Begandring.com-Kebudayaan khususnya di kota Surabaya tidak hanya mencakup sesuatu yang arkais atau antikuarian, melainkan juga kebudayaan yang hidup dalam keseharian.
Oleh karena itu, pemajuan kebudayaan di Surabaya semestinya tidak hanya fokus menyasar pada praktik maupun produk kebudayaan yang tradisional. Melainkan juga, melingkupi bentuk-bentuk budaya kekinian. Pandangan tersebut disampaikan Prof. Dr. Purnawan Basundoro, Dekan FIB Unair, dalam rapat koordinasi Pemutakhiran Pokok Pikiran Kebudayaan Surabaya (PPKD) di Gedung Siola (19/01).
“Kesenian ludruk, misalnya. Itu bisa saja hadir menggunakan multimedia. Kemarin saya lihat pementasan ludruk tapi dengan kemasan teknologi yang canggih,” lanjut Purnawan.
Pria yang juga Guru Besar Ilmu Sejarah itu menjelaskan, Surabaya sebagai kota metropolitan yang teramat dinamis perubahannya, dan bercorak kebudayaan urban.
“Saya kira kita harus mempertimbangkan untuk berani keluar dari paradigma kebudayaan sebagai sesuatu yang antikuarian saja. Yang antikuarian tetap perlu dan perlu dilindungi dan dimajukan, tentu saja. Namun budaya yang ada saat ini, terus tumbuh, dan dipraktikkan dalam keseharian juga perlu dibahas pemajuannya,” tegasnya.
Rapat Penyusunan PPKD di Disbudporapar (19/01). Foto: Begandring.com
Untuk diketahui, berdasarkan dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kota Surabaya 2018, terdapat 149 objek pemajuan kebudayaan (OPK) dan 277 bangunan cagar budaya (BCB). Total terdapat 426 OPK dan BCB.
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudporapar Kota Surabaya Herry Purwadi sepakat dengan pernyataan Purnawan Basundoro. Menurutnya, banyak tarian-tarian kreasi saat ini merupakan perpaduan dari yang tradisional dan yang kontemporer.
“Karena pemajuan kebudayaan kan artinya memajukan, melihat ke depan. Bukan sekadar melihat yang lalu-lalu saja,” ujarnya.
Sementara itu, Kukuh Yudha Karnanta, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unair mengidentifikasi setidaknya ada lima permasalahan dalam upaya pemajuan kebudayaan di Surabaya. Salah satunya adalah belum adanya regulasi yang dapat menjadi pijakan Pemerintah Kota dalam menginisiasi dan mengeksekusi program Pemajuan Kebudayaan.
“Sementara ini yang ada di Surabaya baru Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota tentang Cagar Budaya. Sementara yang Objek Pemajuan Kebudayaan ini warisan budaya sifatnya intangible atau tak-benda, belum ada regulasinya,” ujar Kukuh.
Kukuh menambahkan, sejatinya DPRD Kota Surabaya sudah menginisiasi penyusunan Perda Pemajuan Kebudayaan dan Nilai Kejuangan Kota Surabaya pada 2022 lalu. Namun, bagaimana perkembangannya, dirinya belum tahu.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua DPRD AH Thony mengatakan Perda Pemajuan Kebudayaan dan Nilai Kejuangan Kota Surabaya sedang dalam proses telaah. Lebih lanjut, dirinya mengatakan sepakat bahwa kebudayaan menjadi problem mendesak untuk dibahas.
“Delapan puluh persen masalah di Surabaya adalah masalah kebudayaan, dan itu tidak bisa diselesaikan parsial. Etos kerja dan daya juang sebagai bagian dari kebudayaan itulah jimat untuk kemajuan Surabaya,” tandasnya.
Agung Widyanjaya, Pegiat Sejarah Begandring Soerabaia, berfoto di depan De Algemmene Maastchappij van Levensverzekering en Lijfrente te Amsterdam atau populer dengan nama “Gedung Singa”, salah satu Bangunan Cagar Budaya ikonik di Surabaya. Foto: Begandring.com
Dalam hal cagar budaya, Yayan Indrayana dari Komunitas Begandring membabar beberapa identifikasi permasalahan. Di antaranya, banyak bangunan cagar budaya yang pemiliknya tidak berada di Surabaya.
“Jadi misalnya kalau kita mau melakukan kegiatan kunjungan, itu susah perizinannya. Padahal itu hanya kunjungan saja, belum ngomong jauh soal pemanfaatannya lebih jauh,” ujar Yayan.
Selain itu, pria yang berprofesi sebagai arsitek dan konsultan perencanaan ini mengidentifikasi persoalan irisan antara budaya dan pariwisata. Yakni, antara kepentingan konservasi dan pemanfaatannya sebagai destinasi wisata.
“Perlu analisis dan perencanaan yang jitu sesuai kondisi dan tantangan saat ini, agar pemanfaataan bangunan cagar budaya tidak melemahkan aspek konservasinya,” ujar Yayan.
Dokumen PPKD merupakan amanat Undang-undang Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017. Berdasarkan Permendikbud No. 6 Tahun 2023, PPKD dimutakhirkan setiap lima tahun sekali.
Pemerintah Kota Surabaya telah membentuk tim Penyusunan Pemutakhiran PPKD yang terdiri dari Organisasi Perangkat Daerah, akademisi, pegiat seni budaya, dan komunitas cagar budaya. (red)