Begandring.com: Surabaya (1/10/23) – Sabtu malam, 30 September 2023, Pameran Aksara yang bertajuk ꧌ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦶꦁꦏꦻꦄꦏ꧀ꦱꦫꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫꦣꦤ꧀ꦝꦸꦤꦶꦪꦣꦫꦶꦯꦸꦫꦨꦪ꧍ “Membingkai Aksara Nusantara dan Dunia Dari Surabaya” secara resmi ditutup oleh tokoh penggerak budaya, yang sekaligus Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, ꧌ꦄ\ ꦲꦺꦂꦩꦱ꧀ꦛꦺꦴꦤꦶ꧍ A Hermas Thony.
Secara praktis pameran Aksara hanya berlangsung hanya dua hari, dibuka pada Jumat pagi (29/9) dan ditutup pada Sabtu (30/9). Meski demikian pengunjung Basemen꧌ ꦧꦭꦻꦥꦼꦩꦸꦣ꧍ Balai Pemuda masih bisa menikmati pameran hingga minggu (1/10).
“Pameran ini singkat, tapi pesan yang diemban sangat signifikan. Bulan September adalah bulan dimana ꧌ꦲꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦆꦤ꧀ꦠꦼꦂꦤꦱꦾꦺꦴꦤꦭ꧀꧍ Hari Aksara Internasional itu diperingati. Yaitu setiap 8 September”, ujar Thony dalam sambutan dan catatan pada penutupan pameran yang berlangsung di Basemen Balai Pemuda Surabaya.
Semakin signifikan karana dalam acara penutupan yang didahului dengan sarasehan aksara nusantara dan dunia itu dihadiri oleh mahasiswa se Nusantara yang sedang mengikuti program ꧌ꦩꦼꦂꦣꦺꦏꦧꦼꦭꦗꦂ꧍ Merdeka Belajar di ꧌ ꦈꦤꦶꦮ꦳ꦺꦂꦱꦶꦠꦱ꧀ꦍꦂꦭꦁꦒ꧍ Universita Airlangga (Unair). Mereka berasal dari daerah daerah di Indonesia yang memiliki aksara.
Mahasiswa dalam program ꧌ꦩꦼꦂꦣꦺꦏꦧꦼꦭꦗꦂ꧍ Merdeka Belajar ini, diantaranya berasal dari Aceh, Medan, Lampung, Bandung, Jawa, Bali, Makasar, dan Flores NTT, yang masih memiliki aksara.
Bagi mereka yang kebetulan datang ke ꧌ ꦧꦭꦻꦥꦼꦩꦸꦣ꧍ Balai Pemuda adalah kesempatan yang sangat baik yang tidak direncanakan sebelumnya.
“Di setiap hari Sabtu kegiatan kami memang bebas tapi secara struktur dan mandiri harus bisa belajar ꧌ ꦏꦼꦄꦫꦶꦥ꦳ꦤ꧀ꦭꦺꦴꦏ꧀꧍ kearifan lokal. Ketika kami datang ke Balai Pemuda dan lihat Pameran Aksara, kami mendapati ada saresehan aksara Nusantara dan dunia. Pas benget”, kata Ericha (19) dari Bima NTB, yang kuliah di ꧌ꦈꦤꦶꦥ꦳ꦺꦂꦱꦶꦠꦱ꧀ꦈꦢꦪꦤ꧍ Universitas Udayana, Bali.
Kesan baik dirasa juga oleh Moch Fikri Abdillah dari ꧌ꦥꦺꦴꦭꦶꦠꦺꦏ꧀ꦤꦶꦏ꧀ꦭꦺꦴꦏ꧀ꦱꦸꦩꦮꦺ꧍ Politeknik Lhokseumawe yang diakuinya bahwa kunjungannya dan kawan kawan tidak diduga telah memberikan nilai ꧌ꦮꦮꦱꦤ꧀ꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ꧍ Wawasan Nusantara melalui keragaman bahasa daerah, utamanya aksara nya.
“Saya jadi ingin belajar ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ Aksara Jawa. Di pameran ini saya bisa mengenali bentuk bentuk aksara di Nusantara dan bahkan Aksara Dunia seperti aksara Hindi, Hanzi termasuk Ibrani”, kata Fikri Abdillah.
Ia menambahkan kota Surabaya bisa menjadi tempat belajar aksara Nusantara melalui ꧌ꦥꦩꦺꦫꦤ꧀ꦌꦣꦸꦏꦠꦶꦥ꦳꧀ pameran edukatif seperti ini.
Yang menarik adalah kesempatan interaktif tanya Jawa, dimana ketika mereka bertanya dan berkomentar, terdengan keragaman logat dari masing masing daerah. Ketika mahasiswa asal ꧌ꦧꦭꦶ꧍ Bali bertanya, terdengara logat Bali. Pun demikian dengan ꧌ꦭꦺꦴꦒꦠ꧀ꦧꦠꦏ꧀꧍ logat Batak,꧌ꦭꦺꦴꦒꦠ꧀ꦩꦱꦂ꧍ logat Makasar dan logat Nusantara lainnya dalam kesempatan tanya jawab.
Dalam kesempatan moment ꧌ꦱꦫꦱꦺꦲꦤ꧀꧍ sarasehan itu, tidak hanya bentuk aksara yang tersaji, tapi suara dari keragaman bahasa daerah juga menambah esensi acara pameran.
Sarasehan
꧌ꦱꦧ꧀ꦠꦸ꧇꧓꧐꧇ꦱꦺꦥ꧀ꦠꦺꦩ꧀ꦧꦼꦂ꧇꧒꧐꧒꧓꧍Sabtu, 30 September 2023, selain ada pameran, juga ada serangkaian sarasehan budaya. Diawali dengan sarasehan yang bertema “Aksara Dalam Rekam Jejak Sejarah” disajikan oleh TP Wijoyo, pegiat sejarah klasik dari Komunitas ꧌ꦧꦼꦒꦤ꧀ꦢꦿꦶꦁꦯꦸꦫꦨꦪ꧍Begandring Soerabaia.
Dalam paparannya ia menyajikan bahwa aksara Jawa Kuna (Kawi) sudah menjadi aksara sehari hari yang digunakan oleh nenek moyang. Buktinya tersebar di pelosok Jawa Timur. ꧌ ꦠꦺ\ꦥꦺ\ꦮꦶꦗꦪ꧍ TP Wijoyo mengawali dengan bukti prasasti yang berada di tepi danau Ranu Kumbolo, lingkungan gunung Semeru.
Kemudian temuan temuan di daerah Kediri dari era kerajaan Kadiri hingga ke era ꧌ꦩꦗꦥꦲꦶꦠ꧀꧍ Majapahit sampai runtuhnya Majapahit yang ditandai dengan penanggalan Candra Sengkala, “Sirna Ilang Kertaning Bumi”
“Sirna Ilang Kertaning Bumi itu artinya 0041 yang kalau dibalik menjadi 1400 Saka. Jika dikonfersi ke Masehi tinggal ditambahkan angka 78, maka jadilah penanggalan tahun Masehi 1478 M”, jelas TP Wijoyo yang menggambarkan era terakhir penggunaan aksara Kawi di ꧌ꦏꦼꦫꦗꦴꦤ꧀ꦩꦗꦥꦲꦶꦠ꧀꧍kerajaan Majapahit.
Di malam hari masih ada sarasehan lainnya yang dibawakan oleh ꧌ꦱꦼꦠꦾꦲꦩ꧀ꦫꦶꦃꦥꦿꦱꦗ꧍ Setya Amrih Prasaja dari Seksi Bahasa dan Sastra, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Amrih adalah Kepala Seksi Bahasa dan Sastra.
Dalam paparannya Amrih menyajikan materi bagaimana memajukan aksara Nusantara melalui ꧌ꦠꦺꦏ꧀ꦤꦺꦴꦭꦺꦴꦒꦶ꧍ tehnologi agar bisa dikenal dunia. Selama ini secara praktis bangsa Indonesia memiliki beragam aksara. Tetapi, contohnya keberadan aksara Jawa, belum masuk pada standard ISO 3166 dan ISO 639.
꧌ꦠꦺꦏ꧀ꦤꦺꦴꦭꦺꦴꦒꦶ꧍ Tekhnologi yang ia maksudkan adalah teknologi komunikasi yang sudah menjadi bagian dari kehidupan millenial. Melalui tekhnologi yang sudah lekat dengan generasi muda sekarang inilah Amrih bersama sesama pegiat literasi lainnya di ꧌ꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ꧍ Yogyakarta berusaha mengusung aksara nusantata ke tangga dunia sehingga aksara nusantata sejarajar dengan aksara dunia.
Jika tidak dilakukan upaya upaya ꧌ꦥꦿꦺꦱꦺꦂꦥ꦳ꦱꦶ꧍ preservasi, revitalisasi dan promosi, maka cepat atau lambat aksara aksara ini akan hilang dari peta aksara dunia. Bangsa ini memiliki banyak aksara, yang salah satunya, adalah aksara pegon atau dikenal dengan nama aksara Jawi.
Ironisnya bukan ꧌ꦇꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦾ꧍ Indonesia yang mengajukan ke tingkat dunia. Justru yang mengajukan Aksara Pegon adalah Malaysia. Malaysia mengajukan Aksara Jawi. Fakta ini akan mengulang pengakuan Reog oleh Malaysia. Akan terulangkah peristiwa ini?
Karenanya Amrih berupaya melestarikan masa sebagai bagian dalam membangun masa depan.
“Kita jangan terjebak pada masa lalu. Kalau kita sudah tau masa lalu, lantas apa selanjutnya? “, tanya Amrih.
Penyaji lainnya dalam sarasehan itu adalah ꧌ꦇꦠꦯꦸꦫꦗꦪ꧍Ita Surojoyo, yang membedah karya literasinya yang berjudul “ ꧌ꦠꦶꦠꦶꦠꦶꦏꦸꦱ꧀ꦲꦩ꧀ꦧꦼꦒ꧀ꦮꦼꦭꦱ꧀ꦲꦱꦶꦃ꧍”Titi Tikus Ambeg Welas Asih” yang ditulis alam aksara Jawa dan diterjemahkan dalam Bahasa Jawa. Titi Tikus ini adalah cerita anak Nusantara yang mengandung dua hal penting bagi anak anak.
Pertama, bikin ini mengandung nilai moral dan karakter yang terkandung dalam 18 Nilai Karakter Pendidikan di Indonesia. Yaitu ꧌ꦱꦸꦏꦩꦼꦤꦺꦴꦭꦺꦴꦁ꧍ suka menolong dan kesetiakawanan. Diceritakan dalam kisah fable itu ada seekor tikus yang suka membantu rekan sesama binatang.
Kedua, adanya upaya pelestarian aksara Jawa melalui penggunaan aksara Jawa, khususnya melalui penulisan buku. Dalam buku ini cerita fable ditulis dalam aksara Jawa dan diterjemahkan dalam bahasa Jawa. Yang menarik adalah ꧌ꦇꦠꦯꦸꦫꦗꦪ꧍ Ita Surojoyo bukan berasal dari latar belakang sarjana Sastra dan ꧌ꦧꦲꦱꦗꦮ꧍ Bahasa Jawa. Ia adalah lulusan dari jenjang pendidikan Sarjana dan Master Bahasa Inggris.
Kehadiran buku Titi Tikus ini untuk menjawab kekosongan literasi aksara dan Bahasa Jawa di rak rak toko buku dan kepustakaan. Ita berharap akan ada buku buku literasi beraksara Jawa dikemudian hari seiring dengan turunnya kebijakan Walikota Surabaya untuk penggunaan Aksara Jawa di lingkungan ꧌ꦥꦼꦩꦼꦫꦶꦤ꧀ꦠꦃꦏꦺꦴꦠꦯꦸꦫꦨꦪ꧍ Pemerintah Kota Surabaya. (nng/aksara oleh IS).