Abah Khotib dan Impian Pendirian Museum Sunan Ampel

Abah Khotib. Begitu kami karib memanggilnya. Orangnya murah senyum, ringan tangan, dan mudah berbagi. Apalagi berbagi pengetahuan sejarah. Khususnya sejarah Kampung Ampel.

Siapa saja bertanya soal Kampung Ampel pasti dilayaninya dengan telaten. Tanpa pandang waktu. Pagi, siang, sore, bahkan malam hari dia acap menerima tawaran wawancara dan diskusi.

Pencari pengetahuannya datang dari berbagai tempat. Dari Surabaya maupun luar kota. Bahkan ada yang datang dari luar negeri. Tamu asing terakhir dia, Emile Leushuis dari Belanda.

M. Khotib Ismail, nama lengkapnya. Lahir di Surabaya, 20 Oktober 1951. Dia wafat pada 1 Maret 2022, di usia 71 tahun. Tidak ada tanda-tanda sebelum ia meninggal. Bahkan, malam itu, almarhum berencana berangkat ke Lodji Besar setelah menghadiri acara di Jalan KH Mas Mansyur, dekat rumahnya.

Namun begitulah takdir. Siapa pun tak bisa mengelak. Ketika Sang Kholik sudah berkehendak agar Abah Khotib harus berpulang, maka ia pun meninggalkan semua keluarga dan handai tolan. Termasuk meninggalkan Perkumpulan Begandring Soerabaia, di mana menjabat sebagai dewan penasihat. Bareng kawan-kawan yang memiliki visi dan misi pelestarian nilai-nilai sejarah dan warisan pusaka.

Abah Khotib juga seorang aktivis sejarah dan budaya di Ampel Heritage. Ketekunannya menjaga memori publik didokumentasikan dalam bentuk buku-buku.  Ada sejumlah buku yang ia tulis, di antaranya Bioskop-Bioskop di Surabaya dan Bangsawan Jawa. Buku-buku itu sudah dicetak oleh penerbit di Jogjakarta. International Standard Book Number (ISBN) atau kode pengidentifikasian buku yang bersifat unik kelar setelah Khatib menghadap Sang Khalik.

Semoga ilmu dan pengetahuan tentang warisan pusaka dan sejarah Surabaya yang sempat dibagikan Khotib kepada para pencari pengetahuan membawa manfaat bagi umat. Dari cerita-cerita yang di antaranya berisi harapan dibangunnya Museum Ampel di lingkungan Sunan Ampel.

Baca Juga  Sekda Kota Surabaya, Ikhsan:  “Kita harus mengajarkan membaca dan menulis aksara jawa”.

Menurutnya, peradaban Kampung Ampel yang awalnya bernama Ampel Denta, tidak hanya berupa masjid dan makam Sunan Ampel. Tapi masih banyak lagi yang memiliki nilai-nilai penting yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata yang muaranya adalah kesejahteraan.

Geliat sosial, ekonomi dan budaya adalah aset di kawasan Kampung Ampel, di mana almarhum didapuk menjadi ketua RW hampir 40 tahun. Ketika ia wafat, statusnya masih sebagai ketua RW.

Kami bersaksi, M Khotib Ismail adalah orang baik. Semoga apa yang menjadi harapannya dalam wadah Perkumpulan ini dapat diteruskan oleh kawan kawan sejawat.

Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan almarhum diberi pengampunan atas segala salah dan khilaf serta diterima segala amal dan ibadahnya. Aamiin ya rabbal alamin.

Selamat jalan Abah Khotib.  (*)

Artikel Terkait

2 thoughts on “Abah Khotib dan Impian Pendirian Museum Sunan Ampel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *