THR Harus Jadi Laboratorium, Rumah Produksi dan Etalase Seni dan Budaya

Lahan Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya, yang hampir lima tahun mangkrak, layak menjadi wahana dan etalase Pemajuan Kebudayaan jika direvitalisasi dan dimanfaatkan di kemudian hari.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi beberapa hari lalu, menyatakan bahwa Pemerintah Kota Surabaya akan menghidupkan kembali Taman Hiburan Rakyat yang legendaris itu.

Pernyataan wali kota Surabaya ini mendapat respons positif dari berbagai pihak. Salah satunya, Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thony, yang juga telah didapuk oleh kalangan jurnalis sebagai tokoh penggerak Kebudayaan Kota Surabaya.

“Pak wali kota telah memiliki political will untuk menghidupkan kembali THR dan menurut saya gagasan itu perlu didukung karena kita memang sedang membutuhkan wadah berkesenian dan berkebudayaan, yang wadah itu sekaligus sebagai sarana dalam upaya pemajuan kebudayaan sebagaimana diamanahkan dalam undang undang nomor 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan,” jelas Thony ketika mengunjung lahan bekas THR di Jalan Kusuma Bangsa, Surabaya, Jumat (3/2/2023).

Lahan bekas THR, yang luasnya sekitar 3,5 hektar, telah ditumbuhi belukar dan tanaman liar sehingga lahan ini terlihat seperti belantara kota. Sementara lahan Taman Remaja Surabaya (TRS) luasnya hampir 1,7 hektar. Lahan ini di luar lahan Hi-Tech Mall yang luasnya hampir 3,2 hektar. Sehingga total luas lahan kawasan THR, TRS dan Hi-Tech Mall mencapai 8,4 hektare.

Menurut AH Thony ketika walikota menyatakan keinginan untuk menghidupkan kembali THR, namun terkendala dengan besarnya beaya pada pasca pandemi covid 19, hal itu dapat dimengerti dan karenanya ada beberapa pihak yang dengan tulus menawarkan dukungan untuk membantu, maka itulah yang dinamakan gotong royong.

“Biasanya berbagai pihak itu menawarkan proposal untuk minta bantuan kepada walikota. Namun ini berbeda, begitu wali kota melontarkan gagasan. Di sana ada pihak pihak yang justru menawarkan bantuan. Ini yang namanya iklim gotong royong, urunan untuk mewujudkan gagasan wali kota,” jelas Thony.

Baca Juga  Jejak Sejarah Loge De Vriendschap di Surabaya
THR Harus Jadi Laboratorium, Rumah Produksi dan Etalase Seni dan Budaya
Lahan eks THR yang ditumbuhi semak beluikar. foto: begandring

Tidak hanya dari kalangan pengusaha yang turut berpartisipasi, kalangan seniman, budayawan, dan pegiat sejarah ikut beraksi menyambut gagasan wali kota.

Meimura, seniman ludruk, mengatakan bahwa anak didik dan binaannya siap mengisi dan meramaikan THR sebagai wadah aktualisasi seni yang sekaligus wadah membangkitkan sumber-sumber ekonomi bagi kalangan seniman, budayawan, dan perajin.

“Sarana berkesenian dan berkebudayaan ini penting bagi kami. Tidak hanya panggung hiburan untuk kesenian ludruk, tapi panggung panggung lainnya seperti ketoprak, wayang orang dan Srimulat juga dibutuhkan. Ya seperti dulu lah,” ujar Meimura, yang pernah berkiprah seni-budaya di THR sebelum panggung hiburan ini mulai dikosongkan dan dibongkar.

Karenanya, AH Thony mengajak semua stakeholders yang ada agar bisa berfokus kepada amanat Undang-Undang Nomor 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, maka semua akan bersatu bergotong royong menyulap lahan mangkrak ini menjadi tempat untuk memajukan kebudayaan, yang ujung ujungnya adalah peningkatan perekonomian masyarakat selain memperkuat jati diri bangsa.

Dalam UU Pemajuan Kebudayaan, ada 10 objek pemajuan. Di THR inilah diharapkan akan menjadi pusat pemajuan, yang tidak hanya berupa panggung panggung pertunjukan budaya dan hiburan, tetapi juga ada pusat kajian kebudayaan serta produk produk kebudayaan baik yang bersifat bendawi (tangible) maupun tak bendawi (intangible).

“Jadi, pengunjung tidak hanya datang untuk menonton, tapi mereka juga datang untuk belajar. Kawasan THR harus mempu menunjukkan apa saja 10 obyek pemajuan kebudayaan itu. Ini penting karena budaya adalah ruh suatu bangsa,” tambah Thony.

Melalui wahana THR, diharapkan nantinya juga bisa berfungsi sebagai mesin yang bisa menggerakkan organ organ kota dalam upaya inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, dan penyelamatan 10 obyek kebudayaan.

Ada pun 10 obyek pemajuan kebudayaan itu adalah Tradisi Lisan, Manuskrip, Adat Istiadat, Ritus Pengetahuan Tradisional, Teknologi Tradisional, Seni, Bahasa, Permainan Rakyat dan Olahraga Tradisional.

Baca Juga  Tengoklah Made, Kelurahan yang Berkearifan Lokal

Sebagai wahana edukasi, masyarakat perlu diajak belajar sambil berwisata dan bermain, yang ujungnya adalah bisa membuat mereka mengenal 10 objek kebudayaan.

Ada peribahasa yang mengatakan “tak kenal maka tak sayang”. Karenanya, THR bisa berperan sebagai wahana edukasi yang bisa memperkenalkan kepada publik mengenai objek-objek kebudayaan baik yang bersifat tangible dan intangible.

Nanang Purwono, pegiat sejarah dan budaya Surabaya dari Perkumpulan Begandring Soerabaia, yang Jumat siang 3 Februari 2023 membersamai AH. Thony dan Meimura mengatakan bahwa dirinya sangat mendukung wali kota Surabaya yang bermaksud menghidupkan kembali THR sebagai tempat hiburan rakyat yang merakyat.

“THR juga harus bisa dijadikan sebagai tempat belajar tentang kota Surabaya, baik untuk warga kota sendiri maupun untuk wisatawan luar kota dan bahkan luar negeri dengan harga yang terjangkau. THR bagaikan lembar daftar isi dari sebuah buku tentang kota Surabaya atau THR dijadikan sebagai “Taman Mini Surabaya,” tutur Nanang.

Menurutnya siapapun yang akan berwisata ke Surabaya, spot pertama yang wajib dikunjungi adalah THR. Setelah mendapat gambaran secara umum tentang Surabaya, maka berdasarkan petunjuk dari THR, wisatawan bisa melanjutkan kegiatan wisatanya dengan mengunjungi tempat tempat aslinya.

“Karenanya, selain malam hari, THR harus buka di siang hari”, tegas Nanang, Ketua Begandring Soerabaia.

Dengan luas lahan sekitar 3,5 hektar, akan labih variatif wahana wahana yang bisa dirancang untuk THR Surabaya masa depan. Thony sebelumnya juga pernah menyarankan terkait model wahana yang akan ada di THR. Yaitu hendaknya wahana wahana yang akan ada agar tidak sama dengan yang sudah ada di tempat tempat lain.

“THR Surabaya harus tampil beda. Sebetulnya koridornya sudah ada dan jelas untuk menciptakan konsep THR masa depan. Yaitu 10 obyek pemajuan kebudayaan. Jadi THR akan menjadi laboratorium hidup dari upaya pelestarian dan pemajuan kebudayaan”, tegas Thony.

Baca Juga  Garap Film Asal-usul Kota Surabaya

Karenanya, THR tidak sekedar menjadi etalase seni budaya, tetapi lebih dari itu THR adalah sebagai laboratorium dan rumah produksi (production house) seni dan budaya Surabaya. (tim)

 

 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *