Surabaya Rumah Multikulturalisme

Begandring.com: Surabaya (20/8/23) – Selama ini yang terdengar dalam mengawali sambutan sambutan (resmi) di Indonesia adalah salam nusantara yang diucapkan mewakili berbagai agama dan aliran kepercayaan.

Salam itu berbunyi “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat pagi/siang/sore/malam, salam sejahtera, salom/ om Swastiastu/ namo budaya/ salam kebajikan/ rahayu-rahayu-rahayu”. Ini menjadi salam terpanjang di dunia. Ini menjadi salam yang penuh toleransi. Ini menjadi salam keberagaman yang menjadi identitas bangsa Indonesia.

Bangsa lain pun kagum mendengarkan salam nusantara ini. Dalam sebuah kegiatan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga beberapa bulan lalu, salam Nusantara ini diucapkan di hadapan peserta seminar yang berasal dari negara Vietnam. Mereka kagum dan sekaligus belajar tentang keberagaman di Indonesia. “Indonesia is unity in diversity“, kata dosen pendamping dari Vietnam.

Keberagaman bangsa ini juga dipersembahkan dalam panggung Gita Puja Bangsa, yang diselenggarakan oleh Yayasan Pondok Kasih di Surabaya Town Square (Sutos) pada Sabtu malam, 19 Agustus 1945. Gelaran budaya Nusantara, yang bertema “Reaktualisasi Pancasila Sebagai Perajut Kebhinekaan Bangsa” ini dalam rangka memperingati dan memaknai HUT Republik Indonesia ke 78.

Pergelaran Gita Puja Bangsa dalam rangka HUT RI ke 78 di Sutos. Foto: nng/Begandring.

Mengawali gelaran Nusantara, setelah menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, adalah doa doa. Doa doa ini langsung dipimpin oleh masing masing pemuka agama dan aliran kepercayaan yang ada di Surabaya, Jawa Timur. Pembacaan doa oleh masing masing pemuka agama, doa Lintas Agama, dilakukan secara estafet dan ini menjadi aktualisasi salam Nusantara yang selama ini sudah biasa diucapkan dalam mengawali sambutan sambutan.

Mereka, para pemuka agama ini, mewakili Kristiani, Hindu, Islam, Katolik, Aliran Kepercayaan, Kohungcu dan Buddha. Menurut agama dan kepercayaan masing masing, doa doa itu berkumandang dalam perbedaan intonasi dan ritmis yang sakral dan magis.

Baca Juga  Merekam Perkembangan Morfologi Kota Surabaya dalam Sinema
Doa Lintas Agama mengawali Gita Puja Bangsa. Menyejukkan dalam perbedaan. Foto: nng/Begandring.

Perpaduan doa doa ini menjadi aktualisasi salam Nusantara. Indah, menyejukkan, menentramkan, sakral dan magis. Doa doa itu berkumandang di antara hadirin yang berbeda-beda etnis, agama dan kepercayaan. Pergelaran Gita Puja Bangsa menjelma sebagai miniatur Nusantara.

Hadir dalam acara ini adalah perwakilan negara sahabat yang berkantor di Surabaya. Diantaranya adalah dari kantor Konsulat Jendral Amerika Serikat dan Australia. Lainnya adalah komunitas kebudayaan dan masyarakat umum.

Sementara, para penampil, pengisi acara juga berasal dari etnis yang berbeda. Dalam perbedaan itu, mereka bisa berkolaborasi indah bagai alunan merdu yang ritmis dari alat musik harpa yang mengisi acara itu. Enak ditonton, enak didengar dan menyejukkan hati dalam bingkai yang penuh damai.

Salah satu penampilan seni budaya Jawa Timur. Foto: nng/Begandring.

Menurut Dr. Hudiyono, M.Si., Kepala Dinas Pariwisata Jawa Timur, mewakili Gubernur Jawa Timur, panggung Gita Puja Bangsa ini menjadi jendela keberagaman potensi budaya di Jawa Timur. Ia berterima kasih atas penyelenggaraan acara ini karena menjadi langkah melestarikan budaya Nusantara. Lebih dari itu, Jawa Timur melalui panggung Gita Puja Bangsa ini terus merawat perbedaan sebagai kekuatan untuk membangun bangsa.

Hudiyono (kanan), Kepala Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Timur memberi sambutan pembukaan acara. Foto: nng/Begandring.

Hudiyono juga menambahkan bahwa dalam waktu dekat, melalui Dinas Pariwisata Jatim akan digelar sajian sendratari yang merupakan kolaborasi 6 negara di panggung Candra Wilwatikta. Pergelaran pergelaran seni dan budaya itu menjadi ikhtiar para stakeholder dalam merawat keberagaman dalam kesatuan.

“Melalui kegiatan ini, saya mengundang bapak Ibu sekalian untuk datang ke Candra Wilwatikta”, kata Hudiyono di sela sela membacakan sambutan tertulis Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.

Baca Juga  Pengelola Cagar Budaya Sesalkan Ketidakhadiran Pejabat Pemkot Surabaya

78 tahun pasca kemerdekaan di sebuah negeri yang sangat ber-bhinneka tetapi tetap tunggal Eka, semua pihak sesuai kemampuannya masing masing harus bisa berkontribusi kepada negara. “Jangan tanyakan apa yang negara bisa berikan kepadamu tapi tanyakan pada dirimu apa yang kau bisa berikan kepada negara”, kiranya kata kata mutiara ini masih sangat relevan dalam proses pembangunan bangsa ini.

Pergelaran Gita Puja Bangsa menjadi wadah kreativitas untuk mengekspresikan bagaimana Indonesia merayakan perbedaan, dimana perbedaan itu ada di Surabaya.

Kota Surabaya sudah berabad abad yang lalu menjadi rumah keberagaman. Begandring Soerabaia: “Surabaya has been a home to multiculturalism”, (Surabaya sudah menjadi rumah multikulturalisme). (nng)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *