Film Koesno, Jati Diri Soekarno masuk ke dalam daftar nominasi Film Dokumenter Pendek Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) Tahun 2022. Pengumanan tersebut disampaikan Komite FFI 2022 yang disiarkan secara langsung dari Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (22/10/2022).
Ada tujuh nominasi Film Dokumenter Pendek Terbaik yang dimumkan Komite FFI 2022. Ketujuh film tersebut adalah Gimbal, Kemarin Semua Baik-baik Saja Koesno, Jati Diri Soekarno, Lady Rocker Sylvia Saartje, Maramba, Sintas Berlayar, dan Tasaneda Sasandu Dalen
Film dokumenter garapan TVRI Jawa Timur bekerja sama dengan Begandring Soerabaia dan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair itu berisi tentang pelurusan sejarah bangsa Indonesia. Di mana di dalam isi film itu bercerita tentang Presiden Pertama RI Soekarno yang lahir dan menempa pendidikan di Kota Surabaya.
Dosen FIB Unair Surabaya Kukuh Yudha Karnanta memandang, apabila dilihat dari segi konten atau isi, Film Koesno bertujuan untuk mengklarifikasi atau menyosialisasikan bahwa Presiden Soekarno adalah Arek Suroboyo.
“Dalam pengertian dia (Soekarno) lahir di Surabaya, menempa pendidikan sebagai seorang negarawan itu juga di Surabaya. Dan memiliki keterkaitan erat dengan peristiwa sejarah di Surabaya,” kata Kukuh.
Menurut dia, Koesno, Jati Diri Soekarno sangat strategis sebagai media edukasi kepada masyarakat bahwa sebenarnya Presiden Pertama RI adalah Arek Suroboyo. “Sangat baik untuk mengedukasi publik,” cetusnya.
Sedangkan dari bentuk film, imbuh Kukuh, bahwa sangrai Koesno, Jati Diri Soekarno sendiri adalah dokudrama. Di mana film ini dalam bentuk dokumenter dan reka ulang peristiwa sejarah kelahiran Presiden Pertama RI Soekarno pada tahun 1901 di Peneleh, Surabaya.
“Saya sebagai kritikus film berpendapat, bahwa ini menarik, sangrai ini belum banyak digarap. Terlebih di festival sekelas FFI. Ini suatu hal yang baru dan sangat penting. Dalam arti dokudrama ternyata bisa kompetitif di FFI,” tegas pria kalem ini.
Peraih Kritik Film Terbaik Festival Film Indonesia 2021 itu menilai, masuknya Film Koesno ke dalam daftar nominasi FFI menandakan jika dokudrama secara mutu juga tak kalah dengan genre yang lain.
“Ini menandakan bahwa dokudrama secara mutu sinematografinya sangat baik dan secara konten juga sangat penting,” tegas Kukuh.
Sementara dilihat dari aspek produksi, periset dalam film dokumenter Koesno itu mengungkapkan, proses produksi Film Koesno ini melibatkan kolaborasi banyak pihak.
“Artinya ini adalah sebuah simbol bahwa Surabaya memang menganggap sangat penting sosok Soekarno sebagai ikon Surabaya. Kedua, pemkot sangat serius berkomitmen untuk berkolaborasi dengan komunitas film, dengan komunitas sejarah dan saya sebagai akademisi juga terlibat bersama-sama,” papar dia.
Dalam film ini, Wali Kota Eri Surabaya Cahyadi memerankan sosok Soekarno. Kukuh mengungkapkan, bahwa ia yang mengusulkan agar Eri Cahyadi terlibat di dalam proses produksi Film Koesno. Bahkan, ia juga bertanggung jawab langsung dalam proses pencarian dokumen-dokumen arsip naskah sejarah Presiden Soekarno.
“Jadi yang dibacakan Pak Wali Kota bukan skenario skrip buatan saya atau teman-teman. Itu adalah transkrip asli dari dokumen-dokumennya Soekarno,” kata Kukuh.
Kukuh memandang, Eri Cahyadi juga dinilai sukses ketika memerankan sosok Soekarno dalam Film Koesno. Baik itu dilihat dari segi intonasi maupun ekspresi wajah ketika memerankan Bapak Proklamator Bangsa.
“Luar biasanya waktu itu kan Pak Wali tidak sempat mempelajari skripnya, langsung disodori dan rekaman asli Soekarno. Tidak sampai 10 menit, Pak Wali sudah bisa mempraktikkan itu dengan sangat baik,” ungkap Kukuh.
“Kemudian yang dibacakan oleh Pak Wali Kota itu semua sangat terkait dengan Surabaya. Terutama yang (set) terakhir itu, ‘Koreksi Pak Rektor, Saya Arek Suroboyo’, itu betul-betul mengena sebagai statement closing di film itu,” sambung Kukuh.
Sebagai peneliti film, Kukuh melihat, jika Koesno, Jati Diri Soekarno memiliki dua peluang dalam FFI Tahun 2022. Kedua peluang ini yakni sebagai pemenang utama atau special mention by juri. Apalagi, kata dia, Film Kusno yang bergenre dokudrama ini masih terbilang baru dalam dunia festival perfilman.
“Dokudrama peluangnya dua, bisa pemenang utama atau penghargaan khusus dari dewan juri. Karena mungkin bentuknya baru, isunya menarik atau punya makna penting. Tetapi mungkin karena tidak lazim di sebuah festival, dia mungkin tidak bisa sebagai pemenang utama, tapi tetap bisa mendapatkan penghargaan special mention by juri,” tuturnya.
Meski demikian, sebagai warga Kota Surabaya yang juga turut dalam proses riset Film Koesno, Kukuh mengaku optimistis dan berharap besar, Koesno, Jati Diri Soekarno dapat meraih Piala Citra FFI Tahun 2022.
Eri Cahyadi yang memerankan Soekarno saat syuting di Lodji Besar, Peneleh. foto:begandring
“Saya sebagai warga Surabaya yang ikut juga dalam proses produksi film sebagai periset, saya sangat berdoa itu bisa menang di FFI,” katanya.
Eri Cahyadi mengaku bersyukur dan bangga, Film Koesno masuk ke dalam daftar nominasi kategori Film Dokumenter Pendek Terbaik FFI 2022.
“Sebenarnya yang membuat saya merasa bahagia dan bangga itu adalah ketika kita bisa menjelaskan sejarah. Karena yang dulu Presiden Soekarno (dikenal) lahir di Blitar, tapi ternyata dengan pembenaran sejarah ini maka kita ketahui semua bahwa Soekarno itu lahirnya di Kota Surabaya,” jelas Eri.
Menurut dia, sudah selayaknya sebagai anak bangsa meluruskan sejarah, seperti halnya melalui cerita pada Film Koesno. Ia optimistis film dokumenter yang mengisahkan tentang kelahiran, kisah cinta, dan gagasan kebangsaan Presiden Soekarno ini dapat menjadi yang terbaik dan merebut Piala Citra FFI. (*)