Profesor Jerman Berdarah Belanda Cinta Budaya Indonesia (Jawa). Siapakah Dia? 

Begandring.com: Surabaya (16/9/23) – Perhatian di bidang literasi, khususnya Jawa, di mata warga asing seharusnya membelalakkan mata kita dan berputih mata. Mengapa? Mereka cinta budaya kita. Salah satu dari mereka adalah warga Jerman berdarah Belanda. Yaitu Prof. Dr. Jan van der Putten. 

Foto diri Prof. Dr. Jan van der Putten, Foto: ist/Begandring.

Ia cinta budaya Jawa. Karenanya ia mendalami dan menjadi seorang ahli di bidang studi Ilmu Indonesia, khususnya budaya literasi Jawa. Prof. Jan di negaranya, Jerman, mengajar ilmu Indonesia, khususnya sastra Jawa. Ia pun fasih berbahasa Indonesia. Tentunya bahasa Jawa, dan bahasa daerah lainnya, seperti Sunda dan Bali. 

Fakta ini mengingatkan kita kepada seorang tokoh bahasa yang makamnya ada di Pemakaman Eropa Peneleh Surabaya. Yaitu Herman van der Tuuk. Ia adalah peletak dasar bahasa Melayu (kini Indonesia). Prof. Dr. Jan van der Putten bagai Herman van der Tuuk (alm). V/d Tuuk menguasai bahasa Batak, Jawa, Sunda dan Bali serta bahasa daerah lainnya.

Pun demikian dengan Jan van der Putten. Hingga sekarang ia tercatat sebagai Professor Austronesistik di departemen Bahasa dan  budaya Asia Tenggara di Universitas Hamburg, Jerman seja Januari 2013

Sebelumnya, Jan pernah mengajar di National University of Singapore (NUS). Singapura sebagai Associate Professor di bidang ilmu Sastra, Budaya dan Bahasa dari bulan Januari 2003 hingga December 2012.

Prof Dr Jan v/d Putten bersama koleganya Kukuh Yudha Karnanta. Foto: Begandring.

Tidak ketinggalan, ia juga sebagai dosen senior Bahasa Indonesia, Sastra dan Budaya di departemen Bahasa dan Budaya Asia Tenggara dan Oceania di Universitas Leiden, Belanda dari bulan Agustus 1989 hingga December 2003.

Baca Juga  HUT Begandring.com Bareng Peringatan Hari Pers Nasional, Mengapa?

Sebagai kecintaan pada Indonesia dengan berbagai multikultural nya, Prof Jan menghasilkan beberapa publikasi, diantaranya: 

Bangsawan. The coming of a popular Malay theatrical form, Indonesia and Malay World 42:123 (2014), 268-85; 

‘Dirty Dancing’ and Malay anxieties: the changing context of Malay Ronggeng in the first half of the twentieth century’; 

‘Going Against the Tide: The Politics of language Standardisation in Indonesia’, in Keith Foulcher, Mikihiro Moriyama and Manneke Budiman (eds); dan 

The team: dari kiri Yayan Indrayana, Jan van der Putten, AJ Thonny, Nanang Purwono dan Kukuh Yudha Karnanta. Foto: Begandring.

Words in Motion. Language and Discourse in Post-New Order Indonesia. Tokyo: Research Institute for languages and Cultures of Asia and Africa (ILCAA), Tokyo University of Foreign Studies, pp. 257—79. Masih banyak lagi publikasi lainnya. 

Selama di Surabaya mulai Jumat (15/9/23) hingga Senin (18/9/23), Prof. Dr. Jan van der Putten ditemani koleganya dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair. Prof Jan akan diajak jalan jalan melihat multikultural di Surabaya. (nng/Aksara oleh IS)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *