Desa Bedanten kini punya museum. Namanya, Museum Desa Madanten. Museum tersebut diresmikan oleh Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani (Gus Yani), Minggu (14 /8/2022).
Sepekan setelah peresmian, Minggu (21/8/2022), museum desa tersebut mendapat kunjungan perdanya dari rombongan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Gresik. Kebetulan mereka sedang melakukan pelatihan di Desa Bedanten, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik.
Kedatangan rombongan ke museum sejarah dan budaya Madanten diterima oleh perangkat desa dan pengurus museum. Di antaranya, Abdul Ghofar, Choirul Basyari, dan Lestari Widodo.
Kepada rombongan, Choirul Basyari menjelaskan artefak yang dipamerkan adalah temuan temuan penting di Desa Bedanten. Di antaranya, batu peripih andesit, gerabah, fragmentasi keramik, dan struktur bata kuno. Juga terdapat benda-benda bersejarah hasil sumbangan dan hibah warga.
Mendirikan sebuah museum desa sudah lama digagas, mengingat Bedanten adalah desa kuno yang ternyata masih menyimpan peninggalan peradaban masa lalu. Beberapa peninggalan itu telah ditemukan dan sayangnya sebagian telah keluar dari Desa Bedanten.
“Dulu, ada warga yang menemukan satu periuk uang gobong ketika sedang menggali pondasi untuk pembangunan rumah. Kerena belum mengerti arti temuan itu, barang-barang bersejarah itu dijual. Sekarang dengan terbentuknya komunitas sadar sejarah, seperti Pengurus Pelestarian Makam Penggede (PPMP) Bedanten. Masyarakat diajak untuk menyelamatkan temuan temuan yang ada,” jelas Basyari mengenai latar belakang berdirinya Museum Desa Madanten itu.
Sebelum diresmikannya, warga beserta aparat desa terlebih dahulu mengumpulkan sejumlah barang. Selain berupa temuan, pegiat beserta aparat desa menghimbau kepada warga untuk bisa menghibahkan barang-barang bernilai sejarah. Warga pun menyambut baik, sehingga terkumpul barang-barang sebagai koleksi museum.
April-Mei 2022 lalu, komunitas Pengurus Pelestarian Makam Penggede (PPMP) Bedanten bersama komunitas Begandring Soerabaia melakukan penelusuran sejarah dan budaya di Desa Bedanten dan desa-desa kuno lainnya di Kabupaten Gresik.
Hasilnya, sebuah buku laporan penelusuran, yang dalam rangkaian peringatan HUT ke-77 RI diserahkan kepada Bupati Gresik, Camat Bungah dan Lurah Bedanten pada 14 Agustus 2022. Penyerahan buku laporan penelusuran ini sekaligus meramaikan pembukaan secara resmi Museum Desa Madanten.
“Selain barang barang, kita juga mengoleksi buku-buku penting terkait sejarah Bedanten, seperti Babad Madura dan manuskrip Sindujoyo. Buku laporan penelusuran sejarah Bedanten ini juga memperkaya isi museum”, ujar Kepala Desa Bedanten Abdul Madjid.
Ke depan, dalam rangka memperkaya khazanah koleksi museum, perangkat desa dan pengurus museum tetap akan mengimbau kepada warga Bedanten baik yang masih tinggal di desa maupun yang sudah tinggal di luar desa untuk menghibahkan benda benda yang kiranya layak menjadi koleksi museum demi tujuan tujuan pendidikan, penelitian, ilmu pengetahuannya, kebudayaan dan pariwisata.
Kunjungan rombongan mahasiswa PMII adalah berita baik dan bisa sebagai trigger (pemicu) pembangunan museum ke depan. Karenanya susunan organisasi pengurus museum juga akan segera dibentuk. Selain itu pembenahan fisik museum juga menjadi program kerja sehingga museum menjadi tempat yang nyaman bagi pengunjung.
Museum Desa Madanten terletak di lingkungan Balai Desa Bedanten, tepatnya di belakang Balai Desa yang satu area dengan makam Penggede Bedanten. Lingkungan museum sendiri adalah salah satu dari tempat bersejarah di desa Bedanten.
“Jadi para pengunjung tidak hanya bisa mengunjungi museum, tapi sekaligus bisa melakukan ziarah kepada Penggede Bedanten”, jelas Abdul Ghofar dari Pengurus Pelestarian Makam Penggede (PPMP) Bedanten.
Pendirian museum desa ini benar benar mendapat apresiasi dari para pengunjung karena mereka bisa lebih mengenal riwayat desa Bedanten baik secara kultural maupun historikal. Museum bisa menumbuhkan rasa bangga mereka sebagai warga.
Dari laporan penelusuran sejarah Bedanten diketahui bahwa di masanya, Bedanten memiliki struktur tata ruang desa yang serupa dengan kota Paramaribo, Suri nama, di awal abad 19. Letak kedua desa ini sama sama berada di muara sungai, kontruksi rumah rumahnya terbuat dari kayu dan berarsitektur kolonial, memiliki toponimi keberadaan galangan dan pelabuhan.
Diharapkan kesadaran warga akan sejarah desanya dapat mendorong semakin bangkitnya kreativitas dan semangat kerja warga dalam membangun masa depan desa. (*).