Keberadaan alun-alun dengan Kampung Kauman selalu berhubungan jika memotret dinamika daerah. Jika ada alun-alun, di sana pasti ada Kampung Kauman. Lihat saja Jogjakarta, Surakarta, Malang dan Pasuruan, di sana ada alun-alun dan Kampung Kauman. .
Lantas, bagaimana dengan Surabaya?
Di Surabaya ada Kampung Kauman. Namanya, Kemayoran Kauman, Kelurahan Kemayoran, Kecamatan Krembangan, Surabaya. Berarti di Surabaya pernah ada alun-alun.
Kampung Kauman dan alun-alun jadi satu paket dalam konsep penataan tata ruang tradisional Jawa yang menganut sifat makro kosmos. Kampung Kauman umumnya terletak di tengah kota, berdekatan dengan Masjid Agung dan Alun-Alun Keraton atau Alun-Alun Kabupaten. Sementara nama Kauman sendiri berasal dari bahasa Arab, yakni qaum (masyarakat).
Jika di Kemayoran Surabaya ada Kampung Kauman, berarti di sana ada alun-alun. Apa benar ada alun-alun di Kemayoran?
Berdasarkan berita koran Soerabaijasche Hendelsblad, 27 Juli 1882, disana dituliskan bahwa ada alun-alun Kabupaten “de aloen aloen voor de Regentwooning”. Keberadaan alun alun ini diperkuat dengan beberapa peta lama Surabaya yang menggambarkan keberadaan alun alun kabupaten, seperti yang tergambar pada peta tahun 1905, 1916 dan 1925.
Secara umum, terbentuknya kampung Kauman seiring dengan berdirinya masjid agung. Masjid Agung untuk kota Surabaya di kawasan kampung Kauman adalah Masjid Kemayoran.
Seperti pada tata ruang kota kuno (tradisional), bahwa umumnya posisi masjid berada di barat alun alun. Sementara keberadaan kampung Kauman berada di barat Masjid. Di timur alun alun ada kediaman bupati atau Kabupaten. Tata kota tradisional seperti ini memang pernah dimiliki Surabaya. Bahkan hingga sekarang, jejak tata ruang tradisional Surabaya ini bisa diamati. Lokasinya ada di kawasan Kemayoran.
Lantas, di manakah Alun-Alun Kabupaten Surabaya? Lapangan Alun-Alun Kabupaten itu adalah kawasan kompleks sekolahan di Jalan Kepanjen. Dulu adalah lapangan luas. Sekarang menjadi kawasan sekolah mulai SMA Ta’miriyah, SMPN 2 Surabaya, SD Katolik Santa Angela, Panti Asuhan Santa Yulia dan Pastoran Katolik & Provinsialat CM.
Berdasarkan peta Surabaya 1930 sampai 1940, sejumlah bangunan publik itu sudah mulai bercokol. Seiring dengan perkembangan jaman, lapangan Alun alun Kabupaten Surabaya semakin hilang dan beralih fungsi.
Jika di kawasan itu pernah ada alun alun Kabupaten, lantas dimanakah dan manakah gedung Kabupaten atau rumah bupati Surabaya? Jawabannya adalah gedung bergaya Indis (1848) yang pernah berdiri di atas lahan Kantor Pos Besar Surabaya yang dibangun 1928.
Menurut buku Asia Maior: Soerabaja 1900-1950 bahwa rumah bupati Surabaya dibangun pada 1848. Pada 1881 gedungnya digunakan sebagai sekolah Hogere Burger School (HBS) Soerabaia dimana Soekarno pernah bersekolah (1916-1921). Berikutnya digunakan sebagai kantor polisi pada 1923 karena HBS pindah ke gedung baru di Ketabang. Tahun 1928 gedung itu dibongkar untuk dibangun gedung Kantor Pos Besar Surabaya.
Karenanya jalan di depan Kantor Pos Besar ini bernama Kebon Rojo, yang dulunya bernama Regenstraat yang artinya Jalan Kabupaten.
Dari analisa toponimi dan flashback perkembangan kota di kawasan Krembangan, dapat diketahui bahwa disana terdapat tata ruang tradisional Jawa yang bersifat makro kosmos. Yaitu ada lapangan luas (alun-alun). Di barat alun alun ada Masjid (Kemayoran) dan di barat Masjid ada kampung Kauman (Kemayoran Kauman). Sementara di timur alun alun ada Kabupaten (sekarang menjadi Kantor Pos). Di selatan ada pasar, namanya Pasar Turi.
Yang menarik dari alun alun Kabupaten Surabaya ini adalah adanya sebuah gereja di sisi timur alun alun. Di barat alun alun ada masjid. Di timur alun alun ada gereja, bersebelahan dengan kabupaten.
Karena ada dua rumah ibadah di satu lapangan yang luas, maka sebuah jalan yang membujur utara-selatan bernama Templestraat, yang arti harfiahnya Jalan Rumah Ibadah. Rumah ibadah yang dimaksud adalah masjid dan gereja. Kini jalan itu menjadi Jalan Kepanjen.
Boyongan
Jika melihat sebuah prasasti tembaga beraksara Jawa di dalam masjid alun-alun kabupaten (kini masjid Kemayoran), disana terdapat angka tahun pembangunan masjid yang berproses mulai 1772-1776 S atau 1848-1852 M.
Menyimak angka tahun 1848 sebagai tanda dimulainya pembangunan masjid, ternyata angka tahun itu sama dengan angka tahun pembangunan rumah bupati (kabupaten) Surabaya pada 1848. Maka dapat diduga bahwa pembangunan tata ruang tradisional Surabaya ini terkonsep dengan matang, termasuk penyediaan kawasan bagi masyarakat (qoum) untuk bertempat tinggal. Selanjutnya bernama Kampung Kauman.
Boyongan konsep tata ruang tradisional ini tidak mengubah keberadaan Alun-Alun Surapringgo (Surabaya) yang pernah ada sebelumnya. Yaitu di kompleks Tugu Pahlawan.
Sebuah peta Surabaya tahun 1821 (Asia Maior: Soerabaja 1900-1950) menunjukkan bahwa di komplek Tugu Pahlawan sekarang, dulunya adalah alun alun Surabaya. Disana terilustrasikan ada masjid alun alun di barat lapangan. Di timur ada Regentwooning (rumah bupati) yang sekarang menjadi kantor gubernur Jawa Timur. Di selatan ada pasar, yaitu Pasar Besar.
Perpindahan komplek alun alun (kawasan Tugu Pahlawan sekarang) ke komplek alun alun baru (kawasan Kemayoran) karena ada pembangunan gedung pengadilan pemerintah Raad van Justitie Soerabaia. Melihat langgam arsitektur bangunan Raad van Justitie, diduga gedung ini dibangun pada pertengahan abad 19.
Ketika pembangunan alun alun baru di Kemayoran pada 1840-an, pemerintah Karesidenan Surabaya dan pemerintah Hindia Belanda bersama Bupati Surabaya tetap mempertahankan konsep tradisional makro kosmos: ada alun alun, masjid, kampung Kauman dan rumah bupati (kabupaten). Sementara di alun alun lama, nama Aloen Aloen Straat (Jalan Alun Alun) masih dipertahankan. Jalan Alun Alun menjadi Jalan Pahlawan.
Dalam perkembangan jaman, alun alun kabupaten di Kebon Rojo itu hilang. Di era moderen, muncul “alun alun” baru di kompleks Balai Pemuda, Simpang. “Alun alun” yang dinamakan Alun Alun Surabaya sempat diprotes karena dianggap tidak tepat dan menghilangkan nilai sejarah. (*)