Jelajah sejarah dalam program Surabaya Urban Track (Subtrack) kembali digelar, Minggu (12/6/2022) sore. Kali ini, kegiatan yang dilakukan Begandring Soerabaia berkolaborasi dengan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair tersebut, menjelajah kawasan Gubeng.
Sedikitnya, 50 orang mengikuti kegiatan bertajuk “Goebeng Heritage Walk” ini. Mereka bukan hanya dari Surabaya, tapi juga dari Sidoarjo dan Mojokerto.
Koordinator Subtrack Toufan Hidayat mengatakan, kawasan Gubeng menyimpan banyak jejak dan nilai sejarah. Kedua kawasan elit di era kolonial ini dipisahkan oleh sungai legendaris Kalimas, tapi diikat oleh jembatan bersejarah, Jembatan Gubeng.
“Dalam jelajah sejarah ini kita mengunjungi situs bekas Rumah Sakit Simpang, RRI Surabaya, Jembatan Gubeng, Viaduk Gubeng, Stasiun Gubeng, dan situs pemakaman massal pejuang Surabaya di tepian Kalimas,” terang Toufan.
Selama perjalanan, peserta Subtrack benar-benar dibuat nostalgik. Seperti saat mengunjungi RRI Surabaya. Lokasi itu menjadi saksi bisu peristiwa Pertempuran Surabaya.
“Radio Republik Indonesia Surabaya pernah diduduki tentara Gurkha. Tepatnya pada 28 Oktober 1945. Para angkasawan yang sedang bertugas diusir keluar dari studio. Mereka marah,” jelas Ahmad Zaki Yamani, pegiat sejarah Begandring yang memandu Subtrack..
“Akibatnya, mereka meluapkan kemarahannya bersama pejuang Surabaya dengan cara membakar stasiun radio itu. Tidak ada seorang pun dari tentara Gurkha yang selamat dari pembakaran gedung ini,” imbuh Zaki.
Rombongan jelajah sejarah ini juga melihat Museum RRI Surabaya. Yang tersaji aneka koleksi yang menjadi saksi bisu sejarah perjalanan RRI. Di antaranya alat rekaman mulai dari pita seluloid, piringan hitam hingga kaset, termasuk alat putarnya. Ada radio, basello, hingga piano.
Mereka juga mendengarkan cerita pengalaman angkasawan RRI, Sulistyo Hadi. Diceritakan, pada masa RRI tempo dulu, Hadi pernah menjadi anggota orkestra yang dipimpin musisi Belanda. “Lagu-lagu orkestranya selalu mengisi siaran hiburan RRI,” ungkap Hadi.
Hadi kemudian memberi kejutan dengan memainkan piano kuno di ruang Museum RRI Surabaya. Lalu, mengalunlah lagu Jembatan Merah. Ruangan pun riuh. Bak orkestra dadakan, seluruh peserta bernyanyi bersama.
Mengenang susah hati patah//Ingat jaman berpisah
Kekasih pergi//Sehingga kini belum kembali
Biar Jembatan Merah//Andainya patah//akupun bersumpah
Akan kunanti dia di sini//bertemu lagi
Melihat Bekas Tembakan
Tak kalah menarik, peserta Subtrack diajak maik di atas Viaduk Gubeng. Peserta diajak memahami betapa arti perjuangan oleh para pendahulu. Di sana, banyak bekas tembakan yang menghujam pagar besi Viaduk Gubeng pada peristiwa Perang Surabaya tahun 1945.
“Ada beberapa bekas tembakan yang melukai pagar jembatan. Ada yang mengakibatkan pagar jembatan penyok hingga berlubang,” terang Nevy Eka Pattiruhu, pegiat sejarah Dead Rail Hunter.
Lubang dan penyok pada jembatan akibat peluru tajam itu memberi gambaran dampak dan akibat perang yang harus ditanggung pejuang dan Arek-Arek Suroboyo dalam mempertahankan kedaulatan bangsa.
Nanang Purwono, ketua Begandring Soerabaia yang ikut jelajah sejarah, menerangkan, Viaduk Gubeng juga bercerita tentang wujud perkembangan Kota Surabaya, sebelum pecah perang untuk mempertahankan kemerdekaan.
“Gubeng dengan segala infrastrukturnya seperti stasiun kereta api, viaduk kereta api termasuk jembatan dan pintu air Gubeng adalah wujud pembangunan infrastruktur kota,” terang Nanang.
Dikatakan dia, Gubeng dan Simpang adalah dua dari kawasan pemekaran dan perkembangan wilayah Surabaya awal abad 20. Awalnya, pusat kota Surabaya terkonsentrasi di kawasan Jembatan Merah mulai abad 18 hingga pertengahan abad 19.
“Pada paro kedua abad 19, perkembangan kota bergerak ke selatan mengikuti alur Kalimas. Di abad 20, perkembangan kota merambah ke Gubeng, Simpang, Ketabang, Darmo, Kupang dan Sawahan,” beber Nanang.
Infrastruktur kota yang dibangun awal abad 20, misalnya, Viaduk Gubeng tahun 1915. Jembatan Gubeng dibangun pada 1923, Balai Kota dibangun 1925, dan rumah dinas wali kota pada 1927.
Sepanjang perjalanan, para peserta Subtrack benar-benar diajak mengulik dan belajar daro masa lalu. Dari ganasnya Perang Surabaya pada November 1945. Berikut bangunan-bangunan yang menjadi saksi bisu saat terjadinya perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. (*)