Jelajah sejarah lewat program Surabaya Urban Track (Subtrack) kini tampil beda. Program yang dihelat sejak tahun 2019 itu, menyajikan nuansa baru dengan adanya kelas sejarah.
Kelas sejarah tersebut kali pertama diperkenalkan di Rumah Abu Han, Jalan Karet, Surabaya, Minggu (22/1/2023) pagi, di sela acara Subtrack yang menyisir kawasan Pecinan.
Adanya kelas sejarah ini tak lepas dari keberadaan The Begandring Institute yang dilaunching pada 13 Januari lalu. Ya, divisi baru di bawah Perkumpulan Begandring Soerabaia.
The Begandring Institute bertugas men-supply data yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan. Salah satunya, jalan-jalan sejarah yang digelar Begandring secara periodik.
“Dalam berkegiatan, Begandring Soerabaia selalu menyajikan data dan sumber yang kuat dan kompeten. Karena semua kegiatannyaberbasis sejarah. Maka, narasi-narasi yang dibangun harus memiliki dasar. The Begandring Institute itulah yang menyediakan data-data sebagai dasar narasi,” terang Kuncarsono Prasetyo, insiator Begandring.
Dia lalu menjelaskan, kelas sejarah adalah sesi presentasi melalui power point yang berisi materi-materi terkait tema sejarah yang disuguhkan. Melalui cara ini belajar sejarah menjadi lebih mudah dan menyenangkan.
“Mereka bisa belajar sejarah sambil mengamati objek-objek bersejarah. Misalnya, belajar sejarah tentang Marga Han dan jejaknya langsung di Rumah Abu Han. Dengan begitu para peserta dapat melakukan pengamatan langsung terhadap benda-benda yang menjadi saksi bisu keluarga Han,” jabar Kuncarsono.
Adanya kelas sejarah ini diapresiasi oleh pewaris keluarga Han, Robert Han dan istrinya, Mega Tanuwijaya. Mereka beranggapan model wisata dan belajar sejarah seperti yang digelar Begandring merupakan wujud nyata dari upaya pelestarian dan pemanfaatan peninggalan sejarah.
“Peninggalan sejarah tidak hanya dipandang sebagai sebuah fisik objek, tetapi ada nilai-nilai di balik objek bersejarah yang tidak kalah pentingnya,” kata Robert Han.
Robert lalu menceritakan alasan dirinya mempertahankan Rumah Abu Han. Kata dia, menjaga dan melestarikan peninggalan leluhur adalah cost oriented, tetapi ini adalah a long live cultural preservation oriented yang tidak hanya penting bagi keluarga, tapi juga peradaban Kota Surabaya.
“Selama ini, semua effort baik materiil dan non materiil dilakukan oleh keluarga demi menjaga dan menghormati leluhur yang telah membuat tempat bagi keluarganya pada zamannya,” jelas Robert.
Robert juga mengakau kalau dirinya selalu mengajak istri dan kedua anaknya, Richard Han dan Hubert Han ketika mengunjungi Rumah Abu Han. Hal itu dilakukan agar mereka ikut memikirkan rumah peninggalan leluhurnya di Jalan Karet itu.
“Yang kami lakukan ini jelas bukan profit oriented, tapi cost oriented. Namun semua demi menghargai dan menghormati leluhur kami yang telah berbuat sedemikian rupa,” tegas dia.
Dia menambahkan, di Rumah Abu Han tidak hanya wujud peninggalan fisik, tapi ada pesan-pesan luhur dari nenek moyang kepada generasi Han.
“Di rumah ini masih banyak pesan-pesan yang kami belum tahu maknanya. Karena disampaikan dalam bahasa yang sangat puitis. Ada makna yang tersirat. Yang saya tahu adalah pesan hormatilah orang tuamu dan kamu akan bahagia di masa depanmu,” terang Robert.
Cara yang Elegan
Kukuh Yudha Karnanta, dosen FIB Unair, mengaku pernah mengikuti wisata sejarah Subtrack beberapa kali sebelumnya dan kali ini memang berbeda.
“Dengan adanya sesi presentasi dan diskusi interaktif dengan peserta, Subtrack menawarkan wisata sekaligus praktik aktivisme pemanfaatan warisan budaya dan sejarah kepada publik dengan cara yang elegan,” jelas Kukuh.
Kukuh menambahkan, sebagai giat wisata warisan sejarah dan budaya, peserta mendapatkan pengalaman berkesan bukan semata dari objek yang dikunjungi, namun dari interaksi antara sesama peserta maupun peserta dengan guidenya.
“Menariknya, seluruh informasi, itinerary, guide book, dan lain lain menggunakan arsip dan data yang sahih. Peserta seperti diajak menelusuri labirin masa lalu, dengan peta, kompas, serta navigator yang ulung dan bersahabat,” imbuh peraih Penghargaan Piala Citra FFI 2021 Kategori Kritik Film ini.
Hal senada disampaikan Yuska Harimurti, salah seorang peserta dari aktivis Gusdurian. Dia mengakui Subtrack di kawasan Pecinan Surabaya memberi gambaran tentang masa-masa mula Surabaya.
Kata dia, banyak nilai kearifan lokal dan upaya dalam menjaga kearifan lokal itu sehingga Surabaya sekarang memiliki warna tersendiri di antara daerah daerah lainnya.
“Dari kawasan Pecinan ini kita bisa belajar dan mengenal bagaimana kota ini berproses dan menjaga dirinya sendiri. Ada yang tetap terjaga, ada juga yang sudah punah karena termakan zaman,” kata Yuska.
Yuska juga mengaku bisa melihat dan belajar bagaimana kota ini bermula dan bertumbuh. Di mana kawasan Pecinan menjadi aset yang penting sebagai saksi bisu sejarah Surabaya.
Listya Damayanti, peserta lainnya, mengakui kalau Subtrack yang digelar Begandring Soerabaia selalu ngangeni. Apalagi sekarang disuguhkan kelas sejarah.
“Subtrack bisa mendongeng sambil jalan-jalan dan disisipi canda tawa hangat dan interaktif antara peserta dan pemandunya. Ini cara yang menarik sekaligus seru untuk belajar sejarah,” katanya.
“Tentu, pengalaman ini menambah kecintaan saya kepada Kota Surabaya. Selain menambah wawasan, kegiatan ini juga menambah teman,” timpal Listya. (nanang purwono)