Peneleh Makin Menggoda Wisatawan Asing

Semakin hari Peneleh semakin sering dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Meningkatnya jumlah kunjungan ini tidak lepas dari aktivitas komunitas pegiat sejarah di lingkungan Peneleh, kurun waktu terakhir.

Mereka selama ini memviralkan potensi lokal yang selama itu pula dianggap biasa biasa saja. Padahal potensi lokal itu menyimpan nilai- nilai yang luar biasa yang bersifat universal mulai dari nilai sejarah, budaya, peradaban manusia, hingga seni dan arsitektur.

Selain datang secara mandiri, mereka juga datang secara berkelompok dalam kegiatan jalan-jalan sejarah yang menyusuri kampung kampung di mana terdapat tempat tempat bersejarah.

Ada rumah kelahiran Soekarno, rumah HOS Tjokroaminoto, Sumur Jobong, Langgar Duwur, Makam Eropa Peneleh, Masjid Jami Peneleh dan rumah-rumah yang berarsitektur lintas zaman.

Belum lagi kedatangan wisatawan mancanegara yang dibawa oleh Biro Perjalanan Wisata (BPW). Kedatangan semua wisatawan ini juga tidak terlepas dari semakin terbangunnya narasi dari setiap objek wisata baik itu tentang sejarah, budaya, peradaban, seni dan arsitektur.

Narasi itu sangat penting karena bisa membantu menjelaskan cerita dari obyek obyek dengan menyajikan serangkaian peristiwa yang pernah terjadi dan yang sedang terjadi. Narasi disusun berdasarkan kronologi dan logika.

Karena merupakan sejarah, maka narasinya didasarkan pada fakta yang benar-benar terjadi di masa lalu. Sumber sumber sejarah sebagai kutipan sangatlah penting. Apalagi kalau di sekitar objek sejarah masih ditemukan bukti dan fakta pendukung.

Di kawasan Peneleh, tidak hanya tersaji berdasarkan cerita cerita belaka yang bersifat turun temurun, tetapi di sana terhampar fakta fakta dan bukti bukti sejarah. Ada yang berbentuk benda seperti sumur kuno Jobong.

Ada juga berupa bangunan seperti rumah lahir Bung Karno dan rumah HOS Tjokroaminoto. Masih banyak lagi fakta-fakta sejarah yang tersebar di lingkungan Peneleh.

Dunia pariwisata, seperti wisata sejarah dan budaya, tentu tidak lepas dari narasi terkait sehingga narasi yang baik ini dapat menghidupkan peninggalan fisik yang mati.

Maka, adalah peran banyak pihak untuk bisa menarasikan objek-objek yang ada berdasarkan sumber-sumber sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan, khususnya yang ada di Peneleh, sehingga Peneleh yang menyimpan banyak peninggalan bersejarah itu dapat memberikan informasi yang baik dan benar kepada pengunjung.

Apalagi, pembenahan lingkungan juga mengiringi. Maka siapa pun pengunjung akan merasakan kenyamanan dalam berwisata sambil mengikuti narasi, baik yang disampaikan oleh pemandu wisata maupun yang tersaji lewat media media informasi yang tersedia.

Baca Juga  Railfans Begandring Serahkan Koleksi Langka berusia 100 tahun ke Stasiun Surabaya Pasar Turi

Tidaklah heran bahwa selama dua tahun terakhir ini, banyak wisatawan berdatangan ke Peneleh. Selain karena narasi yang mulai terbangun, komponen penting lainnya yang harus turut menyertainya adalah atraksi, amenitas, dan aksesibilitas.

Atraksi bisa jadi daya tarik atau keunikan atau keunggulan di masing-masing tempat yang bisa dipersembahkan. Sedangkan untuk amenitas adalah soal fasilitas pendukung di daerah atau objek wisata. Berikutnya adalah aksesibilitas yang artinya kemudahan dan ketersediaan perjalanan menuju Peneleh.

Di Peneleh ketiga komponen itu perlu diperhatikan untuk semakin meningkatkan kunjungan wisata atau dalam upaya pengembangan Peneleh yang berbasis wisata sejarah dan UMKM.

Peneleh Makin Menggoda Wisatawan Asing
Ted Braakman dan Ton van der Pijl di makam Peneleh. foto: indo club surabaya.

 

Budayawan dan Peneliti 

Dari pengamatan media ini, di antara para pengunjung yang ke Peneleh adalah warga asing. Mereka adalah wisatawan umum, mahasiswa, budayawan, penulis hingga peneliti. Dari mereka, ada yang baru tahu Peneleh dan ada pula yang sudah mengenal Peneleh sebelumnya.

Salah satunya Ted Braakman yang baru-baru ini datang bersama rekannya, Ton van der Pijl. Mereka asal Negeri Kincir Angin, Belanda.

Kedatangan mereka ke Surabaya ini disambut oleh Indo Club Surabaya, sebuah perkumpulan warga keturunan Belanda di Surabaya. Mereka yang menyambut tamu tamu dari Belanda ini adalah Edy Samson (ketua) dan Jan Ferdinandus.

Terkait dengan kedatangan rekan rekannya dari Belanda itu, media ini bertamu ke kediaman Jan Ferdinandus di Dinoyo Tangsi, Surabaya pada Selasa, 25 April 2023.

Menurut Jan, Ted Braakman sudah beberapa kali berkunjung ke Surabaya dan utamanya ke Makam Eropa Peneleh. Ia menambahkan, Ted Braakman juga dalam rangka mencari leluhurnya dari keluarga Aspelling.

Dari beberapa kali kedatangannya di Makam Eropa Peneleh, Ted melihat sudah ada banyak perubahan fisik. Sekarang terlihat lebih rapi dan terang dibandingkan dengan sebelumnya.

Ted memuji atas perbaikan yang dilakukan oleh pengelola Makam Eropa Peneleh, yang dibuka pada 1 Desember 1847 itu.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ted van der Pijl yang melihat hamparan makam kuno yang relatif masih utuh. Ia juga sempat menyayangkan banyaknya makam yang berlubang.

Menurut Jan Ferdinandus bahwa makam makam di Makam Eropa Peneleh ini pada suatu periode tertentu sempat sangat tidak terurus dan lahannya penuh semak ilalang.

Karenanya, kesempatan itu dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mencari harta benda, yang kabarnya disertakan ke liang kubur ketika pemakaman.

Selain harta benda, benda berharga lainnya adalah batu batu nisan yang terbuat dari batu pualam yang indah indah, termasuk patung patung malaikat yang menghiasi kuburan. Patung patung indah itu tinggal beberapa saja dan kondisinya sudah tidak utuh. Ada bagian bagian dari patung yang hilang dan rusak.

Baca Juga  Riset Tipologi Pemakaman Eropa Peneleh Untuk Acuan Revitalisasi

Tidak ketinggalan, banyak pula pagar pagar besi indah sudah hilang. Ada yang digergaji dan kondisi ini terlihat pada beberapa makam yang pernah berpagar besi.

Tapi, ada juga makam makam yang relatif masih utuh. Keutuhan itu tampak pada pagar, nisan dan bangunan makamnya. Keutuhan itu dikarenakan oleh bahan yang terbuat dari besi.

Misalnya ada konstruksi makam dari Gubernur Jendral Pieter Merkus, P.J.B. de Perez dan satu makam yang terbuat dari pilar pilar besar dan kanopi yang bergaya Romawi. Sayang makam itu sudah hilang nisannya sehingga tidak diketahui makamnya siapa.

Ted Braakman dan Ton van der Pijl, yang ditemani Jan Ferdinandus dan Edy Samson, berkeliling melihat kondisi makam yang masih bisa diperbaiki dan ditata sehingga menjadi tempat kunjungan wisata di kota Surabaya.

Menurut Jan, makam Eropa Peneleh yang didukung oleh kawasan bersejarah Peneleh akan bisa menjadi tempat tujuan wisata sejarah kota Surabaya. Makam Eropa Peneleh bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan asing, utamanya dari Belanda karena Belanda dan Indonesia, khususnya kota Surabaya, memiliki sejarah bersama.

Beberapa contoh makam yang memiliki sejarah bersama adalah makam Residen Surabaya Daniel Franscois Willem Petermaat. Ia dikenal sebagai seorang pejabat pemerintah yang membangun Masjid Kemayoran bersama Gubernur Jendral Pieter Merkus yang makamnya juga ada di Peneleh dan Bupati Surabaya, Raden Tumenggung Kromojoyodirono.

Makam lainnya adalah makam Herman van de Tuuk. Herman Van der Tuuk dikenal sebagai peletak dasar Bahasa Melayu yang kemudian sekarang menjadi Bahasa Indonesia. Van der Tuuk juga meneliti bahasa bahasa daerah seperti Jawa, Bali dan Sunda lalu membuat kamus bahasa.

Van der Tuk juga dikenal sebagai guru Raden Soekeni Sosrodiharjo yang tidak lain adalah bapaknya Presiden Pertama Indonesia, Soekarno ketika Raden Soekeni masih di Bali.

Masih banyak contoh lainnya dari orang orang yang dikuburkan di Peneleh, di mana mereka punya peran di Hindia Belanda, khususnya di Surabaya yang karya karyanya masih dapat dinikmati hingga sekarang. Yaitu Masjid Kemayoran Surabaya dan bahasa Indonesia.

Menurut Jan, sekembalinya mereka di negeri Belanda, Ton van der Pijl akan mengabarkan apa yang ia lihat di Surabaya, makam Peneleh, ke rekan sejawat di Erasmus University Rotterdam agar ada upaya bersama dalam pelestarian Makam Belanda Peneleh di Surabaya.

Baca Juga  Masih Adakah Nasionalisme dalam Sepakbola Kita?

Menurutnya Makam Eropa Peneleh akan bisa menjadi tempat tujuan wisata dan sekaligus bisa menjadi tempat penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan serta kebudayaan. Karenanya perlu ada upaya bersama lintas negara untuk merevitalisasi peninggalan sejarah bersama ini.

Peneleh Makin Menggoda Wisatawan Asing
Kunjungan mahasiswa Australia ke Makam Peneleh. foto: begandring

 

Penelitian Akademik

Upaya bersama sebagaimana diatas sebetulnya sudah diinisiasi oleh pihak pihak pemerhati yang peduli dengan aset penting di kota Surabaya. Mereka adalah Perkumpulan Begandring Soerabaia, Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Surabaya dan mitra pemerhati dan praktisi sejarah dan kebudayaan di Belanda, TiMe Amsterdam.

Bahwa dalam waktu dekat ada sekitar 75 mahasiswa arsitektur dari Untag Surabaya yang melakukan penelitian di kawasan Kampung Peneleh dan Pandean, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya.

Kegiatan penelitian oleh mahasiswa arsitektur Untag selain akan fokus ke beberapa makam di Makam Eropa Peneleh, kegiatan mereka juga akan melihat kampung kampung dengan keragaman yang ada mulai dari arsitektur hingga sosial budaya.

Menurut Retno Hastijanti, dosen arsitektur Untag yang juga sebagai Head of Center for Climate and Urban Resilience dan Head of Housing, Urban Design and Landscape Lab. of Architecture Department, Untag Surabaya.

Dalam kegiatan penelitian itu, menurut Hasti, akan menjadi bagian dari kontribusi akademik terhadap upaya pengembangan Peneleh yang berbasis warisan budaya (heritage).

Sementara menurut Max Meijer dari TiMe Amsterdam bahwa pelibatan kalangan akademik, arsitek dan generasi muda sangatlah bagus karena mereka adalah insan insan yang nantinya bisa menjaga warisan budaya di masa depan.

“It sounds great! Always good to involve academics and architects! And especially from younger generations. They are the future keepers of the heritage. And might have new perspectives,” jelas Max Meijer.

Max Meijer di TiMe Amsterdam, fokus pada pemberian layanan bimbingan, konseling, konsep dan pengembangan produk-produk terkait dengan sejarah dan budaya serta heritage. Selain bekerja untuk lembaga lembaga heritage swasta, ia juga bermitra dengan pemerintah Kerajaan Belanda,

Cintohnya, Max aktif bekerja paro waktu di Museum Nasional Etnologi, Leiden (sebagai anggota dewan pengawas), Institut Seni Media Belanda (sebagai presiden dewan pengawas), Komite Nasional ICOM Belanda (sekretaris), serta Comité International des Musées D’Art Moderne, CIMAM (sekretaris eksekutif). (nanang purwono)

 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *