama antara Surakarta dan Gresik melalui aliran Bengawan Solo yang dihubungkan dengan Kapal Perahu Rojomolo.

Baca Juga  Begandring Road To Batavia

Apa itu Rojomolo?

Rojomolo adalah nama kapal yang dibuat Pakubuwono V sebelum dia bertahta dan bergelar PB, yaitu di masa pemerintahan Pakubuwono IV yang (1788-1820).

Nama Kapal Rojomolo diambil dari tokoh pewayangan yang mempunyai bentuk serta sifat setengah manusia dan setengah raksasa. Bentuk Rojomolo bercirikan mata melotot, rambut tebal, dan lebat. Hidungnya lebih menjorok ke depan disertai kumis tebal seta memiliki taring.

Kapal Rojomolo biasa digunakan sebagai sarana transportasi dari Solo menuju Bandar Bedanten, Gresik, hingga pada masa pemerintahan Pakubuwono IX. Kapal Rojomolo tercatat pernah digunakan untuk menjemput putri Madura dari Pamekasan pada masa PB IX serta pernah pula digunakan untuk menjemput putri Sultan Cakraningrat IV dari Bangkalan Madura yang hendak dipersunting PB IV.

Kini yang tersisa dari Kapal Rojomolo ini hanya canthik atau hiasan kapal yang dahulu dipasang di kedua ujung kapal serta dayungnya. Canthik berbentuk kepala Rojomolo dan saat ini disimpan di Museum Radyapustaka serta Museum Keraton Surakarta. Sedangkan replika Canthik Rojomolo disimpan di Pesanggrahan Langgenharjo.

Replika Canthik Rojomolo yang masih tersimpan di Pesanggrahan Langgenharjo. foto:begandring

 

Pesanggrahan Langgenharjo

Dari penjelaaan GPH Suryo Wicaksono, tim ekspedisi mendapat gambaran tentang sejarah Pesanggrahan Langgenharjo. Pesanggrahan ini merupakan rumah di luar istana kerajaan untuk istirahat atau rekreasi raja maupun bangsawan.

Selain tempat beristirahat, pesanggrahan ini berfungsi pula sebagai tempat perlindungan, tempat berbagai aktivitas kerajaan serta mempunyai arti filosofis spiritual, termasuk tempat bersemedi.

Karenanya ada loteng, di mana PB IX terbiasa bersemedi. Sebelum bersemedi, PB IX melakukan pensucian diri dengan mandi yang airnya diambil dari sumur yang berada di bawah bangunan tempat semedi.

Di kompleks pesanggrahan ini terdapat unit-unit bangunan yang memiliki fungsi sendiri-sendiri. Salah satunya pendopo ngarep yang menjadi tempat bersantai dan menggelar pesta seni budaya. Pada malam hari, di eranya, kerap dimeriahkan dengan seni mocopatan dan tembang tembang untuk menghibur diri Pakubuwono IX.

Baca Juga  Adi Sutarwijono, Ketua DPRD Kota Surabaya Luncurkan Buku Sejarah Surabaya dan Disaksikan Sejarawan Belanda. 

Menurut GPH Suryo Wicaksono, yang akrab dipanggil Gusti Nino, pesanggrahan ini sangat layak dimanfaatkan sebagai tempat tujuan wisata sejarah yang dipadukan dengan wisata alam Bengawan Solo.

Serpihan bangkai kapal kayu yang dipakai Keluarga Kerajaan Surakarta. foto:begandring

 

Agenda Pembukaan

Ekspedisi Bengawan Solo 2022 adalah upaya penelitian potensi di sepanjang Bengawan Solo, mulai hulu di Wonogiri (Jawa Tengah) hingga hilir di Gresik (Jawa Timur). Sasaran penitian terkait ekologi, sosial budaya, dan ekonomi.

Terkait dengan sosial budaya, penelitian dilakukan berdasarkan sumber-sumber sejarah yang otentik, seperti Prasasti Canggu (1358) era Kerajaan Majapahit dan Babad Madura (1830) era Kerajaan Surakarta.

Prasasti Canggu yang berisi tentang desa-desa tepian sungai yang berjasa atas penyeberangan sungai (naditira pradeca), digunakan untuk mengidentifikasi lokasi lokasi yang menyimpan peradaban budaya di sepanjang bengawan.

Tercatat, ada 44 naditira pradeca di sepanjang sungai Bengawan Solo. Naditira pradeca Luwayu (Surakarta) yang merupakan tempat paling hulu, dan naditira pradeca Bedanten (Gresik) yang merupakan naditira paling hilir.

Jika di Desa Bedanten, Gresik, telah diagendakan sebagai titik penutupan acara secara resmi (closing ceremony), maka di situs bersejarah Pesanggrahan Langgenharjo, Sukoharjo, Surakarta, berpotensi sebagai titik pemberangkatan acara secara resmi (opening ceremony).

Pesanggrahan Langgenharjo menjadi tempat yang strategis karena memiliki latar belakang historis yang relevan dengan Bengawan Solo.  Lokasi Pesanggrahan ini langsung menghadap ke Bengawan Solo dan dari tempat inilah sejarah rute perjalanan maritim keluarga Kerajaan Surakarta berlarung sungai hingga ke hilir di Bedanten pada abad 18 hingga 19 M.

Sementara di era Kerajaan Majapahit di abad 14, Luwayu  dan Bedanten adalah rute meritim sungai Majapahit.

Karena dasar yang tercatat pada Prasasti Canggu (Kerajaan Majapahit, abad 14) dan Babad Madura (Kerajaan Surakarta, abad 18), maka agenda keberangkatan Ekspedisi Bengawan Solo 2022 dapat mengambil titik di situs historis ini. (*)

Baca Juga  Wali Kota Eri Cahyadi Kembalikan Nama SDN Sulung, Sekolah Tempat Ayah Bung Karno Pernah Mengajar

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *