Miniatur Samudramanthana: Jejak Sejarah dari Lereng Mahameru

Penulis: Eva N.S. Damayanti*

Bagi para pencinta sejarah dan arkeologi, Museum Majapahit di Trowulan, Mojokerto, adalah salah satu destinasi yang tak boleh dilewatkan. Di antara koleksi berharga yang tersimpan di museum ini, ada sebuah artefak unik yang menjadi perhatian utama: Miniatur Samudramanthana.

Berbentuk candi mini berbahan dasar batu kapur (limestone), artefak ini kini berada di tengah pendopo museum dan telah ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan SK Bupati Mojokerto Nomor 188.45/665/HK/416-012/2024 pada 2 Agustus 2024.

Lokasi Miniatur Samudramanthana (Candi Ampelgading A) pada tahun 1980-an yang berada di halaman Museum Trowulan lama. Sumber: Buku Petunjuk Singkat Warisan Majapahit di Trowulan

Kisah Penemuan di Ampelgading

Dalam sebuah artikel koran Bali Post bertanggal 19 Agustus 1991 diketahui, miniatur Samudramanthana pertama kali ditemukan pada pertengahan tahun 1969 di Dukuh Sumberpeteng, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang. Awalnya, artefak ini disebut sebagai Miniatur Candi Ampelgading.

Lokasi penemuan artefak tersebut berada di sebuah bekas perkebunan, di antara perbukitan dan jurang yang curam sehingga agak sulit untuk dikunjungi.

Penemuan ini terjadi secara tidak sengaja oleh warga setempat yang tengah mencari ijuk. Rasa penasaran kemudian berujung pada penggalian benda-benda arkeologis yang akhirnya dijual.

Kabar tentang penemuan di lereng barat Gunung Semeru akhirnya sampai ke Lembaga Purbakala dan Peninggalan Arkeologi (kini Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI Jawa Timur). Meski penelitian dilakukan, sayangnya, lokasi penemuan telah banyak berubah akibat aktivitas warga. Namun, melalui eksplorasi yang penuh tantangan, tim arkeologi berhasil menemukan kembali sisa-sisa peninggalan candi pada Maret 1970.

Sumber dari Bali Post bagaimana penelitian arkeologi dilakukan untuk mengidentifikasi serta melestarikan temuan tersebut. Hasilnya, diktahui penelitian ada dua miniatur candi yang ditemukan di lokasi tersebut.

  1. Candi Ampelgading A (Miniatur Samudramanthana)
    • Tinggi: 2,5 meter
    • Ornamen: Relief Badawangnala yang dibelit dua ekor naga, relief dewa dan raksasa yang mengaduk laut selatan untuk memperoleh amerta.
    • Saat ini dipamerkan di Unit Pengelolaan Informasi Majapahit.
  2. Candi Ampelgading B
    • Tinggi: 1,5 meter
    • Ornamen: Antefiks bermotif “karang ketapel” dan sulur-suluran “patra punggel” di setiap sudut.
    • Saat ini masih disimpan di storage Unit PIM dan belum diajukan sebagai cagar budaya.
Baca Juga  SD Sulung, Pengajaran Muatan Lokal, dan Esensi Merdeka Belajar

Dua Candi Ampelgading. Sumber: Buletin Yaperna Nomor 5 Th. II Februari 1975

Dari Ampelgading ke Samudramanthana

Penulis sempat mewawancarai Ibu Yanti Muda Oktaviana, S.S., seorang arkeolog sekaligus Ketua Tim Kerja Unit Pengelolaan Informasi Majapahit di bawah naungan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI. Ia menjelaskan bahwa kemungkinan perubahan nama dari Candi Ampelgading A menjadi Miniatur Samudramanthana terjadi seiring dengan perpindahan lokasi museum yang menyebabkan relokasi koleksi.

“Setelah diamankan dari lokasi temuan, koleksi ini awalnya ditempatkan di halaman Museum Trowulan. Namun, pada tahun 1987, museum dipindahkan ke lokasi baru sekitar dua kilometer dari tempat awal. Tempat baru ini kini dikenal sebagai Unit Pengelolaan Informasi Majapahit (PIM) atau Museum Majapahit,” jelasnya.

Terkait Candi Ampelgading B, Ibu Yanti menambahkan bahwa koleksi ini tidak dipajang karena kondisinya yang tidak memungkinkan, sehingga disimpan di dalam storage Unit PIM.

Kisah Penemuan dua candi itu bukan sekadar catatan sejarah, tetapi juga peristiwa yang masih dikenang oleh warga setempat. Ibu Sumiati, seorang petani kopi yang tinggal di Ampelgading, mengingat bagaimana di masa kecilnya ia melihat orang-orang berbondong-bondong menyaksikan proses penelitian di lokasi temuan.

Kini, Sumberpeteng secara administratif telah berubah menjadi bagian dari Desa Tamansatriyan, namun warga masih mengenal daerah itu dengan nama lamanya, “Mberpeteng.” Artefak ini tidak hanya menjadi bukti kejayaan masa lalu, tetapi juga pengingat akan pentingnya pelestarian sejarah agar warisan budaya tetap hidup untuk generasi mendatang.

Bagaimanakah hasil kajian lengkap Miniatur Samudramanthana? Ikuti terus begandring.com

 

*Eva N.S. Damayanti. Reenactor Modjokerto, perangkai repihan sejarah Trowulan

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *