Begandring.com – Heritage menjadi kepedulian bersama mulai dari skala lokal, nasional hingga internasional. Di Indonesia, kehadirannya dilindungi oleh undang undang RI no 11/2010 tentang Cagar Budaya. Hal ini disadari karena banyaknya peninggalan cagar budaya mulai dari yang berbentuk benda, struktur, bangunan dan kawasan di berbagai daerah di Indonesia.
Di Surabaya, telah ada peraturan daerah (perda) sebagai turunan UU 11/2010 yang mengatur tentang cagar budaya karena banyaknya cagar budaya yang tersebar di berbagai tempat. Cagar budaya menjadi penting, yang salah satu alasannya adalah karena cagar budaya menjadi identitas suatu daerah dan bangsa.
Namun ada yang ironis. Di satu sisi, Surabaya kaya akan cagar budaya. Tetapi di sisi yang lain masih terlalu sedikit orang dan pihak yang paham akan cagar budaya. Akibatnya, cagar budaya di Surabaya bisa dibilang tengah menghadapi bahaya. Apalagi pembangunan perkotaan di Surabaya tengah gencar gencarnya.
Hadirnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan cagar budaya adalah jawaban. Secara kuantitas kehadiran kesadaran masyarakat tentang cagar budaya masih kecil (sedikit) dibandingkan dengan banyaknya cagar budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Karenanya butuh peningkatan kesadaran publik secara kualitas tentang cagar budaya untuk mengimbangi dan menghadapi datangnya potensi ancaman terhadap cagar budaya. Ancaman ini diantaranya adalah ketidak pahaman publik tentang apa itu cagar budaya, bagaimana bentuk cagar budaya, apa pentingnya cagar budaya dan apa manfaat dari cagar budaya.
Selama ini belum ada lembaga pendidikan yang memberikan ilmu cagar budaya. Kalau toh ada, sifatnya masih terbatas. Yaitu ada di tingkat Perguruan tinggi tertentu saja. Menurut sejarawan Prof. Purnawan Basundoro, heritage sudah menjadi mata kuliah yang diajarkan di program studi Ilmu Sejarah di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga.
Heritage hanya ada di kalangan akademik tertentu. Padahal cagar budaya ada dan tersebar di tengah tengah masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat. Maka, selayaknya masyarakat harus tau dan mengenal cagar budaya dan sekaligus mengerti apa yang harus dilakukan terhadap cagar budaya yang ada di lingkungannya.
Karenanya perlu ada upaya edukasi kepada mereka secara terstruktur dan teratur. Komunitas sejarah Begandring Soerabaia memandang perlu dan penting akan adanya lembaga yang bisa memberikan ilmu heritage kepada publik agar ada kesadaran publik yang kolektif terhadap pentingnya preservasi cagar budaya dan nilai nilai cagar budaya.
Sekolah Heritage (School of Heritage)
Selama ini, di Surabaya sudah ada kegiatan kegiatan (aktivisme) kecagarbudayaan praktis yang dilakukan oleh kelompok kelompok pegiat dan pemerhati sejarah dan cagar budaya di tengah tengah masyarakat. Sifatnya empiris berupa aktivisme.
Kegiatan ini dianggap efektif karena secara praktis membantu memperkenalkan cagar budaya kepada publik. Bahkan kegiatan kegiatan, yang dilakukan oleh komunitas Begandring Soerabaia, menjadi perhatian kalangan akademisi sehingga menjadi obyek penelitian, utamanya mengenai peranan komunitas dalam memperkenalkan sejarah dan cagar budaya.
Tapi kegiatan praktis ini belum diimbangi oleh kegiatan yang bersifat teoristik yang dapat memberikan background of knowledge, utamanya kepada masyarakat umum. Bukan mahasiswa yang memang sudah mengambil program program studi terkait dengan heritage.
Berangkat dari persoalan inilah muncul gagasan perlunya wadah yang terlembaga yang bisa memberikan teori teori tentang heritage. Sebagai komparasi, di India, lembaga yang khusus menyajikan ilmu tentang heritage sudah ada. Namanya SRHM (School of Heritage Research and Management). Sekolah ini khusus menawarkan program Post Graduate dengan masa pendidikan 2 tahun.
Hal serupa juga digelar oleh Erasmus University Rotterdam (EUR) di Rotterdam yang menawarkan program Urban Heritage Strategies Short Course setingkat pasca sarjana. Program ini ditujukan kepada para profesional yang berkecimpung di bidang heritage.
Sementara gagasan Sekolah Heritage (School of Heritage) Surabaya, yang muncul dalam benak Begandring Soerabaia, adalah bersifat praktis dengan tujuan menciptakan kesadaran masyarakat yang berbasis informasi warisan pusaka (heritage), upaya upaya pelestarian dan pengelolaannya.
Berangkat dari motto “Collectively it is the past that we responsibly do today to safeguard for the future”, (secara kolektif, masa lalu adalah tanggung jawab yang kita lakukan hari ini demi menjaga masa depan). maka hadirlah tujuan bahwa “The School of Heritage is devoted to the study of Heritage, Conservation and Preservation of the Heritage.” (School of Heritage dikhususkan untuk studi Heritage, Konservasi dan Pelestarian Heritage).
Gagasan ini mendapat tanggapan positif dari berbagai pihak. Diantaranya adalah Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair, Prof. Purnawan Basundoro dan Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, A. Hermas Thony.
Selain itu, dari luar negeri adalah Monique Soesman (Dutch Indiesch Doof, Amsterdam), Petra Timmer (TiMe Amsterdam), Jean-Paul Corten (International Heritage Cooperation and The Netherlands Cultural Heritage Agency) dan Max Meijer (konsultan Heritage dan Museum, TiMe Amsterdam).
“I think it is a good Idea, maybe you could start with a summer school to find out if it works out well… We are most willing to discuss this further. I think, it is important to get support from some partners in Surabaya, East Java and perhaps the Netherlands as well”, kata Max Meijer.
(Saya kira ini ide bagus. Mungkin bisa diawali dengan kelas musim panas untuk melihat apakah bisa jalan dengan baik. Ini penting kiranya dapat dukungan kerjasama dari pemerintah kota Surabaya, Jawa Timur dan bahkan dari pemerintah Belanda).
Max adalah orang yang tidak asing dengan kegiatan heritage di Indonesia.
“During my own lectures in R.I., I often came across heritage staff and others who were interested in concepts of heritage form Europe as input to development of a real Indonesian heritage concept, including both tangible and intangible heritage, build environment, monuments, sites and museums”, terang Max.
(“Selama memberi kuliah di Indonesia, saya sering bertemu staf pusaka dan lainnya yang tertarik dengan konsep pusaka dari Eropa sebagai masukan untuk pengembangan konsep pusaka (heritage) Indonesia, termasuk pusaka bendawi dan tak bendawi, lingkungan bangunan, monumen, situs, dan museum”), terang Max.
Sementara Jean-Paul Corten juga sering datang ke Indonesia sebagai perwakilan pemerintah Kerajaan Belanda melalui The Netherlands Cultural Heritage Agency,
Ministry of Education, Culture and Science dalam mendukung Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum.
Dr. Retno Hastijanti, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya mengatakan bahwa Jean-Paul Corten pernah datang ke Surabaya pada 2016 dalam rangka berkolaborasi dengan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya untuk rencana upaya pelestarian Makam Eropa Peneleh.
“Semoga jika ada kolaborasi dengannya, bisa ada fasilitasi kerjasama untuk pengelolaan BCB”, tambah Hasti.
Kehadiran sebuah lembaga edukasi Heritage ini diperlukan karena Surabaya kaya akan peninggalan dan nilai nilai heritage. Dengan adanya lembaga pendidikan, meski bersifat informal, ini dapat membantu masyarakat dan stakeholder menjawab tantangan dan peluang heritage bagi kota Surabaya sekarang dan mendatang. (nng)