Begandring.com: Surabaya (7/10/23) – Komunikasi antara pengelola bangunan cagar budaya di Kota Surabaya dan pemerintah Kota Surabaya terus dilakukan secara intensif dan berkala oleh ꧌ꦠꦶꦩ꧀ꦄꦃꦭꦶꦕꦒꦂꦧꦸꦝꦪ꧍Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya. Baru baru ini pertemuan itu digelar oleh Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) UNESA yang bekerjasama dengan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya di kantor Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disbudparpora) Kota Surabaya pada Sabtu, 30 September 2023.
Hadir dalam pertemuan itu adalah Dr. Ir. Retno Hastijanti sebagai Ketua TACB ꧌ꦏꦺꦴꦠꦯꦸꦫꦨꦪ꧍ Kota Surabaya dan Soemarno (anggota). Dr. Hasti, dalam paparannya, mengatakan bahwa pelestarian dan pengelolaan Cagar Budaya di Kota Surabaya itu didasarkan pada implementasi yang partisipatif sehingga peran pemilik bangunan maupun warga yang tinggal di bangunan/situs/kawasan Cagar Budaya, dalam hal ini, sangat besar.
“Karenanya, bila ada kekurangan informasi terkait pelestarian dan pengelolaan Cagar Budaya tersebut, jangan ragu, silahkan menghubungi disbudporapar, untuk mendapat penjelasan lebih detail. Dengan demikian, implementasi terhadap hal ini tidak berdasarkan opini opini masyarakat yang seringkali salah karena kurangnya informasi atau mendengar informasi yang tidak valid”, kata Hasti.
Keterlibatan para pengelola dalam pelestarian cagar budaya di ꧌ꦏꦺꦴꦠꦯꦸꦫꦨꦪ꧍ kota Surabaya adalah penting. Keterbukaan dan kerjasama adalah wujudnya. Tanpa peran serta para pengelola dalam pemanfaatan bangunan cacar budaya, maka BCB itu indah tapi tidak berarti.
BCB itu semakin berarti bila dapat dipetik manfaatnya. Sebagaimana tertuang dalam ꧌ꦈꦤ꧀ꦝꦁꦈꦤ꧀ꦝꦁꦕꦒꦂꦧꦸꦝꦪ꧍ Undang Undang Cagar Budaya nomor 11/2010 disebutkan bahwa pemanfaatan cagar budaya ditujukan bagi kepentingan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, agama, kebudayaan, dan/atau pariwisata.
꧌ꦏꦺꦴꦠꦯꦸꦫꦨꦪ꧍ Kota Surabaya, di bidang pariwisata, materi dan narasi yang dapat diandalkan bertumpu pada cerita sejarahnya. Tidak seperti di Bali atau Yogjakarta dimana atraksi seni budaya dan keindahan alamnya sudah bisa berbicara berjuta kata. Surabaya berbeda. Keunggulan Surabaya adalah cerita Sejarah dan cerita peradaban yang secara nyata tersimpan di balik gedung gedung peninggalan era kolonial.
Untuk menggali cerita cerita bangunan baik melalui ꧌ꦥꦼꦤ꧀ꦝꦼꦏꦠꦤ꧀ꦏꦼꦥꦸꦱ꧀ꦠꦏꦴꦤ꧀꧍ pendekatan kepustakaan, pendekatan empiris juga sangat penting karena dengan metoda ini para pengunjung bisa melibatkan panca indera mereka dalam menikmati eksotika kota Surabaya.
Jadi pelestarian cagar budaya itu harus dilakukan baik melalui꧌ꦫꦺꦤꦺꦴꦮ꦳ꦱꦶ꧍ renovasi fisik, juga melalui pendekatan edukasi pada masyarakatnya.
Penyuluhan Kepada Pengelola CB
Soemarno, anggota ꧌ꦠꦶꦩ꧀ꦄꦃꦭꦶꦕꦒꦂꦧꦸꦝꦪ꧍ Tim Ahli Cagar Budaya Kota Surabaya, tidak pernah berhenti berbagi informasi terkait dengan aturan aturan yang berlaku tentang cagar budaya. Soemarno mengingatkan para pengelola Cagar Budaya melalui paparannya yang bertajuk “Rambu Rambu Renovasi Bangunan Cagar Budaya di Kawasan Cagar Budaya”.
꧌ꦱꦸꦩꦂꦤ꧍ Soemarno, yang juga dosen Sejarah di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), melalui Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) UNESA, mengingatkan kepada sekitar 50 pengelola BCB se Surabaya bahwa dalam merenovasi gedung gedung Cagar Budaya harus memperhatikan aturan aturan yang berlaku. Menurutnya ada hal hal yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan ketika merenovasi.
Misalnya yang tidak diperbolehkan di antaranya adalah merubah ꧌ꦱ꧀ꦠꦿꦸꦏ꧀ꦠꦸꦂꦏꦼꦄꦱ꧀ꦭꦶꦪꦤ꧀꧍ struktur keaslian terutama yang bagian inti, lalu merubah letak dan membongkar atau memusnahkan benda atau bangunan.
Sementara yang diperbolehkan, diantaranya adalah mengganti bahan yang lapuk sesuai aslinya, memugar sesuai aslinya jika sudah tidak bisa dan mengalihfungsikan atau mewariskan.
Soemarno juga menjelaskan bahwa TACB memberi rekomendasi terkait dengan Bangunan Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya menyangkut keberadaan bangunan cagar budaya dan benda cagar budaya yang harus dipertahankan.
Sementara itu secara umum peran pengelola cagar budaya ini adalah bagian dari kekuatan publik atau masyarakat sipil (civil society power). Karenanya keterbukaan dan kolaborasi antar pengelola cagar budaya, pemerintah serta ꧌ꦏꦺꦴꦩꦸꦤꦶꦠꦱ꧀ꦥꦼꦒꦶꦪꦠ꧀ꦱꦼꦗꦫꦃ꧍ komunitas Pegiat Sejarah dan media adalah strategis dalam upaya bersama pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya.
Dengan ꧌ꦏꦺꦴꦭꦧꦺꦴꦫꦱꦶ꧍ kolaborasi yang maksimal, misal hingga pelibatan lima unsur seperti pemerintah, swasta, komunitas, media dan akademisi yang dinamakan kolaborasi pentahelix maka potensi cagar budaya akan bisa termanfaatkan sebagaimana diamanahkan oleh Undang Undang 11/2010. (nng).