Setelah sukses kolaborasi (2022) dalam produksi film dokumenter yang berlatar Surabaya masa lalu, TVRI Jatim kembali memproduksi film dokumenter tentang Fatmawati.
Fatmawati adalah istri dari Presiden Indonesia pertama Soekarno. Ia menjadi Ibu Negara Indonesia pertama dari tahun 1945 hingga tahun 1967 dan merupakan istri ke-3 dari presiden Soekarno setelah Oetari dan Inggit. Fatmawati adalah ibunda dari presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri.
Dalam produksi film Fatmawati ini, TVRI Jatim berkolaborasi dengan Begandring Soerabaia dan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga serta LaSalle. Kali ini lokasi produksinya ada di berbagai tempat, mulai Jakarta, Bali dan tentu saja Surabaya.
Dalam mengawali produksi, Tim TVRI telah melakukan pengambilan gambar di kediaman keluarga putera dan Puteri Soekarno. Pertama menemui Guntur Soekarno Putra, putera pertama Soekarno, yang biasa dipanggil Mas Tok, di kediamannya di Jakarta. Kemudian pengambilan gambar berikutnya adalah wawancara dengan Sukmawati, putera ketiga Soekarno, yang kini tinggal di Bali.
Berikutnya pengambilan gambar gambar adegan di berbagai tempat di Surabaya. Pada Kamis, 18 Mei 2023, pengambilan gambar gambar adegan dilakukan di Rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto di Peneleh VII dan di Lodji Besar di Jalan Makam Peneleh 46 Surabaya.
Menurut Sutradara TVRI, Faisal Anwar, pengambilan gambar lainnya adalah di lokasi hotel Majapahit Surabaya, eks gedung Harmoni Pasuruan dan di lereng Penanggungan.
“Lokasi lokasi itu sebetulnya tidak ada hubungannya dengan Fatmawati tetapi tempat tempat ite memiliki latar belakang visual yang mendukung untuk adegan adegan peristiwa yang dialami oleh Fatmawati”, jelas Faisal Anwar.
Bertempat di Lodji Besar, pengambilan gambar dilakukan atas adegan permintaan maaf Fatmawati kepada Inggit yang terjadi pada 1980. Kemudian juga pengambilan gambar atas adegan pandangan pertama Soekarno kepada Fatmawati dan pernyataan cinta Soekarno kepada Fatmawati.
Faisal Anwar menambahkan bahwa ada sisi sisi menarik dari Fatmawati sebagai ibu negara pertama yang tidak terungkap selama ini. Kisah ini didapat dari keterangan putera puteri Soekarno: Guntur Soekarno Putera (Jakarta) dan Sukmawati Soekarno Puteri (Bali).
“Menurut pak Guntur nama asli Fatmawati adalah Patemah, lalu dikenal dengan Fatimah. Kemudian oleh Soekarno diganti menjadi Padma Wati dan populerlah nama Fatmawati yang berasal dari Padma Wati”, jelas Faisal,
Faisal meneruskan sisi lainnya tentang Fatmawati yang ia dapat dari penuturan Sukmawati di Bali.
“Bu Sukmawati menceritakan tentang kegalauan Fatmawati ketika Bunga Karno, bapaknya, minta ijin kepada Fatmawati bahwa dirinya mau menikah lagi”, jelas Faisal.
Dapat dibayangkan bagaimana perasaan hati seorang istri ketika suaminya minta ijin untuk menikah lagi. Itulah perasaan yang dialami Fatmawati. Sehingga hari harinya di istana negara terlihat kosong, tidak seceria seperti hari hari sebelumnya.
LaSalle Ambil Bagian
Dalam kolaborasi produksi film Fatmawati ini juga ada LaSalle Collage, sebuah sekolah tinggi desain kelas internasional, yang merupakan bagian dari jaringan LCI Education yang berasal dari Kanada. Di Indonesia, selain hadir di kota Jakarta, juga ada di Surabaya.
“Di Indonesia hanya ada di dua kota saja, yaitu Jakarta dan Surabaya”, jelas Zinat Lulu dari LaSalle yang mendampingi 9 mahasiswanya untuk terlibat dalam kolaborasi produksi film Fatmawati ini.
Dalam film ini memang dibutuhkan make up artis untuk memoles wajah dan penampilan pemain agar sesuai dengan karakter para tokoh sejarah yang diperankan dan LaSalle College memiliki tenaga tenaga profesional di bidang itu.
LaSalle Collage memiliki beberapa program yang diantaranya adalah program Makeup Artist. Program ini menyediakan pelatihan untuk calon seniman dengan teknik profesional dan langsung yang berfokus pada ketrampilan ketrampilan yang diantaranya adalah histori, fashion, tata rambut, efek karakter dan wajah artistik dan lukisan tubuh.
Keahlian keahlian itulah yang dibutuhkan untuk mendukung para pemain dalam film Fatmawati. Misalnya untuk memunculkan karakter wajah orang tua, sosok tokoh dan bahkan luka pada bagian tubuh.
Lulu, koordinator LaSsale dalam kolaborasi ini mengatakan bahwa ia senang bisa terlibat dalam kolaborasi produksi film Fatmawati karena ini menjadi ajang edukasi lapangan (praktek nyata) bagi para mahasiswanya. Mereka akan mendapat penilaian atas karya karya me make up para pemain film.
Atas hasil polesan tangan tangan mahasiswa LaSalle College Surabaya, maka para pemain dalam film Fatmawati terlihat menyerupai karakter tokoh aslinya.
Produksi film Fatmawati ini masih berlanjut hingga 20 Mei dan lokasi pengambilan gambar berikutnya adalah di lereng gunung Penanggungan dan nantinya di Hotel Majapahit Surabaya.
“Produksi ini total memakan waktu sekitar 3 minggu dan akan ditayangkan di bulan Juni 2023 pada Bulan Bung Karno”, pungkas Faizal Anwar, produser TVRI Jatim. (Nanang)